Association of Indonesian Journalists in Australia (AIJA) mengundang para jurnalis Indonesia – khususnya di wilayah Victoria – berkumpul di Wisma Indonesia, Brighton dalam rangka bincang santai dengan Profesor Todung Mulya Lubis. Beliau adalah pakar hukum terkenal di Indonesia yang notabene sempat membela terpidana mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

TODUNG MULYA LUBIS INGIN HUKUM INDONESIA DIMANTAPKAN
(dari kiri): Prof. Todung, Konjen Dewi, Wakil Ketua AIJA Hendrarto Darudoyo, Penasehat AIJA Syahrir Wahab, Wakil Sekretaris AIJA Iip Yahya, Humas AIJA Anton Alimin

Didampingi tuan rumah Konsul Jenderal Dewi Wahab, perbincangan sore itu mengangkat isu-isu hangat Tanah Air, diantaranya mengenai hukuman mati, kepemimpinan Jokowi dan korupsi yang telah berakar di Indonesia. Tak kurang dari 20 anggota AIJA mengikuti diksuksi menarik tersebut secara aktif.

“Situasi yang dihadapi Indonesia saat ini sangatlah rumit dan berat, pemerintah harus turun tangan langsung untuk menghadapinya terutama untuk masalah hukum,” ujar sang profesor. Ia pun mengambil contoh kasus PT Coca Cola Amatil di Sumedang yang mendapat masalah pengambilan ijin air tanah karena diduga tidak mau bekerjasama dengan suatu LSM yang ingin menangani pengolahan limbah Coca Cola. Padahal, ijin tersebut sebelumnya telah dimiliki namun ketika ingin diperpanjang, perusahaan asal Australia ini dipersulit hingga harus mengambil sumber air dari luar yang kemudian berdampak pada produksi yang tidak maksimal. “Bagaimana kita mengharapkan adanya penanaman modal asing bila keadaannya masih seperti ini,” sesal Todung.

Kunjungan Prof. Todung ke Australia termasuk memberikan kuliah umum di The University of Melbourne mengenai hukuman mati. Beliau dihargai sebagai Honorary Professional Fellow. Mengenai hukuman mati gelombang selanjutnya, Todung mengatakan kemungkinan kecil hal itu terjadi dalam waktu dekat karena dirasa tidak lagi menjadi prioritas.

 

krusli