
Mendapatkan status Permanent Resident (PR) di Australia menjadi salah satu hal yang bisa diimpikan orang yang sudah pernah merasakan hidup di Australia. Kota Melbourne dan Sydney pun masuk dalam daftar top 10 kota yang paling nyaman untuk dihuni, yang menambah daya tarik Australia sebagai tempat untuk membangun kehidupan.
Untuk bisa mendapatkan status PR, perjalanan panjang pun harus dihadapi berbagai orang yang meminatinya. Ada yang harus menempuh jalur studi di Australia terlebih dahulu sebelum bisa mendapatkan kerja dan disponsori aplikasinya, ada juga yang harus lama bekerja di luar negeri mengumpulkan pengalaman sebelum bisa mendaftar regional visa dan disponsori di daerah tertentu.
Bagi sosok Yohanes Prayitno, pria yang sudah menetap di Australia selama 11 tahun ini, perjalanan mendapatkan PR yang ditempuh olehnya lumayan sulit. Sebelum menjejakkan kaki di Australia, pria kelahiran asal Lampung, Sumatera Selatan tersebut pernah bekerja di Jakarta dalam bagian sales di Mitsubishi. Namun setelah bekerja selama setahun lebih, ia merasakan kurang kerasan.
Setelah mempertimbangkan langkah berikutnya, pria dari empat bersaudara tersebut memilih pergi ke Jepang setelah sempat dibujuk oleh sang ayah. Di sana pun ada dua sepupu serta adik ayahnya yang bisa membantu Yohanes. Selama 2 tahun di Negeri Sakura, ia sempat merasakan bekerja keras seperti di sebuah pabrik sayur.
Australia menjadi tujuan berikutnya setelah sempat kembali ke Indonesia dari Jepang. Awal kedatangannya di Australia adalah pada sekitar tahun 2009, dan kota pertama yang disinggahi adalah Darwin. Di sana, Yohanes bekerja di farm, sebuah pekerjaan yang berat di tengah kehidupan yang cukup keras. Tentu saja ini berbanding terbalik dengan ekspektasi pertamanya mengenai hidup dan bekerja di Australia. Tak lama kemudian ia merantau ke Sydney untuk mencari pekerjaan lain, dan akhirnya mendarat di Melbourne setelah mendapatkan peluang untuk bekerja di sebuah supermarket di tengah kota.
Belajar Disiplin di Negeri Orang
Bagi sang pendukung klub sepakbola Manchester United itu, pengalaman di Jepang mengajarkannya beberapa hal yang berharga. Tinggal dan bekerja di luar negeri, jauh dari keluarga membuatnya sadar akan pentingnya hidup mandiri. “Di sana saya belajar orang Jepang itu disiplin, disiplin banget, kerjanya rajin,” ujar Yohanes sambil bernostalgia. “Bahkan hingga yang berusia lanjut masih bekerja.” Ditambah juga melihat kesopanan yang sering diperlihatkan orang Jepang ketika bertemu dengan orang lain, ia pun belajar lebih dalam menghormati orang lain serta ketegasan di tempat kerja.
Di Australia pula disiplin menjadi faktor penting yang diterapkannya. Yohanes disiplin menabung dan membiayai dirinya untuk kuliah dan tinggal. Kuliah dalam bidang Cookery sambil bekerja mencari pengalaman di berbagai bidang pekerjaan, seperti di supermarket, car wash, bahkan cuci piring.
Kunci dalam menjaga ketekunan bagi Yohanes adalah motivasinya untuk menjadi mandiri dalam hidup agar bisa membantu keluarga. “Mesti bayar uang sekolah. Pokoknya dalam diri itu maunya gak mau ngerepotin orang tua lagi, buat ngebahagiain orang tua,” ujar alumni Ozford tersebut.
Kerja dari 70 hingga 80 jam per minggu pernah ia rasakan. Pada tahun 2009, menggunakan ketrampilan yang ia dapatkan dari kampus, dia mulai bekerja di Old Town Kopitiam (yang sekarang bernama Papparich), dan pelan-pelan ia mulai melepaskan pekerjaan di berbagai tempat lainnya untuk fokus di Old Town. Awalnya ia mulai dari posisi junior, seperti bagian persiapan dapur dan kitchen hand. Penuh semangat, Yohanes selalu bekerja keras untuk mendapatkan promosi. Benar saja, pada 2011 perusahaan tersebut ternyata bersedia mensponsori aplikasi visa PR nya. Yohanes pun sampai dipercaya menjadi head of kitchen dan membantu Papparich membuka cabang baru di Sydney, dimana ia sekarang menetap bersama keluarganya.

Menjaga Hubungan Baik
Terbukti untuk seseorang dari komunitas migran agar bisa disponsori sebuah perusahaan untuk mendapatkan PR di Australia, kerja keras ekstra harus ditunjukkan. “Aku orangnya kalau sudah dikasih kepercayaan aku bakal kasih yang lebih buat mereka,” ujar Yohanes tentang sikap yang diterapkannya di tempat kerja, hingga menjadi orang pertama di luar komunitas Malaysia yang pernah disponsori oleh tempat kerjanya.
Ayah dari 1 anak tersebut turut juga mengucap syukur dapat bisa bertemu dengan teman-teman di Australia yang juga turut menyumbang pengalaman dan bantuan selama menetap di Australia.
“Jangan cepat menyerah, jangan cepat putus asa, semua kesempatan yang ada diambil saja. Pasti ada jalan, yang penting jangan lupa berdoa,” saran Yohanes yang juga memiliki hobi mengoleksi sepatu.
Denis