Di antara film-film yang ditayangkan IFF pertengahan April kemarin, salah satunya adalah Negeri Van Oranje. Film yang diangkat dari novel karya Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, dan Rizky Pandu Permana ini mengisahkan persahabatan seorang wanita yang bernama Lintang dengan empat lelaki ketika sedang merampungkan jenjang pendidikan S2 di Belanda. Tetapi persahabatan tersebut diuji saat rasa cinta tumbuh di antara mereka.

Karakter Lintang diperankan oleh si manis berdarah Indonesia – Jerman, Tatjana Saphira Hartmann. Walau terhitung sebagai wajah baru di kancah perfilman, Tatjana sudah berkecimpung di dalam dunia hiburan sejak ia masih sangat belia.

“Sebenarnya I started out lebih ke modeling sih, I did my first commercial when I was 2 years old, karena dorongan dari orang tua juga. My mother used to work in an advertising agency, dia punya banyak channel yang akhirnya nge-link aku ke banyak casting, jadi I did that for about maybe 10 years dari umur 2 tahun sampai umur 12-13 tahun,” jelas gadis yang baru saja menginjak usia 19 tahun ini.

Tatjana sempat memerankan sebuah iklan yang cukup mengundang perhatian publik sekitar enam tahun yang lalu. Kesempatan tersebut mempertemukannya dengan Jusuf Long yang hingga kini masih menjadi managernya. Menurut Tatjana, Jusuf mempunyai peran yang besar dalam permulaan karirnya, membawanya keliling rumah produksi dan ikut casting-casting film.

Tak dipungkiri, ada kebahagiaan dan kebanggan tersendiri atas kemampuan menghasilkan uang di usia yang masih sangat muda. “Tapi lama kelamaan sebenarnya I realize that it’s not just about the money. It’s also a huge learning experience being able to meet such wonderful and talented people, learning a lot from them, dan juga menurut aku dari main film itu aku juga jadi lebih bisa belajar tentang diri aku sendiri sih, knowing my limits. boundaries yang harus aku break, supaya aku juga bisa living more to my full potential dan overall I think it’s a learning process. Self fulfillment, dan doing what I love,” kata dara dengan tinggi badan 1.7 meter itu.

Kesuksesan di usia remaja bukan berarti tidak menemui kendala dalam prosesnya. Ketika mulai aktif di dunia perfilman, Tatjana masih duduk di bangku SMP sehingga sangat sulit mengatur jadwal antara sekolah dan pekerjaannya. Contoh sederhana adalah ketika jadwal syuting atau photoshoot berbenturan dengan ujian, maka Tatjana harus memprioritaskan sekolahnya. Karena menurutnya menyelesaikan sekolah itu sangat penting.

“Tapi di satu sisi aku juga merasa di Indonesia kan cepat sekali ada generasi baru, model-model baru, I mean the competition is quite tight, and not just here, but anywhere in the world. Aku merasa ini adalah momen aku yang harus aku manfaatin sebaik-baiknya, so I keep it quite balanced,” paparnya bijak.

Selain itu, dalam tahap produksi, tantangan yang ia hadapi salah satunya berhubungan dengan orang-orang yang jauh lebih senior. Meskipun masih muda secara umur, Tatjana harus memposisikan dirinya sebagai seorang profesional yang sedang bekerja, dan bukan sebagai anak kecil. “Dulu juga aku orangnya nggak percaya diri, pemalu, suka takut. Being in this sort of industry has taught me to come out of my comfort zone, belajar terus dan terus berusaha menjadi orang yang lebih baik,” kata kekasih Herjunot Ali itu.

Menjadi Lintang di Belanda

Sejak kali pertama Tatjana membaca naskah dan juga bukunya, ia sudah sangat suka jalan cerita Negeri van Oranje. Ia juga mengaku belum pernah ke Belanda, jadi langsung tertarik karena bisa berkarir sekaligus jalan-jalan. “Syuting di luar negeri, it’s a very fun experience. Film ini juga seperti sebuah guide untuk orang-orang yang ingin kuliah di Belanda. Karena detail banget step-step-nya kalau kuliah di sana dan apa saja yang harus dipersiapkan.”

