Berbicara mengenai isu kesehatan mental tidak ada habisnya. Jelas sekali bahwa kesehatan mental mempengaruhi seseorang untuk bisa merasakan, berfikir, berperilaku dan berhubungan dengan sesama. Mungkin di Indonesia kesehatan mental atau mental health issue masih belum mendapat perhatian yang serius, ditambah lagi para penderitanya yang seringkali mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Namun sebaliknya, mempromosikan kesehatan mental dan mencegah penyakit mental adalah bagian dari agenda politik di Australia selama bertahun – tahun.

Beruntung sekali, ada seorang perwakilan Indonesia yang saat ini menjadi Multicultural Ambassador di Mental Health Foundation Australia untuk Indonesian community. Adalah Santi Whiteside yang sangat peduli dengan isu kesehatan mental dan saat ini menjadi multicultural ambassador untuk memberikan pemahaman ke masyarakat akan pentingnya kesehatan mental.
Awal keterlibatan Santi sebagai multicultural ambassador dimulai dari keaktifannya di berbagai organisasi Indonesia. Selain itu dirinya juga aktif dalam kegiatan lain seperti menulis di majalah, broadcast di radio untuk Bahasa Indonesia serta perform dalam Australian Day. Dirinya yang menyukai hal-hal yang berbau culture membuat Mental Health Foundation tidak ragu untuk menawarkannya untuk menjadi bagian mereka. “Saya suka dengan hal yang multiculture. Selain Indonesia, saya juga belajar budaya lain seperti India, Korea dan Malaysia,” ungkap Santi.
Wanita yang sudah di tinggal di Melbourne selama 25 tahun ini mengungkapkan bahwa ketertarikannya akan isu kesehatan mental dimulai dari pengalaman pribadinya sendiri. Awal menikah dan pindah ke Australia dikatakan Santi memiliki banyak tantangan, yang antara lain adalah perasaan kesepian dan culture shock. Ditambah lagi pada saat itu ayahnya meninggal di Indonesia, dimana Santi tidak bisa pulang ke Tanah Air. Dia juga kerap menerima bully dari beberapa orang ketika memutuskan untuk pindah ke Australia. Santi yang tinggal di keluarga besar merasa belum terbiasa dengan gaya hidup di Australia yang individual. “Kalau sekarang sudah ada sosial media dan segala macam ya. Restoran – restoran Indonesia juga sudah banyak. Beda dengan jaman dulu yang terbatas sekali,” katanya.
Segala macam penderitaan psikologis yang dialami Santi mereda dengan mulai bergabungnya beliau dengan Mental health Foundation. Ditambah lagi, pengalaman berharga tersebut membuatnya terinspirasi untuk membantu mereka yang membutuhkan pertolongan terkait dengan kesehatan mental. Santi ingin membantu jika ada mereka yang ingin sekedar berbagi atau membutuhkan pertolongan, tapi tidak tahu harus pergi ke mana.

Selama dua tahun menjadi ambassador, Santi memiliki peran untuk mempromosikan dan menyebarluaskan bahwa isu kesehatan mental itu sangat serius. Menurutnya, mental disease adalah pembunuh ke dua setelah penyakit kanker. Sehingga sangat penting untuk melakukan pencegahan. Di sisi lain, sebagai ambassador dia juga bisa menyediakan fasilitas misalnya untuk bertemu dengan psychiatrist atau counselling atau bahkan menyediakan lawyer untuk kasus tertentu seperti kekerasan seksual.
Berbicara mengenai kesannya sebagai ambassador, Santi mengungkapkan bahwa dia memiliki pengalaman dimana pada saat itu ada orang non-Indonesia yang dia undang untuk bergabung dalam seminar untuk Mental Health Foundation. Tapi bukannya ditanggapi dengan baik, orang tersebut menjawab “I am not crazy, I am ok with that.” Di situlah dia merasa bahwa masih banyak orang yang menganggap bahwa isu kesehatan mental berkaitan erat dengan schizophrenia atau semacamnya.
Santi mengungkapkan rasa syukurnya bahwa pada saat ini banyak orang Indonesia yang sudah mulai tahu dan sudah tidak malu – malu untuk menceritakan masalahnya atau meminta pertolongan. Menurutnya sekarang sudah semakin praktis karena sudah ada hotline dan bisa direct langsung. Di sisi lain, semua masalah akan dijaga kerahasiannya.
Banyak permasalahan yang dialami warga Indonesia yang dinilai Santi karena adanya tekanan sosial dari masyarakat Indonesia sendiri. Banyak sekali kecemburuan sosial yang dialami antar sesama Indonesia. Orang Indonesia di Australia juga sering merasa culture shock karena banyaknya kemudahan hidup yang dialami mereka di Indonesia sebelumnya. Masalah kesehatan mental juga banyak dialami oleh mahasiswa Indonesia di sini. “Banyak yang merasa stress karena ujian atau tekanan dari orang tua yang mengharuskan mereka untuk achieve terlalu tinggi,” pukasnya.
Banyak hal – hal menarik yang dialaminya dengan menjadi multicultural ambassador, seperti breakfast dan meeting dengan Menteri Kesehatan, Parlemen Australia, kampanye dalam bentuk fun walk, art exhibition serta kegiatan – kegiatan untuk mempromosikan budaya.
Santi berpesan untuk semua teman – teman, saudara – saudara dan adik – adik kalau merasa bingung harus berbuat apa, malu untuk ngobrol atau mengutarakan perasaannya, harus meminta pertolongan dan jangan disimpan sendiri. Karena kalau disimpan akan semakin parah. “Pokoknya harus mencari solusi dan bantuan yang sudah ada di mana – mana, terutama di Australia ini,” tegas Santi.
Niar