Sebuah kapal dengan puluhan penumpang mengarungi samudera yang seakan tiada berujung. Para awak kapal sibuk mengerahkan seluruh tenaga agar selamat sampai tujuan. Terombang-ambing di tengah ombak ganas, angin yang meraung dan badai yang mengancam keselamatan kapal tersebut. Namun demikian, anak-anak belia yang ada di kapal tetap tertawa cekikikan dan asyik bermain satu dengan lainnya.
Demikianlah alur kisah yang diangkat oleh ‘Cerita Anak’ (The Child’s Story) – sebuah kolaborasi antara Papermoon Puppet Theatre dan Polyglot Theatre. Bagi yang kurang familiar, Papermoon Puppet Theatre adalah teater boneka kontemporer Indonesia yang lahir di Jogjakarta. Berdampingan dengan Polyglot Theatre, sebuah teater lokal Australia, world premiere Cerita Anak hadir di Arts Centre Melbourne pada 30 Maret hingga 2 April 2017 yang lalu.
Salah satu keunikan daripada Cerita Anak terletak pada tingkat keinteraktifannya. Penampilan perdana tersebut melibatkan seluruh penonton yang hadir di setiap tahap pertunjukan. Sejak awal sampai di ruang pertunjukan, anak-anak diajak untuk bermain sesuka hati. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan si kecil termasuk menggambar dan bermain dengan perahu-perahu kecil yang terbuat dari kayu. Sedangkan para orangtua berdiri di sudut-sudut ruangan sembari mengibaskan sehelai kain raksasa berwarna biru gradasi, layaknya ombak yang berderai di tepi pantai.
Papermoon Puppet Theatre pertama terbentuk pada tahun 2006, dengan Maria Tri Sulistyani, yang akrab dipanggil Ria, sebagai pencetusnya. Ria bersama suaminya, Iwan Effendi mengembangkan Papermoon sehingga akhirnya memiliki anggota tetap sebanyak 5 orang. Salah sebuah karya Papermoon, bahkan tampil dalam sebuah adegan dalam film Mira Lesmana, Ada Apa Dengan Cinta 2. Judul karya tersebut adalah ‘Secangkir Kopi dari Playa’ yang sesuai dengan jalan cerita AADC2 dan menyentuh para penontonnya.
Papermoon Puppet Theatre sudah seringkali bekerjasama dengan Polyglot Theatre. Namun ketika ditanya pendapatnya mengenai penayangan perdana ‘Cerita Anak’ kemarin, dengan semangat menggebu Ria berseru, “’Cerita Anak’ adalah karya kolaborasi terbaik kami dengan Polyglot Theatre!”

Setelah Melbourne, ‘Cerita Anak’ akan lanjut berkeliling dunia. Tujuan berikutnya adalah Tokyo, dimana Papermoon Puppet Theatre akan kembali menayangkan karya kolaborasi dengan Polyglot Theatre tersebut. Kurang bangga apa lagi dengan anak muda Indonesia yang berkarya seperti ini? Selain berkarya dengan kreatif, mereka juga membawa nama Indonesia di ajang seni yang berkelas internasional. Sungguh luar biasa!
APA KATA MEREKA
Dominica dan Florence, penonton
“Penampilannya bagus banget, it was really beautiful and we loved it! Kerjasama kedua teater sangat mulus ya dan berbagai bentuk permainan boneka sangat memukau. Jalan cerita sungguh menyentuh, dan anak-anak mengerti apa saja yang terjadi sehingga mereka bisa turut andil dalam pertunjukan itu,” ucap Dominica yang melihat iklan ‘Cerita Anak’ setelah menonton acara lain di Arts Centre Melbourne.
Lendriani dan Benny, penonton
Benny, yang ditemani oleh neneknya, Lendriani, mengatakan, “keren banget”, ketika ditanya pendapatnya mengenai pertunjukan ‘Cerita Anak’. Lendriani yang mengetahui acara ini dari Museum of Indonesian Arts (MIA) dan juga situs Asia TOPA mengatakan, “’Cerita Anak’ bagus sekali dan sangat kreatif.”
Meskipun tidak terlibat dalam proses produksi ‘Cerita Anak’, Jodee dan Dan, dua orang anggota Polyglot Theatre hadir untuk menunjukkan dukungannya.
Jodee, anggota Polyglot Theatre
“Penampilan yang sangat powerful dan sangat menilik semua indera yang kita miliki, dengan berada di sebuah kapal yang besar, hujan yang turun dan ombak yang berderai. Namun satu hal yang sangat konfrontatif bagi saya adalah duduk di sebuah kapal dengan orang-orang yang tidak saya kenal, tua dan muda. Begitu saya duduk saya langsung membayangkan perjalanan kapal, meninggalkan Indonesia dan menuju Christmas Island. Aspek dualitas yang menghadapi penonton juga sangat menarik, dimana anak-anak yang bersenang-senang, namun bagi orang dewasa ada sedikit rasa ketakutan. Bahkan buat saya sangat menantang, padahal itu kan perahu bohongan, tapi bisa terbayang para pengungsi (refugees) yang sungguhan mencari rumah baru. Hati saya sangat tersentuh dan saya pun menitikkan air mata.”
Dan Goronszy, anggota Polyglot Theatre
“Pertama, saya merasa sangat bahagia bahwa ‘Cerita Anak’ diciptakan. Produksi yang sangat bagus, mulai dari jalan ceritanya, aksi panggung para aktornya semuanya sangat baik. Lalu kemudian lapisan berbeda yang perlahan diperkenalkan kepada para penonton dewasa, semua itu sangat memukau. Kehadiran orang dewasa dan anak-anak muda di satu tempat yang sama, sebuah kapal, juga merupakan bagian penting. Mereka semua bagaikan berada di sebuah wahana yang berbahaya layak roller coaster. Selain itu, dengan adanya anak-anak yang masih berusia belia menciptakan sebuah atmosfir yang berbeda bila dibandingkan dengan acara lain yang memiliki kemiripan tema, tentang pengungsian, tapi khusus penonton dewasa.“
Ishie
Foto: Polyglot (Theresa Harrison)