Happy Australia Day! Seperti itulah kalimat yang saling terlontar untuk sesama penduduk Australia, baik lokal maupun turis, yang dilakukan pada hari Jumat, 26 Januari 2018 lalu. Ya, hari yang ditetapkan menjadi hari libur nasional tersebut menghasilkan banyak warna yang menghiasi Melbourne CBD dari pagi hari.
Australia Day dikenal sebagai hari dimana rakyat Australia merayakan rasa cinta mereka terhadap Negeri Kangguru tersebut. Rasa cinta terhadap Australia itu bisa ditunjukkan bagaimana penduduk setempat bersyukur terhadap kehidupan, demokrasi, pemerintah bahkan alam Australia yang selama ini mereka tinggali. Selain itu, hari tersebut menjadi salah satu hari dimana penduduk lokal merefleksi diri tentang makna menjadi seorang penduduk Australia yang nota bene terkenal dengan keragaman budayanya.
Di Melbourne, perayaan Australia Day ditandai dengan adanya parade akbar yang diikuti oleh berbagai komunitas. Mulai dari negara-negara yang berasal dari benua Asia, Eropa, Amerika, hingga Australia sendiri hingga organisasi masyarakat pecinta alam, komik, benda antik, dan banyak lagi.
Tentu saja Indonesia tidak ketinggalan. Sebagai salah satu bangsa yang memiliki sekitar 20 ribu penduduk di Melbourne, Indonesia pun mengapreasiasi dan mendukung penuh inisiatif pemerintah Australia dalam merayakan hari jadinya mereka. Menurut Konsul Muda Pensosbud KJRI Melbourne Prima Januar yang bertugas selaku koordinator pengurus kontingen Indonesia dalam parade Australia Day, Indonesia, khususnya KJRI Melbourne sangat mendukung acara ini secara positif. Lebih lanjut Prima menjelaskan tahun ini setidaknya ada 60 peserta yang ikut berpartisipasi dalam meramaikan kontingen Indonesia. “Ada 4 komunitas daerah dan 3 organisasi yang ikut bersama kami hari ini. Yakni, Komunitas Bona Pasogit Victoria dari wilayah Sumatera Utara, Minang Saiyo dari Sumatera Barat, Kawanua dari Manado dan Minahasa, dan Paguyuban Pasundan dari Jawa Barat. Organisasi atau sanggar seni seperti PPIA Victoria, Bhinneka, dan Sanggar Sang Penari Indonesia juga hari ini turut meramaikan,” jelas pria berkacama tersebut. Prima sendiri mengaku bahwa ini adalah kali pertama ia diberi tugas mengatur kontingen Indonesia, dan sangat berbahagia ketika melihat rakyat Indonesia memiliki antusiasme tinggi untuk memperkenalkan budaya bangsa kepada masyarakat luar negeri. “Hebatnya masyarakat Indonesia di sini, walaupun mereka berada di negeri orang, tapi kebudayaan mereka tidak akan pernah mereka tinggalkan, seperti kostum dan tarian. Dan ini pun bukan hanya kostum biasa atau seadanya, melainkan kostum yang sangat bagus. Hal ini sangat kami apresiasi,” puji Prima.
Buset sempat pula berjumpa dengan beberapa peserta parade seperti Mumtaz Muhammad Yahya dan Zafira Putri Abduh yang mewakili Minang Saiyo. “The last time I did this when I was five years old, and Mumtaz here did last year, wearing nandak ganjen uniform, which also from Minang,” ujar keduanya. Saat itu baik Mumtaz dan Zafira memakai baju adat Minang lengkap dengan hiasan pada kepala bernamakan suntiang atau mahkota pengantin. Warna-warni baju Minang tentu mengundang daya tarik dan perhatian para pejalan kaki yang juga mencuri-curi pandang sebelum parade dimulai. “Yea we feel like we are celebrity for one day. It’s really fun. The parade looks very colorful and we really enjoy it!” Sebagai salah satu generasi Minang Saiyo yang sudah besar di sini, tentu merasakan adanya perbedaan budaya yang sangat signifikan antara Indonesia dan Australia. Namun, bagi Mumtaz dan Zafira, mengikuti parade ini justru membangkitkan rasa nasionalisme mereka dan bagaimana mereka bangga menjadi salah satu bagian dari Indonesia. “We are so proud to be Indonesians especially because of the rich cultures that they have”.
Minang Saiyo sendiri juga sudah lama diketahui memberikan dukungan terhadap berbagai acara kebudayaan di Melbourne. Muhammad Abduh, selaku Ketua Minang Saiyo mengkonfirmasi hal tersebut. “Setiap tahun banyak sekali event yang Minang Saiyo ikuti secara aktif. Ada Festival Moomba, Pako Festa di Geelong, dan Clayton Festival. Jadi kami berusaha aktif berpartisipasi memperkenalkan keunikan Minang, mulai dari makanan, pakaian, budaya, semua yang unik-unik dan menarik perhatian,” ujarnya. “Dan insha Allah kami juga akan menyelenggarakan Minangkabau Festival tahun ini dengan mengundang tim langsung dari Sumatera Barat disertai dengan kehadiran Gubernur Sumatera Barat. Mohon doanya ya!” tutur Abduh dengan sumringah.
Tidak hanya komunitas budaya Indonesia saja yang semangat dan bahagia dalam mengikuti parade ini, tapi organisasi seperti PPIA Victoria dan Sanggar Sang Penari juga tidak bisa menutupi kebahagiaan mereka. Natalia Theresia, selaku salah satu pengurus PPIA Victoria mengaku sangat bangga menjadi bagian dari Indonesia. “Ini baru pertama kalinya saya ikut berpartisipasi. Tapi dengan hal ini, justru saya menjadi sangat bangga menjadi seorang Indonesia dengan keragaman budaya yang dimiliki. Karena daritadi baik turis atau penduduk lokal ingin berfoto bersama, dan mereka kerap bertanya, kenapa baju dari Indonesia berbeda-beda. Dan saya menilai justru ini menjadi sebuah kesempatan untuk kami, sebagai generasi muda, untuk membantu memperkenalkan dan melestarikan budaya Indonesia ke kancah internasional,” ujar mahasiswi University of Melbourne tersebut.
Sama halnya dengan Maria Leeds, pemilik Sanggar Sang Penari Indonesia yang juga sangat senang berada di parade tahun ini. Partisipasi Sanggar Sang Penari Indonesia tahun pula merupakan kesempatan yang kesekian kalinya dalam meramaikan kontingen Indonesia di Australia Day. “Kali ini kami membawakan Tari Nirboyo, dan berpenampilan seperti Putri Edan. Jadi tidak malu-malu dan menarik perhatian juga. Setiap tahunnya saya ingin Sanggar Sang Penari Indonesia memberikan sesuatu yang berbeda dan selalu bersifat tradisional, modern, menghibur dan ada unsur komedinya juga,” jelas Maria sebelum akhirnya parade dimulai.
Alifia
Foto: Nys