Akhir Agustus lalu, ruang bioskop ACMI (Australia Centre Moving Image) ramai oleh pengunjung yang hendak melihat festival film kolaborasi antara Indonesia dan Australia. Ajang yang diberi nama ReelOzINd! ini merupakan kompetisi film pendek bertemakan “tetangga” yang diselenggarakan oleh sebuah organisasi pecinta Indonesia, AIC (Australia-Indonesia Centre). Digelar dari pukul 7 hingga 9 malam, festival ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman budaya antara warga Australia dan Indonesia melalui medium film.

Malam itu, ReelOzINd! dibuka oleh Ketua Panitia Dr Jemma Purdey. Beliau mengungkapkan kegembiraannya tentang acara tersebut. Menurutnya, kualitas film Indonesia tak kalah dengan film-film luar negeri lainnya dan sudah sepatutnya kedua negara tetangga ini bisa lebih saling mengenal. Tak ketinggalan, Konsul Jenderal Dewi Savitri Wahab turut hadir sekaligus memberikan kata sambutan dimana beliau mengungkapkan kebanggaannya terhadap jalinan kerjasama semacam ini. Acara kemudian dimulai dengan menayangkan beberapa buah film pendek hasil karya para finalis.

Sekiranya terdapat 20 film pendek yang menjadi finalis dari 100 peserta yang mendaftarkan diri. Dari 20 film pendek inilah terdapat beberapa nominasi yakni, Best Documentary yang dimenangkan oleh Mata Elang; Best Animation dimenangkan oleh Dog and Robot; Best Collaboration and special mention dimenangkan oleh Miner’s Walk: Supeno; dan Best Fiction or Best Film dianugerahkan kepada film berjudul Amelis.

Film-film yang berhasil tampil sebagai juara dinilai berdasarkan kesinambungannya dengan tema tahun ini, yakni “neighbor atau tetangga”, dan bagaimana film itu bisa menyampaikan sebuah cerita yang menarik dan dapat diterima dengan baik oleh penonton.

Semua hasil karya diseleksi oleh 6 juri yang ahli di bidangnya, yakni produser kenamaan Mira Lesmana; produser/sutradara Riri Riza; Kepala Fakultas Seni di University of Western Australia Krishna Sen, dosen serta peneliti di Universitas Gadjah Mada Novi Kurnia, produser Andrew Mason, dan penulis naskah/sutradara/produser Tom Gleisner.

Ditanya mengapa mengusung tema “tetangga”, Jemma menjelaskan ini berdasarkan hubungan nyata kedua negara. “The concept came because of Indonesia and Australia actually neighbors. Kita bisa mengembangkan tema ini ke hal lain, seperti community, family resonates, friendships, that are still fit into the main theme,” ujar peneliti Fakultas Seni Monash University itu. Usai pemutaran festival film ReelOzINd!, Jemma pun mengungkapkan makna dibalik ajang tersebut. “We are neighbors, lets get to know each other. I find Indonesian films are interesting. There is a way to tell the world about Indonesian film, and I believe this is a good platform to start,” ungkapnya seraya tersenyum bangga.

Sesi tanya jawab dilangsungkan pada bagian akhir acara dengan dipandu oleh kritikus film Peter Krausz. Hadir sebagai narasumber adalah salah satu dewan juri, Andrew Mason; pemenang Best Animation Dog and Robot, Blair Harris; dan Jemma Purdey sendiri.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah ketika seorang penonton berlatarbelakang Indonesia mengutarakan keberatannya akan film terakhir, Amelis. Pada film pendek berdurasi 5 menit tersebut, diceritakan bagaimana seorang pria membawa pulang jasad ayahnya dari rumah sakit, namun pilihan untuk menggunakan jasa mobil ambulans tidak memungkinkan karena biaya yang tak sanggup ia bayar. Pria muda ini pun mengusahakan segala cara agar jenazah sang ayah dapat segera dikebumikan.

Menanggapi keberatan tersebut, Jemma mengatakan bahwa Amelis terinspirasi dari keadaan sesungguhnya. “I was having a conversation with the film maker, Dery Pernanda. He said that this is actually based on a true story. It is quite often happen in Indonesia when people find it hard to bring their loved ones to go back to their villages to burry them,” papar Jemma. Andrew lanjut menjelaskan bahwa suguhan sebuah sudut pandang melalui film adalah tanggung jawab si pembuat film. “It will be the film maker chances to produce another movie with a different perspective compared to the first one,” ungkap Andrew.

