Home PROFIL BUSET ARIFIN PUTRA : Mengupas Pribadi Aktor ‘Half-breed’

ARIFIN PUTRA : Mengupas Pribadi Aktor ‘Half-breed’

0
ARIFIN PUTRA : Mengupas Pribadi Aktor ‘Half-breed’

ARIFIN PUTRASebagai seorang aktor, membintangi film dan meraup kesuksesan di negaranya sendiri sudah merupakan suatu pencapaian yang berarti. Kendati demikian, untuk dapat terlibat dalam suatu film yang ditayangkan di berbagai pelosok dunia merupakan suatu keberhasilan yang sangat berkesan. Hal itulah yang digapai oleh seorang aktor Indonesia kelahiran Jerman bernama Arifin Putra. Selain kerap membintangi sinetron dan film Indonesia, terhitung kini pria bertubuh jangkung tersebut telah membintangi beberapa film yang juga ditayangkan di luar Indonesia, sebut saja Rumah Dara a.k.a Macabre, The Raid 2: Berandal, dan belakangan ini sebuah serial televisi berjudul Halfworlds yang ditayangkan di saluran televisi kabel ternama, HBO Asia.

Rumah Dara atau Macabre adalah film genre slasher yang merupakan karya sutradara asal Indonesia Mo Brothers; Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel, dan menuai sukses di berbagai festival film internasional. Sedangkan The Raid 2: Berandal merupakan film karya Gareth Evans, yang adalah kelanjutan dari film The Raid yang meraup sukses di seluruh dunia. Dan Halfworlds adalah serial televisi arahan sutradara Joko Anwar.

Arifin Putra lahir pada tanggal 1 May 1987 di Mainz, Jerman, sebelum kemudian pindah ke Jakarta pada usia belia 3 tahun bersama dengan ayahnya, Axel Werner Andreas Scheunemann, Ibunya Joyce Sunandar, dan kakaknya Sari. Setelah itu ia bersekolah di German International School di Jakarta (yang kini menjadi Deutsche Schule Jakarta) dari taman kanak-kanak hingga ia lulus sekolah dasar. Arifin memulai karirnya di dunia hiburan dari usia remaja, yaitu 13 tahun.

I didn’t really start off wanting to be an actor. Gue bukan tipe orang yang mempunyai mimpi besar sebagai seorang aktor besar. My big dream was to become an investor and to have my own car factory with environmentally friendly car, that was my big dream,” ujar Arifin saat ditemui BUSET di Sophie Authentic; sebuah restoran yang terletak di Cipete Raya, Jakarta. Tetapi apa mau dikata, kesempatan datang saat ia menemani kakaknya yang menjadi sebuah figuran pada sebuah iklan. “Kakak gue yang waktu itu namanya juga remaja cewek and she’s a pretty girl, dia ingin menjadi seorang model, jadi dia akhirnya hubungin agency model dan dia dapat kerjaan sebagai figuran di iklan,” tambahnya.

Pria bernama lengkap Putra Arifin Scheunemann itu lanjut bercerita ketika mereka sekeluarga tinggal di daerah Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, sementara tempat syuting sang kakak berada di wilayah Cibubur. Pada saat itu tol lingkar luar yang menghubungkan BSD ke daerah Jakarta lainnya belum dibangun, maka Arifin yang masih 13 tahun harus bersiap pergi dari pagi buta dan menjadi sedikit grumpy. Namun ketika ia sedang menunggu sambil membaca buku, salah seorang dari agency sang kakak mengajak Arifin untuk ikut menjadi figuran. “Jadi akhirnya ikutan, and I had fun. Dan yang paling bagus, pas selesai syuting gue dapet amplop, dan isinya uang. Bayangin aja kita masih umur 13 atau 14 bisa menghasilkan duit sendiri kan ada kebanggaan sendiri, no matter how much it is. Jadi akhirnya gue nanya sama kakak gue, ‘eh kasi kerjaan lagi dong’,” paparnya bercanda.

