Keadaan yang sudah makin membaik baik di Australia maupun beberapa negara lain seperti Singapura atau Vietnam dalam perang melawan pandemi Covid-19 tentu membawa keprihatinan khususnya bagi diaspora di seluruh dunia akan kondisi di Tanah Air saat ini.
Pada awal bulan Puasa Ramadhan kemarin, FPCI (Foreign Policy Community of Indonesia) mengadakan pertemuan secara online melalui social media Youtube guna untuk memberikan update kepada masyarakat diaspora di seluruh dunia mengenai situasi terkini di Indonesia.
Adapun informasi yang diberikan dalam briefing ini membahas mengenai bagaimana Indonesia sebagai negara urutan ke-4 dengan penduduk terbanyak di dunia menghadapi pandemi Covid-19 mulai dari ketersedian APD, masker, penyebaran informasi yang merata ke seluruh Indonesia (dari Sabang sampai Merauke yang berjarak kurang lebih hingga 5.000km) hingga usaha pemerintah untuk menyokong kehidupan masyarakat selama pandemi berlangsung.
Pada pertemuan ini, FPCI menghadirkan Letjen TNI Doni Monardo selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan dr. Tirta Mandira Hudhi sebagai Dokter sekaligus Relawan Kemanusiaan yang berhadapan langsung dengan masyarakat di daerah-daerah kecil. Tak lupa juga acara ini dimoderasi Dr. Dino Patti Djalal sebagai Pendiri dari FPCI dan Said Zaidansyah SH,LL.M. sebagai Pendiri dari Indonesian Diaspora Network Global.
Situasi Terkini
Hingga berlangsungnya briefing online ini, sudah lebih dari 2,8 juta jiwa terinfeksi Covid-19 dan angka kematian mencapai angka 200.000 yang mana sangat memprihatinkan karena hampir menyerupai korban tsunami Aceh beberapa tahun silam dimana mencapai 250.000 korban jiwa.
Merujuk dari beberapa negara, Pak Doni selaku orang yang dipercaya oleh Presiden Jokowi dalam penanganan pandemi Covid-19 ini mengatakan bahwa ada empat pilihan dalam menangani kasus Covid-19 yaitu karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit dan PSBB (pembatasan social berskala besar) dan Indonesia memilih PSBB yang sesuai dengan rekomendasi WHO (World Health Organisation) untuk jaga jarak atau social distancing setiap waktu. Himbauan ini sudah disebar di masyarakat dan nampaknya sudah mulai bisa menahan angka jatuhnya korban baru dari yang diramalkan akhir Maret lalu.
Hambatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19
Doni secara terang-terangan menyatakan beberapa hambatan yang dialaminya. Hambatan pertama adalah hambatan jarak. Seperti yang sudah dikatakan di atas, bahwa Indonesia adalah negara yang sangat luas – terbagi dalam 3 wilayah waktu. Untuk itu penyebaran informasi tentu akan sangat sulit sekali dicapai dalam waktu yang singkat.
Kesadaran ini menginisiasi Doni untuk berbicara dengan para petinggi di provinsi untuk bekerjasama dalam melakukan penyebaran himbauan ke masyarakat terutama wilayah-wilayah yang memiliki kasus Covid-19 yang banyak.
Dr. Tirta selaku bagian dari relawan yang berhubungan langsung dengan masyarakat menambahkan bahwa banyak dari masyarakat yang buta teknologi, tidak menyadari betapa bahayanya Covid-19 ini dan bukan hanya Indonesia yang terkena melainkan seluruh dunia.
Kurangnya informasi yang disampaikan juga adalah hambatan yang dihadapi relawan-relawan yang terjun langsung di lapangan. Mereka berusaha menggunakan bahasa yang sesederhana mungkin untuk dipahami masyarakat yang keterbatasan akses akan informasi tersebut. Keterlibatan relawan muda seperti dr. Tirta sangat dibutuhkan khususnya untuk membagi sembako atau kebutuhan dasar secara merata sekaligus melakukan edukasi kepada masyarakat yang kurang paham baik istilah-istilah Covid-19 dan meningkatkan kesadaran bahwa mereka memegang peranan penting untuk mengurangi penyebaran pandemi Covid-19.
Hambatan kedua adalah kurangnya tenaga medis yang ada di Indonesia. Secara angka, perbandingan dokter dan pasien seharusnya sekitar 1:1.300-1:2.300. Artinya 1 dokter harusnya dapat menangani 1.300-2.300 pasien namun keadaan di lapangan adalah 1:6.000 artinya 1 dokter harus menangani 6.000.
Dalam masa pandemi ini tercatat jumlah Dokter spesialis Paru-paru adalah 1.976 orang dan tersebar diseluruh Indonesia. Penyebaran yang tidak merata inilah yang menjadi hambatan utama di Tanah Air. Bukan hanya itu saja, hal ini menimbulkan masalah baru yaitu dokter dan tenaga medis yang kelelahan sehingga imun mereka sendiri menjadi riskan terpapar Covid-19 dan berujung pada kematian tenaga medis.