BUSET EKSKLUSIF - TATJANA SAPHIRA 1Tatjana memerankan Lintang, seorang perempuan baik yang senang bercanda, dan terkadang cuek. Lintang memiliki beberapa hal yang kontradiktif. “She’s quite a control freak yang suka ngatur teman-temannya, dia juga suka kebingungan sendiri. Terus dia itu orangnya cuek, tapi kalau sama teman-temannya suka manja, she thinks she knows it all, she thinks she knows where she’s going tapi di satu sisi masih ada kekosongan yang kayaknya nggak pernah hilang, yang dia cari adalah figure of love,” ulas sang bintang.

Dalam filmnya, Lintang diperebutkan oleh keempat sahabat lelakinya; Banjar (Arifin Putra), Geri (Chicco Jerikho), Wicak (Abimana Aryasatya) dan Daus (Ge Pamungkas). Penonton pun dibuat menebak-nebak siapa yang akhirnya dipilih oleh Lintang. Walau ada sedikit twist mengenai salah satu sahabatnya, Tetapi Tatjana mengaku pilihan Lintang pada akhirnya sesuai dengan apa yang ia harapkan, “I kind of like the ending, they’re the perfect combination. Menurutku [he] is a guy that every girl wants to end up with, the wise guy, the guy who’s really sweet and kind and knows the right way to go.”

Kendati demikian, jika dapat mengubah satu hal mengenai Negeri Van Oranje, Tatjana merasa ingin merubah penampilan Lintang. “Karena pas aku baca bukunya, dengan bersahabat sama empat cowok itu, aku ngebayangin kalau dia lebih tomboy gayanya, pakai jeans, t-shirt, dan sneakers kind of girl, sementara di filmnya they made me wear dresses, skirts and all that. Itu saja yang aku ngerasa kurang cocok.”

I am Hope

Setelah Negeri Van Oranje, Tatjana kemudian membintangi film drama bertajuk I am Hope. Di film ini ia berperan sebagai Mia, gadis berusia 23 tahun yang mengidap penyakit kanker, tetapi mempunyai ambisi untuk membuat sebuah pertunjukan teater. Film ini dirilis pertengahan Februari silam dan turut dibintangi aktor kawakan Tio Pakusadewo serta Fachri Albar.

Bertolak belakang dengan Negeri van Oranje yang lebih ringan, I am Hope mengangkat tema yang lebih sensitif dan pendalaman karakter yang lebih ekstensif. Untungnya, Tatjana mengaku karakter Mia memiliki beberapa kemiripan dengan dirinya sehingga tidak terlalu sulit untuk menghayati perannya sebagai Mia. Selain itu, ia memiliki jeda waktu 3 bulan yang lebih dari cukup untuk menjalani transisi karakter Lintang ke Mia.

“Sebenarnya lumayan dadakan sih aku ikut proyek itu. Aku baru diajak casting untuk I am Hope kurang lebih sebulan sebelum produksi, jadi waktu persiapannya juga sebentar banget. Tapi aku merasa beruntung bisa bekerja dengan orang-orang yang sangat profesional, yang sangat suportif. Selama dua minggu sebelum syuting kita benar-benar intensif research tentang penyakit kanker itu sendiri,” katanya.

Menurut Tatjana, yang sedikit sulit baginya adalah pendalaman emosional Mia. “Aku harus banyak research dan banyak ketemu sama orang-orang yang pernah terkena penyakit kanker dan know more about how they feel during the process of it all. Dan mungkin karena ada misi sosial yang baik yang melatarbelakangi film ini, aku merasa itu sih yang membuat prosesnya lancar-lancar saja. Berkarya untuk sesuatu yang baik.” Pada akhirnya, film garapan Adilla Dimitri tersebut berhasil mendapat respon positif dari masyarakat.

 

Sasha