“being able to understand others, at the same time berdiri atas stance sendiri”
Pengalaman kuliah di luar negeri dapat juga menghadirkan kesempatan belajar dari pengalaman di luar mata kuliah. Bagi sosok Reva Feriando, berorganisasi dapat menjadi salah satu cara. Mahasiswa jurusan Politics and International Studies di University of Melbourne tersebut sudah pernah ambil bagian dalam berbagai program sosial di masa SMAnya di sekolah Binus Simprug, contohnya program bernama Healthy Kids Club dimana ia membantu mengajar Bahasa Inggris untuk anak-anak di daerah pelosok di sekitar sekolahnya serta membantu merenovasi perpustakaan dan donasi buku-buku untuk sekolah Bintang Nusantara di Jakarta Utara.
Sebelum memilih untuk mendalami dalam jurusan yang ia tekuni sekarang, ternyata pria yang kerap disapa Ando ini pernah juga mendalami jurusan kedokteran selama 6 bulan di Universitas Indonesia. Namun di tengah perjalanan belajar ia merasa bahwa jurusan tersebut tidak cocok untuknya. Setelah mempertimbangkan, ia mendapatkan sebuah masukan dari orang tuanya yang merasa bahwa studi politik cocok untuknya. Hal tersebut juga dapat terlihat dari partisipasinya di badan eksekutif mahasiswa dalam divisi internal selama di UI serta kegemarannya menonton berita dan mengikuti berita terkini sejak kecil.
Ando pertama kali tahu tentang PPIA pada tahun pertama kuliahnya dari teman-temannya yang sudah datang ke Melbourne lebih dulu. Setelah mendengar lebih, ia pun merasakan sebuah nostalgia dalam mengikuti dalam sebuah kepengurusan dalam sebuah organisasi, yang membuatnya mendaftar terlebih dahulu di divisi eksternal dan welfare di PPIA Unimelb. “Di sana saya terexpose dengan PPIA lain, terexpose struktur PPIA secara keseluruhan,” ujar alumni Trinity College Foundation Studies tersebut.
Selama setahun bekerja bersama PPIA Unimelb, Ando merasa menjadi lebih peduli terhadap organisasi tersebut dan melihat bahwa ada potensi yang bisa dikembangkan lebih. Kesempatan menjadi ketua pun ia ambil dan dijadikan sebagai motivasi untuk berkontribusi dan mendedikasikan diri lebih, serta belajar pengalaman yang baru. “Visi secara keseluruhan we want to ensure semua aspiranya [para member] bisa disampaikan melalui kita, kita bisa satisfy apa yang mereka inginkan, itu lewat diversity of our events,” ujar pria asal Jakarta itu semangat.
Dengan demikian, sebagai Presiden periode tahun ini, Ando yang sedang menjalankan tahun kedua kuliahnya ingin menekankan peningkatan hubungan eksternal PPIA Unimelb dengan ranting lainnya serta organisasi dan komunitas Indonesia lainnya. Salah satu cara adalah dengan memberdayakan platform milik PPIA Unimelb, contohnya Indonesia Film Festival, Perspektif Magazine, dan mengembangkan lebih acara art installation bernuansa Indonesia bernama Artifact yang baru diadakan tahun lalu.
Dalam menjalankan organisasi, pria dari tiga bersaudara ini merasa bahwa pasti akan ada tantangan. Salah satunya tantangan dalam sisi internal yaitu perdebatan antara para anggota. “Leader harus bisa maintain that organizational coherence, jangan sampai mereka terpecah belah,” tutur pria yang melihat ibunya sebagai sosok idola. Selain itu, ada juga tantangan meneruskan antusiasme pelajar Indonesia terhadap PPIA di kemudian hari.
Pendirian Artifact pun menjadi salah satu cara menjawab tantangan ini. Baginya sebagai ketua, tantangan yang ia rasa akan dihadapi adalah bagaimana membuka lebar pintu bagi ide dan menaruh pola pikir yang juga berdampak positif bagi komite berikutnya.
Menjadi bagian dalam sebuah organisasi dapat membuka kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar soft skill yang bisa berguna di masa depan. Ando berharap komite tahun ini dapat belajar dari kesempatan ini sebanyak-banyaknya, baik tentang dirinya sendiri atau dari orang lain, dan mendukung satu sama lain.
Tak lupa juga ia menyampaikan pesan pentingnya mahasiswa Indonesia di Melbourne menjadi bagian dalam sebuah komunitas. “Jangan pernah takut mencoba sesuatu yang baru, dan mencoba sesuatu yang belum pernah terbayangkan. Being a part of a community itu ujungnya belajar,” ujar Ando yang percaya bahwa menjadi bagian dalam berorganisasi bisa melatih diri membangun toleransi. “It means being able to understand others, at the same time berdiri atas stance sendiri,” tutupnya.
Denis