Pada minggu pertama bulan Oktober, Melbourne dikunjungi oleh penyanyi jazz papan atas Indonesia, Andini Aisyah Haryadi. Wanita yang kerap dipanggil Andien ini telah menghibur jutaan penikmat musik Indonesia sejak usia muda. Belajar bernyanyi sejak berusia tiga tahun, Andien kemudian rajin mengikuti berbagai festival serta berbagai kompetisi semasa belianya.
Album pertamanya yang berjudul “Bisikan Hati” diproduseri oleh Elfa Secioria dan dirilis saat ia masih berusia 15 tahun. Bakat serta prestasinya di bidang musik memang tidak bisa diragukan lagi lantaran dalam perjalanan karirnya Andien telah meraih beragam penghargaan seperti penghargaan Anugerah Musik Indonesia (AMI) dan Planet Music Award di Singapura.
Pada kesempatan wawancara dengan BUSET, Andien juga bercerita mengenai peran keluarga, sikap berbagi, aksi sosial, dan generasi muda Indonesia.
Komitmen Semasa Muda
“Keputusan untuk bernyanyi semasa muda pure keputusanku, jadi orang tuaku memang sangat supportive dalam hal ini, engga ada sama sekali suruhan dari mereka untuk nyanyi, untuk cari duit. Aku juga ga megang uangku sendiri sampai aku kuliah, mungkin hal ini juga yang ngebuat aku ga terkontaminasi gitu ya. Karena di awal aku menyanyi aku punya dua komitmen. Komitmen yang pertama bukan nyanyi, tapi sekolah. Komitmen yang kedua baru nyanyi. Jadi memang ada masa-masa dimana tekanan untuk bernyanyi bukan dari mana-mana, tapi tekanannya itu kalau lagi mau ada Ebtanas, aku inget banget, semalam sebelumnya aku nyanyi sampai jam satu. Jadi aku waktu itu memutuskan mau berhenti nyanyi. Tapi memang pathnya itu ada banyak sekali dimana aku ngerasanya kok aku ga bisa ya. Waktu SMA juga ngerasa kok ga bisa ambil les di luar sekolah. Apalagi kalau IPA kan harus banget les. Kayaknya ga mungkin ga les. Pada akhirnya aku kembali lagi ke panggilan jiwa bahwa kenapa sih gue mau jadi penyanyi yaitu karena gue suka nyanyi. Udah sesimple itu doang. Jadi kalau tekanan dari orangtua itu ga ada, apalagi dulu mamaku sering menekankan ke aku bahwa sebagai anak harus lengkap, harus balance, jadi aku ngerasain yang jadi penyanyi, yang jadi pelajar, tapi tetap pacaran dan main bareng teman-teman, pulang pagi hari, dimarahin, pokoknya semua itu sangat-sangat lengkap gitu,” jelas sulung dari tiga bersaudara ini seputar komitmen-komitmen yang ia buat semasa mudanya.
Inspirasi
“Inspirasi itu bisa datang dari mana saja. Kalau buat aku, apa yang aku rasain, apa yang aku lihat, apa yang aku dengar, dan ga harus related ke aku. Bahkan misalnya aku ngeliat pieces of lego gitu misalnya atau warna-warni dimana gitu, itu bisa jadi inspirasi buat aku, atau kisahnya orang lain juga bisa jadi inspirasi bagi aku,” papar wanita kelahiran Jakarta 25 Agustus 1985 yang juga pernah berkolaborasi dengan berbagai musisi papan atas dunia, seperti dengan Frank Griffith pada Java Jazz Festival (JJF) 2010, Jeff Lorber (JJF 2005), Jammin Zeb (JJF 2010), dan Buby Chen (JJF 2010).
Masa Depan Music Jazz
“Musik jazz masih sangat sangat bisa mendapatkan tempat dikalangan pecinta musik Indonesia, malahan semakin tinggi karena kita bisa lihat acara seperti Java Jazz dari tahun ke tahun diadakan di Indonesia selalu ada dan semakin ramai. Dan sekarang di Indonesia itu sendiri menjamur berbagai festival jazz daerah. Jadi sekarang itu kayak ada acara Tanjung Pinang Jazz, Makassar Jazz, Maumere Jazz Festival, Ambon Jazz Festival, Bromo Jazz Gunung, Dieng Jazz Festival. Jadi jazz festival kecil itu sangat-sangat menjamur di Indonesia, bergerilya gitu mereka. Jadi menurutku, masa depan musik Jazz masih sangat cerah,” ujarnya.
