Pada suatu ketika di tanah tempat lahir rendang, hiduplah kisah tentang Malin Kundang, seorang anak durhaka yang dikutuk menjadi batu karena malu menelantarkan ibunya yang tercinta. Kisah Malin menyebar luas dan telah menjadi cerita rakyat yang terkenal di Indonesia sampai hari ini. Cerita pilu inilah yang menjadi jiwa dari pertunjukan musikal Temulawak tahun ini.

Antrian ratusan penonton hingga berbelok ke Melbourne Town Hall

Temulawak alias Teater Muda Langkah Awal Merdeka adalah sebuah pementasan yang diciptakan pelajar-pelajar Indonesia di Melbourne dalam rangka merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia. Acara ini berlangsung sejak tahun 2016 dan Avada Nirel yang merupakan Head Choreographer Temulawak 2019 telah mengikuti Temulawak selama empat tahun tersebut. Ia menjelaskan bahwa Temulawak direncanakan sebagai sebuah acara perlawakan yang terinspirasi oleh acara pertunjukkan Opera Van Java.

Rizal dan Ratna mengelilingi Melbourne

“Pada waktu itu Temulawak masih merupakan komunitas yang sangatlah kecil. Kebahagiaan saya pada saat ini sangatlah berlimpah melihat Temulawak berkembang dengan begitu hebatnya. Temulawak telah menjadi sebuah pertunjukan musikal yang begitu besar dengan adanya head planning, head production dan bagaimana kita dipublikasikan sebagai teater anak bangsa. Dari tahun ke tahun semakin banyak yang bermunat untuk audisi dan tiket kita selalu habis terjual,” ujar Nirel.

Ketika Rizal kembali kepada Amak

Drama musikal komedi yang berjudulkan Tangih Amak ini dipersembahkan oleh komunitas PPIA Victoria di atas panggung Athenium Teather sebagai selebrasi tahun ke-74 kemerdekaan Indonesia. Antisipasi penonton berlari tinggi karena tiket telah terjual habis empat hari sebelum pertunjukan. Antrian sekitar 800 penonton terlihat berbaris di luar teater bahkan berjam-jam sebelum pertunjukkan dimulai.

Komposisi drama ini dikarang dalam memodernisasi cerita rakyat Malin Kundang menjadi sesuatu yang dapat dipahami oleh para penonton, yang sebagian besar adalah pelajar Indonesia yang menempuh Pendidikan di Melbourne.

Tarian dan senandung lagu pembuka sebelum drama dimulai

Rizal (Daffa Wardhana) yang merupakan perwujudan dari Malin Kundang, adalah seorang anak sederhana dari Padang. Rizal tinggal di sebuah desa hanya bersama Amak, ibunya (Dhita Anggini) yang berusaha menafkahi keluarganya dengan berdagang majalah. Menginginkan Rizal untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, Amak menabung demi menyekolahkan Rizal ke Melbourne dengan bantuan beasiswa yang ia temukan di majalah. Selama merantau ke Negeri Kangguru, takdir mempertukan Rizal dengan gadis kota nan jelita bernama Ratna (Anindita Amara) yang lalu ia nikahi. Perantauan Rizal membentuknya menjadi seseorang yang berbeda.

Persembahan original dari mahasiswa

Sedangkan Amak yang jauh di kampung halaman tengah menghitung waktu Rizal akan pulang ke dalam pangkuannya. Rizal dengan harga diri melambung tinggi kembali mengunjungi Padang. Ia yang akhirnya bertemu dengan Amak dengan kasar menyangkal keberadaan ibunya yang merintihkan rindu akan anak tunggalnya. Cerita diakhiri dengan Rizal yang dirasuki oleh rasa bersalahnya kembali ke rumah tempat dimana ia dibesarkan hanya untuk mendapatkan ibunya terbaring tak bernyawa.

Setiap pemeran menghayati peran masing-masing

Pertunjukan yang berlangsung sekitar dua jam ini berhasil membawa penonton melalui perjalanan penuh dengan emosi. Dialog yang dirangkai berhasil menghidupkan pedihnya kedurhakaan Rizal dengan perpaduan kejenakaan yang sempurna di dalamnya. Keharmonisan cerita juga dikemans dengan kreatif oleh tim production dengan segala set dekorasi, kostum, lagu dan koreografi tari yang menjadikan Temulawak kali ini sebagai acara yang spektakuler.

Ratna marah melihat Rizal mendorong Amak

Apa Kata Mereka

Brian Kabuki, mahasiswa Swinburne University

Saya pribadi percaya bahwa “action speaks louder than words”. Sebagai penonton yang bukan berasal dari Indonesia dan tidak mengerti satu kata pun dalam Bahasa Indonesia, saya bisa menafsirkan kisah cinta dan keluarga dengan jelas dari akting para pemain yang tentunya luar biasa. Saya secara khusus mengagumi koordinasi para penari saman yang membuka acara. Saya benar-benar menikmati kisah mengenai cinta dan kehidupan budaya lain.

Jason Ferdinand, mahasiswa Monash University

Pertama-tama, saya sangat menikmati pertunjukkan Temulawak kali ini. Saya dapat melihat bagaimana semua orang bekerja dengan keras untuk acara ini dari kualitas apa yang mereka tunjukkan di atas panggung. Dua bagian yang paling menonjol dari drama ini adalah penampilan para pemain dan koreografi yang ditarikan oleh para penari. Keselarasan nyanyian dan tarian mereka yang dialuri oleh para musisi sangatlah harmonis dan indah.

Namun, saya merasa bahwa cerita Rizal dan Amak masih sedikit menggantung. Cerita pilu mereka bisa diakhiri dengan sesuatu yang lebih sentimental untuk meningkatkan keintensan kematian Amak.

Tetapi secara keseluruhan, modernisasi cerita Malin Kundang yang dipertunjukkan oleh Temulawak tahun ini amatlah kreatif. Mereka menciptakan cerita rakyat menjadi sesuatu yang relatable untuk para audisi daripada sekedar dikutuk menjadi sebuah batu.

Bintang
Foto: Denis & Kelvin