16 INFO - LGBT 1Isu Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) kembali hangat dibicarakan di Tanah Air setelah beredarnya berita bahwa Badan Program Pembangunan Persatuan Bangsa-Bangsa atau United Nations Development Programme (UNDP) memberikan dana sebesar USD 8 juta atau Rp 107,8 milliar untuk mendukung proyek kelompok LGBT di Indonesia, Tiongkok, Filipina dan Thailand.

LGBT bukanlah hal yang ilegal tetapi merupakan suatu isu yang sensitif di Indonesia. Reaksi publik saat ini bervariatif mulai dari yang mendukung hingga mengecam keras sampai menyetarakan LGBT dengan terorisme bahkan narkoba. Akan tetapi sebenarnya masyarakat Indonesia, seperti yang dilaporkan The Economic Times, cukup toleran terhadap kelompok LGBT, terbukti dengan munculnya artis homoseksual dan transeksual dalam dunia hiburan Indonesia.

UNDP sendiri memberi keterangan bahwa aliran dana ini sepenuhnya digunakan untuk kegiatan penyuluhan yang dimulai dari Desember 2014 hingga September 2017 agar kelompok LGBT mengetahui hak-hak mereka, termasuk apa saja yang dapat mereka lakukan apabila terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap mereka.

Wapres Jusuf Kalla kepada Pos Kupang (15/2) menjelaskan bahwa UNDP di Indonesia tidak tahu menahu mengenai proyek ini. Dana proyek tersebut berasal dari UNDP di Thailand. “UNDP di Indonesia sudah dipanggil ke Bappenas untuk menjelaskan apa yang terjadi. (UNDP) Yang di sini (mengaku) tidak tahu dan tidak mengikuti proyek itu, (dana) itu UNDP di Thailand. Oleh karena itu diminta secara organisasi untuk memberitahukan ke Thailand supaya jangan melaksanakan itu,” jelas JK di kantor Wapres, Jakarta, seperti yang dikutip dari beberapa media.

JK sendiri menyatakan bahwa menjadi LGBT merupakan pilihan pribadi setiap individu, akan tetapi tidak perlu mengutarakan pilihan mereka kepada publik apalagi mengajak orang lain untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan LGBT termasuk melegalkan pernikahan sesama jenis di Indonesia. Melalui surat kabar Tempo, JK menjelaskan bahwa, “Kita ini di Indonesia tetap berdasarkan kepada moral, budaya dan keagamaan. Jadi belum bisa dipakai itu.”

Sebelumnya, pemberitaan di Tanah Air juga dipenuhi mengenai pernyataan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir, mengenai ketidaklayakan kelompok LGBT untuk masuk ke area perguruan tinggi. “Masa kampus untuk itu? Ada standar nilai dan standar susila yang harus dijaga. Kampus adalah penjaga moral,” tuturnya seperti yang dikutip antaranews.com (23/1).

Pernyataan Nasir diberikan sebagai tanggapan terhadap keberadaaan Support Group and Resource Centre on Sexuality Studies (SGRC) di Universitas Indonesia (UI) yang memberikan layanan konseling untuk kelompok LGBT serta beredarnya brosur dari berbagai kelompok LGBT di kampus tersebut yang memicu tanggapan bahwa UI mendukung perkembangan kelompok LGBT di Indonesia.

Rektor UI, Muhammad Anis, mengkonfirmasi bahwa kegiatan SGRC tidak mendapatkan izin dari kampus dan pihak UI sudah melakukan dialog dengan SGRC mengenai penggunaan nama dan logo UI dalam aktivitasnya. “Keberatan kami ini akan missleading ke masyarakat. Kami punya riset center UI. Kami minta pengertian mereka bahwa ini ada benturan aturan yang ada di UI,” jelasnya, dikutip Sindonews (24/1). Anis sendiri mengkonfirmasi bahwa dari hasil dialog, kegiatan SGRC bukanlah untuk mendukung eksistensi LGBT melainkan murni untuk memberikan pelayanan konseling dan pendidikan kepada kelompok LGBT.

Nasir sendiri lewat akun Twitternya, @menristekdikti, mengklarifikasi bahwa niatnya bukan untuk melanggar hak para kelompok LGBT yang sebagai warga negara Indonesia memiliki hak yang sama di depan Undang-Undang. Niatnya hanya untuk membatasi kegiatan LGBT di area pendidikan seperti universitas agar jangan sampai mereka melakukan tindakan tidak senonoh seperti memamerkan kemesraan di area kampus yang menurutnya akan berdampak negatif terhadap moral bangsa.