Tak lama setelah itu, Arifin bertemu seorang agency yang memintanya untuk ikut kompetisi model, dari situ ia ketemu agency lain yang menyarankan untuk ikut main iklan, dan dari iklan tersebut ia akhirnya bertemu dengan managernya sekarang, Johandi Yahya.

Sempat sang bunda bertanya mengenai keseriusan Arifin di dunia entertainment. Setelah berpikir untuk menjalankannya, ia pun disarankan untuk mendapatkan seorang manager. Sejak saat itu lah Johandi Yahya menjabat hingga kini ia genap 15 tahun menjadi manager Arifin sejak 2001.

Berbagai sinetron yang dibintangi Arifin termasuk Senandung Masa Puber, Kisah Kasih di Sekolah, Dewa, Kau masih Kekasihku, dan masih banyak lagi. Kesuksesan yang ia gapai lalu mendorongnya untuk mengikuti sekolah akting di Sakti Aktor Studio selama 1,5 tahun demi meningkatkan dan mengasah kemampuannya.

Pada 2008 Arifin mencetak skor baru dengan membintangi film layar lebar pertamanya yang berjudul Lost in Love, dimana ia berperan sebagai Alex; seorang karakter yang mengharuskan pria blasteran ini berbicara dalam Bahasa Indonesia, Inggris serta Perancis. “Gue bisa Bahasa Jerman, Indonesia, Perancis, Inggris. Bahasa Perancis I learned for 7 years, cuma sekarang sudah mulai lupa-lupa inget,” ucapnya.

Walau bisa dibilang kesempatannya ber-akting didapat dengan mudah, bukan berarti semua perjalanan karir pria berparas tampan ini menuju kesuksesan berjalan mulus. Ada beberapa hambatan yang ia alami, termasuk kesulitan dalam bahasa. Pasalnya, kendati tinggal di Indonesia, lahir dari ibu yang ialah orang Indonesia, dan memiliki tetangga yang juga orang Indonesia, akan tetapi karena ia bersekolah di sekolah Jerman, teman-teman dan gurunya berbicara Bahasa Jerman semua, Arifin lebih terbiasa dengan Bahasa Jerman. “Tiba-tiba ketemu sama banyak orang Indonesia, apalagi di sinetron jarang banget ada yang bisa Bahasa Inggris. Awalnya juga sering di-bully. The good thing was, I didn’t realized that I was bullied. Bukan bully yang jahat sih, jadi misalnya gue ga bisa ngomong bahasa Indonesia yang lancar dan gue nggak ngerti combro itu apa, terus mereka seneng banget kalo gue ngomong combro. Ujung-ujungnya mereka selalu suruh gue ngomong Bahasa Indonesia. Kata-kata yang mereka tahu gue susah, mereka suruh gue omongin, lama-lama bagus sih buat gue jadinya,” ceritanya.

Selain bekerja sebagai aktor, Arifin doyan menonton film sendirian di bioskop. “It helps me relax. Gue juga suka travelling, walaupun sebagian besar untuk kerjaan tetapi biasanya di-extend untuk teman atau keluarga. Baru-baru ini gue juga baru beli Playstation 4 jadi lagi seneng main video game,” katanya santai.

 

Inspirasi dalam dunia akting

ARIFIN PUTRABicara tentang panutan dalam berakting, pemuda dengan tinggi badan 1.83 meter itu tidak segan berbagi kisah. “Kalau gue sih gue coba ambil dari sebanyak mungkin aktor, mau itu cewek atau cowok gue coba ambil yang terbaik dari masing-masing aktor. Try to get as much good guidance that I can. Karena sebagai aktor paling bahaya kalau kita ambil satu role model. You have to be as diverse as possible. Jadi kalau sampai ikuti satu orang, ujung-ujungnya you can be quite one dimensional,” jelasnya, “there are a few people I look up to and that I try to learn from.

