Home BUSET EKSKLUSIF Sempat diBully di Negeri Paman Sam, I Present You Polar Bear

Sempat diBully di Negeri Paman Sam, I Present You Polar Bear

0
Sempat diBully di Negeri Paman Sam, I Present You Polar Bear

The Land of Opportunity julukannya. Namun selalu ada dua sisi dari setiap cerita, bukan? 

Siapa sangka pengalaman Mohammad Devharaduta tinggal di Amerika Serikat membawa pengalaman dan pelajaran tersendiri baginya. Sempat di bully di sana, Devha kembali untuk bermusik, dan terciptalah Polar Bear, single pertamanya yang rilis tahun 2020 lalu. 

Di bully tiga tahun, I was treated like an outsider 

“It was pretty tough karena I was very culture shocked,” ungkap Devha di awal wawancaranya dengan kru BUSET.

Tiga tahun bersekolah di salah satu sekolah menengah di Maryland, Amerika Serikat membekaskan banyak kisah pilu di hatinya. Tidak ada yang ingin duduk dengannya saat jam makan siang, teman-teman di sekolahnya menaruh that-awkward-look terhadapnya, bahkan sebagian dari mereka melempar bola basket ke mukanya pada jam olahraga. 

Saat hendak pulang, Devha yang biasa bersepeda ke sekolah menemukan sepedanya dibuat macet oleh teman-temannya dan karena itu, ia yang biasa pulang jam 3 sore harus pulang jam 6 hanya untuk membetulkannya seorang diri. 

Bukan hanya perlakuan fisik yang ia terima, teman-temannya juga mendapat celah untuk mengejek namanya. “What, the f****?” – begitulah respon mereka saat Devha memperkenalkan namanya didepan kelas. Karena itu, ia menggunakan nama depannya, Mohammad, untuk memperkenalkan dirinya. 

It affects me, it makes me feel like I’m not wanted

“It made me think that to feel like I’m belonged, you can’t be yourself. I gotta fake it. I wanted to belong so much that I had to force myself to pretend like I fit in,” ungkap laki-laki Sarjana Hukum ini. 

Dia bercerita bahwa salah satu caranya untuk diterima teman-temannya adalah dengan berpura-pura mengikuti salah satu acara populer di sekolah, yang bahkan ia sama sekali tidak tertarik untuk mengikutinya. 

Ada kalanya ia menangis setiap pagi, menolak untuk pergi ke sekolah dan merusak barang di rumah akibat perilaku bullying teman-temannya di sekolah. 

Tidak hanya itu, sampai sekarang pun akibat dari bullying itu masih lekat padanya, walaupun ia lebih baik dalam mengelolanya sekarang. Laki-laki yang sempat menghabiskan setahun terakhirnya bersekolah di Indonesia ini mengaku masih sering merasa gelisah dan cemas di sekitar orang-orang baru. Dia juga merasa sulit untuk menghargai dirinya sendiri.

I don’t really like it when people praise me too much. Karena dari dulu I was told that ‘no one’s praising you.’”

“Awalnya gue mikir it’s me, I was the problem. I end up blaming myself a lot for this,” ungkapnya. 

Sempat disuruh balik ke Indonesia, tapi Devha memilih tinggal untuk menantang dirinya 

“That could’ve been me, that could’ve been my breaking point. But I tried to channel it in a different way, so that’s why I had music, and that’s because my dad too, he introduced me to music, and playing music. So, I use that as a self-expression,” ujar Devha saat menceritakan salah satu temannya di Amerika yang membawa senjata ke sekolah.  

Selain bermusik, laki-laki yang gemar menonton ini juga menggunakan film, video games, dan jurnaling sebagai mekanisme kopingnya. 

Music is his main coping mechanism 

Devha bersama guru lesnya

Kecintaan Devha pada musik terus tumbuh dan berkembang beriringan dengan pengalaman bullynya di sekolah. Saat itu orangtuanya mencoba mencari aktivitas lain untuknya diluar sekolah, dan musik menjadi pilihan utama. Devha jatuh cinta dengan bass, dan semenjak itulah ia menekuni musik dan mengidolakan Jaco Pastorius. 

Polar Bear terinspirasi dari pengalaman bullynya 

Awalnya, Polar Bear hanya merupakan salah satu dari banyak tulisan di jurnalnya. Minatnya pada musiklah yang menjadikan Polar Bear single pertamanya dibawah nama panggung Featuz. Lagu ini lahir saat ia masih di Amerika. 

I saw the news. There’s this news about the ice melting in the North. It was a global warming news. Di news nya ada polar bear, he was very skinny and was dying. And around the polar bear, the ice was melting, he was on a piece of ice, it doesn’t know what to do, and I was like, that’s’ me!” jelasnya saat ditanya alasan dibalik judul Polar Bear. 

Laki-laki yang gemar menginterpretasikan musik orang ini mengatakan bahwa Polar Bear menggambarkan sosoknya sebagai seorang korban bully dan global warming sebagai orang-orang yang telah membullynya selama ini. 

Ever wonder how your life be

If you’re a fish in the sea 

It might be easier but then again we never asked them how they feel 

It felt like the polar bear wants someone to understand them tapi nggak ada orang di sekitarnya, and that was what I kinda feeling too.” 

Pesan Devha untuk korban bully lain diluar sana 

I know they probably gonna have some negative thoughts, and I’ve been there too. But what really helped is the way you deal with that negative energy. Find alternative ways to channel the negative energy. For me it was music, but for others, it could be anything. If you channel it right, you can turn it to something

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here