Dentingan – dentingan musik yang khas terdengar menarik di telinga. Gamelan dan alat musik lain mengiringi sebuah tarian yang gemulai mengikuti irama dan misterius dikarenakan sang penari yang mengenakan topeng. Topengnya terbuat dari kayu dan dilukis menyerupai wajah seorang laki-laki sementara yang menjadi penarinya adalah perempuan. Apa sebenarnya cerita dibalik tarian ini? Mari sama-sama kita simak bincang-bincang berikut ini bersama Tjintjin Jones.
Waktu kecil tidak suka menari
“Sewaktu saya kecil, kira-kira berumur 5 atau 6 tahun saya ingat papa suka maksa untuk latihan menari,” kata penari yang berkelahiran tahun 1954 ini. Kemudian melanjutkan dengan semangat, “lima tahun kemudian saya disuruh ikut pencak silat.”
Saat di Tanah Air, Tjintjin yang merupakan anak bungsu wanita di keluarganya tinggal di Majalaya yang kira-kira berjarak 3 jam dari Bandung. Di sana terdapat juga sebuah toko milik orang tuanya yang menjual ‘obat celup’ (bahan kimia untuk tekstil) karena di daerah ini memang merupakan daerah tekstil.
Lagi-lagi Tjintjin kecil ‘dipaksa’ untuk belajar, kali ini agar dapat mengendarai motor. “Di alun-alun sekolahan, kebetulan ayah punya motor Lambretta. Saya lalu dipaksa juga untuk belajar dan kebetulan bisa,” sambutnya girang. Setelah fasih bermotor si cilik pun mulai ‘unjuk gigi’. “ Saya tidak pernah bantu di toko tapi malah kebut-kebutan sampai akhirnya jatuh di sawah pas lagi bonceng pak dalang Sutrisna,” tambahnya dengan sedikit logat sunda seolah-olah itu semua masih segar dalam ingatannya. “Orang tua saya punya dua anak, kakak laki-laki bedanya 12 tahun dengan saya, jadi saya nakal hehehe…” dia ketawa.
Kecintaan terhadap tari
Kecintaan Tjintjin terhadap tarian tidak datang begitu saja, tentunya ada orang-orang di belakangnya seperti sang ayah yang terus mendorong untuk latihan dan berkarya serta Pak Sutrisna; seorang dalang wayang, juga pesulap yang dekat sekali dengan keluarga mereka. “Sebelum Pak Sutrisna mendalang saya biasanya menari, berlangsung sampai kelas 2 SMP,” imbuhnya. “Kita ke kota-kota kecil lainnya, saya biasanya bawakan tari Topeng, Gatot Kaca, Abi Manyu, Perang Tanding, dan yang lainnya”.
Sangking gemarnya menari, walau sudah ‘diprotes’ oleh suaminya sejak 3 tahun lalu untuk berhenti, tapi dia selalu bilang “tahun depan!” ujar sukarelawan di organisasi kemanusiaan Vinnies ini ketawa, “saya pengen nyanyi atau nari pas ada gamelan, suka sebel kalau tidak diajak”. Menurut Tjintjin, faktor lain yang membuat dirinya bisa bertahan adalah keinginan yang besar dan semangat. Kenyataannya sampai sekarang, dia masih ingin belajar tarian dari Bali dan dari daerah-daerah lainnya.
Wanita yang mulai menetap di Melbourne sejak 1987 ini pun menegaskan bahwa sudah sepantasnya kita sebagai warga Indonesia mengetahui tentang budaya bangsa serta membantu menghidupkannya, terlebih lagi ketika berada di luar negeri. “Semoga para pembaca tetap setia, tambah sukses, dan cintai budaya Indonesia!” Ujarnya bersemangat.
Tari favorit yang sering dibawakan
Tari Topeng
Tarian ini bercerita tentang seorang ratu keraton yang bertapa di hutan dan mencoba kemajuran ilmunya. Ternyata dia bisa mengubah dirinya menjadi seorang laki-laki. Sang ratu pun senang dan menari dengan gembira.
Tari Satria
Merupakan jenis tari yang menggunakan panah dan sedikit mirip dengan kisah ‘Robin Hood’ yang suka menolong.
Salam kreatif,
Enos
(featured photo: supplied, captured by Jenriya Dewa)