Dari dunia perfilman barat, Arifin mengaku mengagumi Leonardo DiCaprio atas hal-hal yang dilakukan di dalam dan dibalik layar. “Seperti di film Wolf of Wall Street, he has never use drugs in his life. Tapi di film itu pas dia lagi pakai narkoba terus the scene where he was going down the stairs was just legendary. Selain Leo, juga Russell Crowe, Anthony Hopkins, Julia Roberts dan Meryl Streep. Meryl usianya 50-an tapi masih bisa dansa-dansa gitu di film Mamma Mia! Her dedication in her work is crazy. Kalau dari Indonesia sih sudah pasti Christine Hakim.”

 

Karakter yang berkesan

Ketika ditanya mengenai peran favoritnya dalam sinetron dan film-film yang telah ia bintangi, Arifin berkata ia menyukai semua karakter yang ia perankan, namun memang ada beberapa yang paling berkesan. Yang pertama – walaupun ia jarang membicarakannya – adalah karakternya di Kisah Kasih di Sekolah, sinetron pertamanya yang tayang di seluruh Indonesia. “I play this nerd, this likeable nerd. Zero to hero kind of character, pertama kali dikenal di seluruh Indonesia ya lewat karakter itu. It was very memorable, it was the first time that I learned how to actually act,” ujarnya bangga.

Selain itu, perannya di Rumah Dara (Macabre) pula berkesan untuknya karena itu adalah kali pertama ia berperan sebagai antagonis. Awalnya juga banyak yang tidak percaya jika ia bisa mendalami karakter Daniel, seorang pembunuh dan kanibal, tetapi ternyata ia berhasil memukau para penggemar dan orang-orang di sekitarnya. “What I like di situ adalah cara masuk ke karakternya karena he becomes a cannibal. Kita harus selalu mengerti karakter kita dan nggak menilai karakter kita, don’t judge your own character, so basically see it from their eyes. Ga ada yang mikir dan percaya gue bisa jadi orang jahat, kecuali sutradara film itu,” katanya.

Dalam proses pendalamannya, Arifin melakukan riset dan menemukan seorang kanibal asal Jerman yang secara iseng bertanya di sebuah forum online apakah ada orang yang ingin dimakan olehnya. Cukup mengagetkan, setelah dua tahun ada yang menjawab dan bersedia dibius lalu dipotong-potong untuk dimakan. Ketika orang itu ditangkap polisi, ditanya mengapa melakukan hal seperti itu. “Dia bilang ‘kamu pernah lihat sapi kan? Kamu kan belai-belai sapinya, kamu ngomong sama sapinya, tapi kalau tiba-tiba jadi burger kamu makan kan burgernya? Ya saya melihat manusia seperti itu, seperti burger atau sosis.’Jadi yang paling menarik dari karakter Daniel adalah untuk cari tahu kenapa gue mau bunuh dan makanan manusia, gimana cara untuk masuk ke mindset seperti itu,” ujar Arifin mengenai inspirasinya.

“Yang ketiga itu The Raid 2, dimana I become this spoiled mafia boss’ kid, who’s a little bit too ambitious for his own good. Yang gue paling suka proses shooting sama sutradaranya, Gareth Evans,” tambahnya mengenai karakter yang paling berkesan untuknya.

 

Awal keterlibatan di The Raid 2: Berandal

ARIFIN PUTRASewaktu The Raid: Redemption karya sutradara Gareth Evans pertama dirilis, film ini meraup sukses besar di Indonesia sendiri serta di negara-negara lain. Karena itu, saat sekuel, The Raid: Berandal, dirilis, para penggemar dari film pertamanya berbondong-bondong menuju bioskop untuk menonton cerita kelanjutan Rama, karakter utama polisi satuan khusus yang diperankan oleh Iko Uwais. Disitulah Anda dapat melihat keterlibatan Rama dengan Uco; anak dan pewaris tahta kriminal keluarga Bangun yang diperankan dengan sangat baik oleh Arifin Putra.

Arifin mengungkapkan alkisah penawaran peran Uco yang sudah lama tertunda. “Waktu itu ditawarin skenario dan ceritanya setelah sutradaranya lihat film Rumah Dara dan memang dia temenan sama Mo brothers [sutradara Ruma Dara]. Kita sudah mulai negosiasi dan lainnya, sampai akhirnya tahun 2010, Gareth bilang untuk pending dulu karena dana yang dibutuhkan terlalu besar.” Gareth Evans memutuskan untuk mendahulukan proyeknya yang lain, yang sudah mempunyai dana yang cukup.