Melalui surat yang dikirimkan kepada Jokowi (11/2), Human Rights Watch (HRW) sendiri menuntut sikap asertif Jokowi dalam menanggapi isu LGBT di Tanah Air. HRW menyatakan bahwa pernyataan berbagai pegawai publik, termasuk Menteri Nasir pilihan Jokowi, serta aktivitas Front Pembela Islam yang melakukan sweeping di rumah-rumah kos di Bandung untuk mencari para lesbian beberapa waktu lalu telah melanggar HAM para LGBT. “HRW memanggil pemerintah Anda untuk mengambil posisi dengan menyatakan secara jelas kepada publik bahwa hak seluruh masyarakat Indonesia harus dihormati, termasuk kelompok LGBT, dan berkomitmen untuk melindungi, bukan menuntut kelompok ini” tutur HRW kepada Jokowi.

Surat HRW ini diberikan sehari setelah pemerintah Indonesia melarang keberadaan emoticon dan stiker gay pada aplikasi instant messaging Line dan WhatsApp yang menimbulkan reaksi negatif dari publik Indonesia di Twitter dan Facebook. Line sendiri telah mengkonfirmasi bahwa mereka sudah mulai menghapus seluruh stiker dan emoticon berbau gay dari sistem mereka setelah mendapat kritikan dari para pengguna di Indonesia lewat akun Facebook mereka pada Rabu (10/2). Sementara itu, belum ada tanggapan pasti dari WhatsApp mengenai stiker dan emoticon mereka. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, Ismail Cawidu, menyatakan akan segera menghubungi pihak WhatsApp agar mereka segera melakukan penyaringan.

MYang

KAMI HANYA MEMINTA PERLINDUNGAN HAK ASASI

Budi Sudarto Peer Education Coordinator Victorian AIDS Council
Budi Sudarto
Peer Education Coordinator
Victorian AIDS Council

Menurut pendapat pribadiku, isu LGBT di Indonesia memang sangat complex karena banyak kesalahpahaman tentang identitas LGBT di masyarakat Indonesia. Banyak yang melihat identitas LGBT sebagai sesuatu yang melanggar moral, baik moral sosial maupun agama. Inilah yang menjadi masalah, karena masih banyak bagian dari masyarakat kita yang belum bisa melihat isu LGBT dipisah dari isu agama.

Isu LGBT adalah isu hak asasi manusia. Apabila memang hak asasi LGBT itu dilindungi oleh perundang-undangan konstitusi dan hukum RI, mengapa masih banyak stigma dan diskriminasi terhadap LGBT? Mengapa LGBT masih dianggap sebagai perusak moral bangsa? Dan mengapa komunitas LGBT tidak bisa mendapatkan perlindungan hukum? Malah, komunitas LGBT sering sekali menerima kekerasan fisik dan moral dari berbagai lapisan masyarakat tanpa ada perlindungan hukum.

Peluang kerja LGBT hampir tidak ada, dan LGBT tetap didiskriminasi dalam semua institusi kenegaraan, komersial, dan agama. Inilah pentingnya untuk mendukung hak asasi komunitas LGBT karena hak-hak dasar kami, yaitu hak untuk hidup tanpa diskriminasi dan dilindungi oleh hukum bebas dari kekerasan fisik dan moral, tidak ada di RI.

Mendukung hak asasi LGBT tidak akan merusak moral bangsa, malah akan menambah nilai – nilai moral bangsa dengan menegakkan hak asasi tanpa memandang seksualitas, gender, agama, ras, dan kelas perekonomian. Diskusi tentang komunitas LGBT adalah untuk membuka wawasan dan pengertian akan identitas LGBT dan pentingnya melindungi hak – hak asasi kami. Apabila hak – hak kami dilindungi, maka kami akan menjadi bagian produktif dari masyarakat Indonesia. Pandangan dunia terhadap RI juga akan lebih positif. RI akan dilihat sebagai negara berkembang yang melindungi hak asasi rakyatnya degan azaz Bhinneka Tunggal Ika, berbeda – beda tetapi satu, menjadi contoh untuk negara – negara lainnya.