Kreatifitas seorang seniman sejati ibarat air mengalir tiada henti meski prosesnya tak selalu mulus sesuai harapan. Ini pula yang dialami Warpan Djoyo, seorang seniman pelukis (artist) asal Indonesia, yang berhasil melebarkan karir lukis profesionalnya di pasar Australia.
Terinspirasi oleh sang ayah yang merupakan seniman pengrajin kayu dan saudara kembarnya yang juga hobi melukis sedari kecil, seniman berusia 37 tahun ini mengaku baru menekuni profesi lukis profesional di tahun 2010 silam. Sedari SD hingga tamat SMA, seniman yang disapa Warpan ini cukup aktif melukis untuk menyalurkan hobi dan kreatifitasnya di atas kanvas. Lukisan-lukisan tersebut masih lengkap Ia simpan di kota asalnya, Bojonegoro.
Saat Ia memutuskan untuk pindah ke Surabaya demi melanjutkan pendidikannya, ia sempat meninggalkan rutinitasnya berkreasi dengan oil dan kanvas. Rupanya, jurusan Marketing Management yang diambil semasa kuliah membawanya bekerja di perusahaan Unilever selama 8 tahun. Selama itu pula, ia mengaku berhenti melukis lantaran kesibukan pekerjaan.
Namun, karena jiwa seni dan kecintaannya terhadap seni lukis tak dapat diabaikan, Warpan kemudian memutuskan untuk berhenti bekerja dan pindah ke Bali. Di Pulau Dewatalah, ia kembali melukis hingga memiliki gallery pribadi di Ubud. Keinginannya untuk tetap berkembang ke ranah internasional terus Ia kejar hingga ke tanah Australia.
Dimulai Lewat Gumtree dan Ebay
Memulai karir lukisnya di Australia bukanlah hal yang mudah. Ia mengaku belajar banyak di 2 tahun pertama saat tinggal di Perth dulu, saat ia menjual karya lukisnya lewat situs Gumtree dan Ebay. Meski mendapatkan hasil materi dari tiap lukisan yang terjual, ia kerap merasa sedikit kehilangan ketika karyanya yang pernuh makna jatuh ke tangan pembeli.
Rintangan-rintangan juga pernah silih berganti datang menghampiri karir lukisnya. Sebelum terdaftar di National Registry of Australian Art and Artist (NRAAA) pada 3 tahun silam dan mengikuti 9 exhibitions di seluruh Australia, karya lukisnya dulu kerap kali di tolak untuk ikut pameran lukis. Tetapi penolakan tersebut tak menyurutkan usaha dan kerja kerasnya untuk tetap berkarya. Hingga kini, sudah ada 43 karya lukisannya dengan hak cipta legal dan beberapa diantaranya digunakan untuk produk fashion oleh beberapa brand dunia, salah satunya oleh perusahaan fashion dari Amerika Serikat.
Tak Dapat Melihat Warna Dengan Sempurna
Salah satu keunikan terbesar dari karya Warpan terletak pada warna-warna yang ia pilih tulus dari lubuk hatinya. Seniman berbakat ini ialah partial colour blindness (buta warna sebagian), yang menghambatnya melihat warna dengan sempurna. Namun, ia tak mengkeluh-kesahkan kekurangannya ini karena yakin lukisan adalah ekspresi dan perasaan murni si pelukis. “Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar karena semua itu ialah hasil kreatifitas dari hati dan memiliki makna tersendiri,” ucap seniman yang menggemari pelukis legendaris Vincent Van Gough.
Menurutnya, ada kesulitan lain yang lebih penting, yaitu ketika mood turun dan kurangnya ide-ide baru. Ini merupakan hal yang wajar dan biasa dialami seniman, dan Warpan mengatasi hal ini dengan berhenti melukis sejenak dan melakukan aktifitas lain, contohnya memasak. Dengan begini, Ia bisa mengalihkan fokusnya agar tak terjebak pada pikiran buntu yang memaksanya untuk berkreasi.
Di momen yang tepat dan suasana yang mendukunglah, stok oil dan kanvas kosong siap menyambut ide-ide kreatif Warpan, yang seolah lupa akan waktu dan tenaga.
Mewariskan Karya Berkualitas
Seniman yang telah menetap di Melbourne sejak tahun 2014 silam ini berharap pelukis-pelukis Indonesia dapat fokus untuk menghasilkan karya yang berkualitas. Bermodalkan kualitas inilah, karya-karya mereka dapat lebih dihargai oleh penikmat karya lukis di seluruh dunia.
Selain ingin lebih aktif mengikuti pameran lukisan, serta fokus pada penjualan online dan fashion copyright, Warpan berharap ia dapat menghabiskan masa tuanya kembali ke tanah air. Ia ingin terus melukis untuk koleksi pribadi dan mewariskannya untuk anak dan cucunya kelak.
Octa
Foto: koleksi pribadi