Gareth berharap proyek tersebut nantinya bisa membiayai pembuatan film yang pada saat itu hanya berjudulkan Berandal. Untungnya proyek yang digarap Gareth itu adalah The Raid dan benar meraup kesuksesan. Gareth kembali menghubungi Arifin untuk peran Uco, dan Arifin setuju. “Tahun 2012 akhir mulai latihan dan persiapan, tahun 2013 shooting, dan tahun 2014 tayang. Persiapannya itu selama 3 bulan gue latihan fisik dan fighting. Kantornya kan lima lantai jadi hampir tiap hari kesana naik turun lima lantai, sit up, push up, latihan how to fight, action reaction, learning how to fall properly dan lainnya,” ucap Arifin semangat.

 

Halfworlds

Pada November 2015 silam, HBO Asia menayangkan sebuah serial original produksi mereka yang berjudul Halfworlds. Serial tersebut disutradarai oleh Joko Anwar dan diperankan aktor dan aktris Indonesia ternama seperti Reza Rahadian, Alex Abbad, Ario Bayu, Adinia Wirasti, Tara Basro dan Arifin sendiri. Yang unik, serial ini bercerita tentang demit, yakni makhluk-makhluk halus bin ajaib yang berasal dari legenda lokal. Beberapa diantaranya adalah Genderuwo, Kuntilanak, Palasik dan lainnya yang hidup di dunia manusia. Di serial tersebut Arifin berperan sebagai Barata, seorang half-breed, yaitu makhluk setengah demit dan setengah manusia.

Keterlibatan Arifin dimulai dari proyek dubbing Bahasa Indonesia dimana HBO Asia juga menggunakan suara-suara artis Indonesia untuk film kartun Despicable Me 2 yang akan ditanyangkan di saluran kabel itu. “Pas launching-nya ketemu dengan head Public Relations dari HBO Asia terus kita mulai ngobrol. Terus setelah itu dia bilang, ‘you should meet our head of productions when you are in Singapore’. Kebetulan beberapa bulan kemudian ada kerjaan di Singapura, jadi gue samperin head of production-nya, Erika North.” Arifin lalu dijanjikan akan dihubungi sekitar awal 2015.

Awalnya penerima Piala Maya kategori aktor pendukung terbaik (2014, The Raid 2: Berandal) ini tidak terlalu banyak berharap. Akan tetapi benar saja beberapa bulan kemudian ia dihubungi oleh Joko Anwar yang notabene ialah salah satu sutradara ternama Tanah Air untuk berlaga dalam serial berbahasa Inggris dan Indonesia. Setelah menghadiri audisi di depan Joko dan pihak HBO Asia, Arifin resmi diterima sebagai Barata untuk serial Halfworlds. “Keputusan itu kebetulan didapat seminggu sebelum gue harus ke Belanda untuk syuting film Negeri van Oranje, jadi latihan fighting-nya dijadwalkan sebulan kemudian setelah gue selesai dengan Negeri van Oranje, I went straight away to batam and finished it in one and a half months,” kisahnya.

Meski fasih berbahasa Inggris, bukan berarti ia tidak menemui hambatan dalam berakting untuk Halfworlds. “Basically with the language itself I didn’t have a problem, but acting in English is different, karena kadang-kadang kita ngomong sehari-hari gini, kita mikir ‘wah Inggrisnya sudah jago banget’, tapi mungkin for Americans atau English native speakers, kedengarannya tidak sempurna, jadi kita mesti cek lagi cara kita ngomongnya, intonasinya, sampai grammar-nya supaya jangan salah. They would come up to me and tell me to fix it.”

Tetapi hal ini tidak lantas dijadikan sebagai penghalang yang berarti karena Arifin justru menganggapnya sebagai tantangan positif yang akan menjadikannya lebih baik lagi. Dan ia senang bekerja dengan orang-orang dari berbagai Negara, karena di Hbo Asia, para produser dan kru-nya ada yang berasal dari Australia, Inggris, Filipina dan lainnya. “It’s wonderful to learn different way in working,” tutur Arifin mantap.