Sebelum menutup rangkaian ReelOzINd! Peter menyampaikan rangkuman opininya, “a film is not produced to enforce the same thing, rather, it is supposed to challenge the audience to think more. It requires for a critical thinking to process it,” tutup sang kritikus.

***

Blair Harris ‘Dog and Robot’

Blair HarrisBlair mengungkapkan kebahagiaannya setelah karyanya berhasil mendapatkan predikat Best Animation. “It’s a really good experience. It’s the first short film competition that I have entered, I am really happy to be selected,” ujarnya.

Ditanyai perihal ide dibalik cerita Dog and Robot, Blair menceritakan inspirasi itu datang ketika dia menonton sebuah film. “The idea comes from a couple of places. One is having a dog as myself in the family, and the other is I had experience of seeing a movie with a cleaning robot before… I sort of think that I could tie it with the companionship with a dog, and in a slightly future setting,” tutur pria yang saat ini sedang bekerja sebagai TV commercial editor dan motion graphic designer itu.  

Blair pun berharap untuk dapat berpartisipasi lagi tahun depan sebab baginya ajang ini mampu membawa dampak positif. “I think it’s a great initiative to create this event, it’s really good for both countries. And it’s good to see Indonesian films… I was surprised when I look at the Indonesian films’ quality. It is really amazing. For next year, I will see if I have some chances to enter another film,” jujur pria berambut cokelat tersebut.

 

** Apa Kata Mereka **

Dr Jemma Purdey, Research Fellow Australia-Indonesia Centre, Kepala Komite ReelOzINd!
Dr Jemma Purdey, Research Fellow Australia-Indonesia Centre, Kepala Komite ReelOzINd!

Jemma sangat berharap kedepannya akan lebih banyak lagi penonton yang datang. Sejauh ini kebanyakan orang yang berpartisipasi berasal dari Indonesia. “Two thirds of the total participants are Indonesians, and the rest are Australians. I hope that momentum will build and people will hear about it more, and more Australians are more willing to enter this competition as well. I hope that there are growth in the audience, beyond the people that are already interested,” tutur Jemma.

 

Elisabeth, Guru Bahasa Indonesia di Laverton
Elisabeth, Guru Bahasa Indonesia di Laverton

“Bagus, saya terkesan. Pilihan juri tepat sekali. Saya kira ini merupakan kesempatan yang bagus untuk menunjukkan kekreativitasan anak muda Indonesia dan Australia. Saya sangat suka film terakhir (Amelis), sangat menyentuh, dan itu memang dari kisah nyata. Hal yang menggembirakan lagi, ketika saya dengar tadi film Indonesia menang di ajang internasional, itu merupakan pembuktian bahwa kualitas film Indonesia memang semakin meningkat. Semoga di lain kesempatan Indonesia lebih dapat unjuk diri.”

 

Stella Rambitan, Film Enthusiast
Stella Rambitan, Film Enthusiast

“Banyak juga film ini yang tak terduga, I wish there were more. Seru karena banyak karya anak universitas yang kita tahu, seperti salah satunya UMN (Universitas Multimedia Nusantara). Tadi juga disampaikan bahwa salah satu orang Australia kaget dengan kualitas gambar orang Indonesia yang bagus, dan saya sendiri juga kaget. Karena selama ini yang saya lihat di bioskop itu yang biasanya dijual secara komersil, tapi ternyata anak-anak bangsa sudah sebagus ini karyanya! Dan makanya saya sangat setuju sekali dengan Jemma, Ketua dari acara ini, bahwa ini merupakan kesempatan bagus buat para film maker dari Indonesia dan kasih tunjuk bahwa ini lho kualitas film Indonesia sudah sampai tahap ini.

Saya berharap untuk pemerintah Indonesua bisa mendukung film kita sendiri, karena kadang kita juga masih punya mindset skeptical tentang film Indonesia, dan menurut saya acara seperti ini yang telah memberikan kesempatan buat Indonesia untuk unjuk gigi.”

 

Alifia