Buta. Kata ini begitu menakutkan bagi semua orang. Menurut standar World Health Organisation (WHO), seseorang sudah dinyatakan buta bila hanya dapat melihat jari pemeriksanya dari jarak 3m, sedangkan orang normal masih bisa melihat dalam jarak 60m. Apabila seseorang mengalami kebutaan total, saat itu mata sudah tidak bisa membedakan antara gelap dan terang, pandangannya menjadi gelap gulita.

Pada tahun 2014, WHO memperkirakan dari 285 juta orang di dunia yang mengalami masalah penglihatan, 39 juta di antaranya mengalami kebutaan.

Untuk dapat melihat dengan baik, mata dan otak harus memiliki koordinasi kerja yang baik. Prosesnya dimulai dengan masuknya sinar dari luar bola mata melewati kornea, cairan di dalam mata, pupil, lensa, kemudian difokuskan tepat ke bintik kuning di retina (macula). Seluruh impuls dari retina kemudian dihantarkan melalui saraf mata menuju otak. Otak mengolah semua informasi yang masuk dari saraf mata kanan dan kiri sehingga dapat menginterpretasi objek yang dilihat dengan jelas dan tepat. Kerusakan pada salah satu proses pemindahan sinar di dalam mata hingga ke otak dapat mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan.

Kebutaan dapat dialami siapapun, mulai dari bayi di dalam kandungan hingga orang tua. Ada penyakit mata karena faktor keturunan seperti katarak kongenital, glaukoma kongenital, abnormalitas saraf mata, dan ada juga yang didapat seperti katarak, glaucoma, infeksi, trauma mata, kekurangan vitamin A, tumor mata dan atau otak, keracunan dan penyakit sistemik yang diderita seperti diabetes, darah tinggi, dan lain-lain.

Proses terjadinya kebutaan ada yang sangat akut/cepat dalam hitungan detik seperti pada kasus keracunan methanol, stroke mata, kecelakaan yang mengakibatkan bola mata rusak/hancur, hingga proses kronis seperti katarak, glaukoma, degenerasi macula, dan layunya saraf mata.

Tidak ada seorang manusia di dunia ini yang mau mengalami kebutaan. Dampak kebutaan terberat tentu dialami pasien karena produktivitas menjadi terhenti, menjadi bergantung pada orang lain, mengalami gangguan emosi hingga depresi, resiko sakit dan meninggal akibat kecelakaan atau terjatuh juga bertambah. Selain pasien, keluarga juga memiliki beban psikologis dan ekonomi juga karena harus merawat pasien buta dan biaya pengobatan dan rehabilitasi kecacatan juga tidak ringan. Masalah disabilitas ini juga menjadi masalah sosial dan merupakan beban bagi negara.

Dengan masalah dan kesusahan tersebut di atas, seringkali orang buta mengatakan apakah gunanya hidup kalau mengalami kebutaan? Orang tersebut mungkin baik, pintar, berprestasi, rajin menyumbang dan selalu berbuat baik dalam hidup, mengapa Tuhan mengizinkan bahkan seakan-akan membiarkan ia buta?

Bayi yang baru lahir yang masih polos dan lucu juga kadang tidak memiliki kesempatan melihat dunia. Apakah ada dosa dalam keluarga atau hidupnya hingga harus kehilangan penglihatan?

Bersyukurlah, sebab di dalam Yohanes 9:1-3 firman Tuhan memberikan jawaban yang sangat tepat dan penuh bijaksana, yakni ketika Yesus sedang lewat dan melihat seorang yang buta sejak lahirnya, murid-muridNya bertanya, “siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Tuhan Yesus menjawab: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia”. Dalam jawaban tersebut jelas bukan riwayat masa lalu seseorang yang menjadi fokus, tetapi justru ada rencana masa depan yang baik yang akan terjadi melalui peristiwa kebutaan itu.