 

Promosi budaya bangsa

Arifin mengaku bahwa dirinya termasuk pemilih dalam menentukan film yang akan ia bintangi. Kini ia merasa mempunyai arah yang sangat jelas, yaitu mewujudkan mimpi untuk memperkenalkan Indonesia ke seluruh dunia lewat media film. “Obviously the first stepping stone was The Raid 2. And right now Halfworlds is doing that exact same thing. Obviously you will never get it perfect like film or work of art out there, but with every movie you try to do that, to introduce a little bit about Indonesia to the world,” jelasnya bangga.

Arifin pula sengaja memilih film dan naskah yang dapat membuatnya selalu bersemangat, dimana ia bisa memerankan suatu karakter dengan sangat baik, dan ada yang menarik dari karakter tersebut. Bahkan, jika tersedia kesempatan, Arifin ingin berperan sebagai karakter yang sangat bertolakbelakang antara film satu dengan lainnya. “Always give something different. Seperti yang tadi dibilang, awalnya nggak ada yang nyangka gue bisa jadi orang jahat, eh tapi setelah itu malah dikira gue cuma bisa jadi orang jahat. Jadi gue coba untuk selalu berbeda.”

Ditanya mengenai perbedaan antara film Indonesia yang hanya tayang di negeri sendiri dengan yang dapat dinikmati di manca negara, menurut sang bintang hal itu lebih ke filmnya sendiri, apakah bisa menarik penonton secara universal atau tidak. “You can bring out a very local story and a very Indonesian story, tapi memang perlu message yang universally appealing atau understandable, so that they can gather around it, support it or sympathize with it and get excited about it. Di Indonesia masih terlalu sedikit yang seperti itu,” opininya.

Menurut pengalamannya berakting, sangatlah penting dalam mengetahui siapa sutradaranya. Yang biasa ia perhatikan, dari film-film yang bisa dibilang berkaliber internasional, sutradaranya jauh lebih keras terhadap aktor-aktris serta krunya sendiri sebab sutradara tersebut mempunyai ekspektasi yang sangat tinggi. Sayangnya, kebanyakan sutradara di Indonesia cukup puas dengan membuat film yang bagus untuk standar Indonesia saja.

“Kalau sutradara-sutradara yang filmnya sukses di luar negeri, mereka yang biasanya bilang tidak ada standar Indonesia atau luar, yang ada hanya satu standar, yaitu standar global. That’s the only standard we’re abiding to. Even though mereka nggak punya budget sebesar film Hollywood, tapi they will say that they will make the best out of the budget we have dan nggak akan setengah-setengah aja kerjanya. And when you are part of that kind of production, you can feel it from the beginning. ‘Hey we’re a part of something big here, we’re a part of something good’.”

Untuk kedepannya, Arifin mengatakan dirinya masih ingin aktif di Indonesia dan berperan di film-film nusantara. Kendatipun, secara jujur ia tidak menutup tawaran untuk mengambil bagian dalam film dan serial tv produksi luar negeri, seperti misalnya Halfworlds yang adalah produksi HBO Asia (Singapura) untuk market regional. Toh dengan demikian Arifin juga sekaligus menunjukkan pada dunia luar bahwa Indonesia memiliki sumber daya manusia yang baik. “It’s a good stepping stone, for me it’s just another step of the things I want to achieve. Ujung-ujungnya mau yang regional, atau worldwide, gue pengen nunjukin kalau Indonesian talent itu jago-jago. Kita bukan cuma bisa ekspor sumber daya alam, tetapi juga talent.”

Di tahun 2016, Arifin Putra akan berperan di film action berjudul The Professionals. Selain itu, ia telah dijadwalkan untuk mengambil peran di sebuah film yang diadaptasi dari novel bertajuk Sabtu Bersama Bapak serta beberapa proyek lagi yang masih dirahasiakan.

Sasha
Foto: Krusli