Walaupun demikian, bantuan relawan sangatlah signifikan. Tercatat per tanggal 24 April 2020, kebutuhan tenaga medis untuk penyelidikan epidemiologis dan pemantauan OTG (Orang Tanpa Gejala) dan ODP (Orang Dalam Pemantauan) yang mengisolasi diri di rumah bisa dibantu oleh Dokter Keluarga Layanan Primer (sekitar 800 Dokter) perlu modifikasi STR (Surat Tanda Registrasi) oleh Kementerian Kesehatan dan Dokter Internship (2135 Dokter) yang siap membantu di Puskesmas yang harus memiliki STR khusus serta Konsil kedokteran Indonesia yang mana berarti butuh pelatihan, distribusi dan insentif.
Hambatan ketiga adalah distibusi Almatkes (Alat Material Kesehatan), APD (Alat Pelindung Diri), Masker dan Rapid Test. Guna mengurangi tumbangnya tenaga medis dan relawan yang secara langsung menangani Covid-19, Doni mengakui usaha untuk mendistribusikan Almatkes masih terus dilakukan. Selain itu juga mesin Reagen PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah alat yang berfungsi untuk memeriksa spesimen Covid-19.
Selama ini Indonesia masih mengandalkan mesin Reagen dari Korea Selatan, Tiongkok dan Swiss yang telah disebar di seluruh Provinsi Indonesia. Namun, Indonesia juga dalam proses untuk memproduksi alat Reagen sendiri dari Biofarma Bandung sehingga diharapkan dapat membantu Indonesia melacak penderita Covid-19 dengan cepat. Minggu terakhir April terdapat 479.500 kits reagen dan bantuan masih terus berdatangan.
Selain mesin Reagen CPR, Indonesia juga sedang dalam usahanya membuat APD lokal. Dr. Tirta bekerjasama dengan dokter lain terus-menerus membawa sampel baru guna membantu produksi APD dan masker secara masif. Pasalnya vendor-vendor di Indonesia kebanyakan masih menggunakan jahitan yang kurang bisa menahan droplets (tetesan kecil yang keluar dari tubuh seseorang) sehingga menyebabkan angka kematian tinggi.
Dengan sampel-sampel yang terus menerus dikembangkan dengan materi lokal, diharapkan dapat mengisi kekurangan APD secara cepat. Sayangnya banyak tenaga medis yang menggunakan masker N95 untuk beberapa hari yang seharusnya hanya digunakan untuk sekali pakai.
Kunci Masalah COVID-19 dan Peran Diaspora
Doni mengatakan bahwa kunci masalah Covid-19 adalah disiplin dan kesadaran diri masyarakat. Jika memang ingin cepat berlalu, dihimbau kepada masyarakat untuk mengikuti anjuran Pemerintah. Salah satu cara yang efektif adalah membuka akses masyarakat akan berhasilnya beberapa negara diluar sana dalam menghadapi Covid-19 dan juga negara yang masih berjuang seperti Indonesia agar dapat membuka mata masyarakat untuk bijak bertindak saat pendemi Covid.
Sebagai influencer, dr. Tirta meminta bantuan diaspora di seluruh dunia untuk membuat audio-visual mengenai penanganan Covid-19 di negara-negara diaspora dan diberikan kepada dr. Tirta sehingga beliau dapat memberikan kepada relawan non-formal seperti Youtuber dan artis-artis yang ‘dekat’ dengan masyarakat untuk mengikuti anjuran pemerintah dalam menanggulangi penyebaran Covid-19.
Strategi Melawan Covid-19
Sejauh ini sudah ada dua cara untuk melawan Covid-19 yaitu secara medis dan psikologis.
Secara medis, penanganan dilakukan dengan penambahan SDM, ALMATKES dan relawan baik untuk melakukan pelacakan, pendataan, isolasi. Tim Doni memiliki keinginan keras bagi masyarakat yang kurang sehat-sakit untuk diobati sampai sembuh.
Secara psikologis, Doni ingin meningkatkan imunitas masyarakat antara lain dengan menjaga stamina, gizi dan mempertahankan hati yang gembira atau tidak panik serta memiliki istirahat yang cukup. Hal yang sudah dilakukan adalah dengan pengadaan tele-medicine atau konsultasi lewat telepon sehingga masyarakat tetap merasa aman tanpa harus keluar rumah. Sudah terdapat 20 online unit untuk melakukan tele-medicine.

Selain itu, untuk menghadapi Krisis Pangan Global, pemerintah menghimbau masyarakat di pedesaan untuk menanam bahan-bahan makanan pokok masyarakat seperti ubi, singkong, dan lainnya. Adapun selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang selama ini mengandalkan impor dari negara luar, Indonesia juga bisa membuka lapangan pekerjaan di pedesaan.
Mengenai lapangan pekerjaan yang berkurang secara signifikan selama pandemi ini, dr Tirta dan teman-teman secara positif mengatakan bahwa dengan tim relawan dapat menemukan bahan material lokal yang distandardisasi oleh WHO, Indonesia dapat menjadi salah satu negara pengekspor barang-barang seperti masker dan APD untuk negara lain. Artinya akan banyak vendor yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru untuk memenuhi kuota permintaan APD untuk kurang lebih dalam jangka waktu yang lama.
Sebagai penutup, Doni memberikan sebuah gambaran yang sangat baik untuk dimengerti oleh masyarakat yakni bahwa Indonesia ibarat sebuah Kereta. Presiden Jokowi adalah Masinis, Doni adalah Kondektur dan kita semua sebagai penumpang. Untuk sampai ke tujuan, semua penumpang harus mendengarkan anjuran dari kondektur yang merupakan perpanjangan tangan dari masinis. Karena keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi negara.
Devina