Dalam tulisan ini, ada beberapa contoh tokoh dunia yang diproses Tuhan sedemikian rupa sehingga melalui peristiwa kebutaan yang dialami mereka bangkit, berjuang, bahkan menjadi teladan bagi orang sehat dan berperan begitu besar dalam menolong kehidupan banyak orang.

louis-brailleLouis Braille, Perancis (1809 – 1852)

Mata Louis terkena benda tajam saat ia berusia 3 tahun. Infeksi yang terjadi pada matanya, menyebarkan infeksi ke mata sebelahnya sehingga Louis harus kehilangan penglihatannya. Louis berhasil mengembangkan kode Braille setelah terinspirasi oleh Charles Barbier yang menguasai kode rahasia yang dipakai tentara saat berperang. Ia menjadi profesor di usia muda, mengajar sejarah, geometri, aljabar, dan pintar bermain organ juga. Kode Braille ciptaanya dipakai luas setelah kematiannya. Hingga saat ini, orang buta di seluruh dunia mampu membaca, menulis dan berkomunikasi baik dengan orang normal berkat penemuannya.

Fanny CrosbyFanny Crosby, Amerika Serikat (1820 – 1915)

Saat Fanny Crosby berumur 6 minggu, ia mendapatkan salah pengobatan sehingga mengalami kebutaan. Fanny tumbuh menjadi anak yang memiliki iman kepercayaan yang sangat luar biasa berkat didikan neneknya yang dengan sabar membacakan Akitab dan mengajarkan berdoa. Ia juga sangat mahir memainkan harpa, organ, piano, gitar dan bisa bernyanyi sopran dengan indah.

Fanny Crosby telah menulis sekitar 8000 lagu hymn yang sangat indah. Syair-syair lagunya merefleksikan kehidupan rohaninya dan lagu-lagu ciptaannya sangat memberkati, menguatkan dan bahkan menghibur orang-orang.

Fanny tidak mau menyalahkan dokter yang mengobatinya, tetapi bersyukur untuk kebutaan yang dialaminya karena dengan demikian ia bisa berkonsentrasi menulis lagu pujian kepada Tuhan tanpa terganggu dengan kemilau duniawi. Ia mengatakan, jikalau masih diberi pilihan bisa pulih dari kebutaannya, maka ia akan tetap memilih untuk buta hingga meninggal, karena keinginan terbesarnya adalah di saat hari kematian, wajah yang pertama kali akan dilihatnya di surga adalah wajah Tuhan Juru Selamatnya.

Matilda Ann AstonMatilda Ann Aston/Tilly Aston, Australia (1873 – 1947)

Mengalami gangguan penglihatan sejak lahir, Tilly menjadi buta saat berumur 7 tahun. Tilly merupakan orang buta berkebangsaan Australia yang pertama kuliah di University of Melbourne, namun tidak bisa selesai karena keterbatasan literatur berkode Braille dan gangguan cemas yang dialami.

Ia berkarir sebagai penulis dan guru dan kemudian mendirikan Victorian Association of Braille Writers dan Association for the Advancement of the Blind yang memperjuangkan hak asasi dan transport concessions orang buta, serta mengirimkan materi Braille secara gratis kepada orang-orang yang membutuhkannya. Ia menjadi berkat besar bagi bangsa Australia.

Kita harus belajar dari beberapa kisah hidup para teladan di atas, kita tahu bahwa mereka pasti mengalami kesulitan dan kesedihan yang luar biasa dengan cacat yang dialami. Meskipun mereka telah tiada, hasil ketekunan dan pekerjaan mereka berbuah terus dan bermanfaat bagi umat manusia hingga sekarang. Ahli-ahli medis mata mungkin suatu saat akan menemukan perangkat bionic eyes untuk mengatasi berbagai masalah kebutaan. Namun, hal yang paling mendasar, yakni mengetahui bahwa Tuhan memiliki rencana yang baik untuk setiap orang untuk menjadi saksi terang di dalam dunia ini, itulah yang terutama.

Melalui kegelapan yang harus dilalui, hiduplah memancarkan sinar kemuliaan-Nya. Mari Saudara, carilah terus kehendak Tuhan di dalam hidupmu, sehingga pimpinan-Nya yang indah boleh nyata melalui panggilan hidupmu.

Soli Deo Gloria!

 

dr. Rose Setiawan Tan, SpM, MSc., PhD (Cand.)

Penulis:

dr. Rose Setiawan Tan, SpM, MSc., PhD (Cand.)
sedang menempuh pendidikan S3 di Department of Ophthalmology, University of Melbourne. Staf Pengajar di Bagian Ilmu Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta. Melalui Youtube, ia juga berbagi informasi tentang gangguan mata pada anak, pengaruh gadget, katarak, kelainan retina, mata minus, buta warna, glaukoma kronis, dsb.
Pelayanan musik sebagai organis dan paduan suara di GRII Melbourne.
www.griimelbourne.org