Keluarga dan Sikap Berbagi
“Berangkat dari keluarga yang sederhana, yang selalu mengajarkan apa sih arti berbagi. Makanya, pas sudah beranjak dewasa khususnya pas sudah mau punya anak seperti ini, saya ga pernah bosen untuk selalu bilang ke orang untuk jangan pernah bosen dan berhenti untuk berbagi apapun. Kalau misalnya gua ga punya duit, lu kasih saja kebaikan yang bisa lu kasih gitu. Bisa dengan menolong orang untuk menyeberang, beliin minum misalnya, apapun yang bisa dikasih atau kasih saja senyumnya. Jadi se-simple itu saja sebenarnya dan dengan anggapan bahwa dengan kita berbagi ga akan membuat kita mundur, ga akan membuat kita miskin, ga akan membuat kita jatuh. Justru, akan semakin maju, akan semakin kaya, dan akan semakin naik derajatnya. Intinya adalah kalau kita mau hidup kita mudah dan diangkat, maka angkatlah orang lain dan buat mudahlah orang lain. Nah, itu sebenarnya pelajaran yang aku ambil dari keluargaku. Tapi aku merasa sebenarnya ini bisa diterapkan secara skala nasional,” ungkap anak dari Didiek Hariadi dan Henny Sri Hardini mengenai latar belakang keluarga yang membuat dirinya untuk tetap rendah hati dan untuk terus berbagi bagi sesama.
Generasi Muda
“Kalau kita terus menerus mengeluh kenapa sih pemuda Indonesia misalnya kok ga care, kenapa kita kalah maju dibandingkan dengan negara lain, atau secara apapunlah misalnya dalam bentuk teknologi, kultur, dan segala macamnya. Jangan-jangan yang harus kita lihat adalah diri kita sendiri, atau lingkungan kita, sudah benar belum sih? Sudah cukup belum sih kita berbagi? Dengan adanya acara Project O ini, aku yakin benar ga mungkin terjadi project sesolid ini kalau ga ada landasan pemikiran yang demikian juga. Makanya, saya rasa peran pemuda Indonesia itu pasti sangat penting untuk pemuda Indonesia juga karena hanya dengan suara-suara pemuda-pemuda Indonesia ini yang bisa didengarkan oleh pemuda lainnya,” papar Andien tegas mengenai sorotan bagi kaum muda Indonesia yang terkadang dianggap kurang peduli terhadap sesama.
Aksi Sosial
“Walau saya sudah menginjak kepala tiga, untuk menyuarakan misi-misi sosial, terus untuk menyuarakan kepedulian dan kemanusiaan ternyata caranya sudah harus beda lagi gitu. Saya selalu bilang ini generasi milenial, semua yang main digital semua gitu kan. Tapi, tadinya saya ga pernah ngepost aksi sosial seperti di Instagram soalnya buat saya itu ria, tapi akhirnya saya kembalikan lagi, ria atau engga kan yang tau yang di atas. Dengan adanya efek bola salju yang baik, kemudian orang bisa terinspirasi, kalau lagi menggalang dana bisa semakin besar, kemudian bisa lebih bahu-membahu, maka kenapa tidak. Jadi peran pemuda Indonesia itu sangat penting dan memang yang paling penting untuk para pemuda Indonesia sendiri karena mereka-mereka ini dan kita semua yang akan memegang peranan penting di Indonesia yang akan datang,” jelas Andien.
Hingga saat ini, Andien telah merilis enam album yang terdiri dari “Bisikan Hati” (2000), “Kinanti” (2002), “Gemintang” (2005), “Kirana” (2010), “#Andien” (2013), dan “Let It Be My Way” (2014). Andien memang terkenal dengan pendekatan yang selalu membuat album berdasarkan tahapan usia serta pengalaman yang ia jalani. Lewat pengalaman masa muda hingga beranjak dewasa, konsistensinya patut diacungi jempol lantaran dapat terus eksis dari masa ke masa.
Sekarang ini, Andien yang sedang mengandung tujuh bulan juga menjelaskan bahwa akan ada perubahan dalam album-albumnya yang akan datang pasca melahirkan. “Menurutku, dengan melahirkan ini menjadi sesuatu hal, mungkin album tahun depan akan berubah secara kontennya. Jadi mungkin dari liriknya, atau dari musiknya, itu pasti akan ada perubahan,” paparnya mantap.
Leo
Foto: Nys