Ajang pameran film-film pendek karya filmmaker Indonesia dan Australia juga dari negara lain akhirnya tiba di Perth pada penghujung November silam. Bayliss Lecture Theater menjadi saksi pameran apik dari 11 film pendek. Penonton berbondong-bondong datang demi menyaksikan karya-karya memukau tersebut.
Bertema “Youth”, ke-11 film tersebut mengeksplorasi berbagai macam perspektif remaja. Acara dimulai dengan film The String, mengisahkan seorang gadis yang menonton tv. Ia lalu kepincut dengan ketampanan seorang idola, lalu terjerat olehnya. Film ini, menurut pemahaman penulis, menyindir realitas yang terjadi di dunia nyata. Banyak fans-fans yang begitu fanatik mencintai sang idola kesayangan.
Film-film berikutnya juga sangat berkesan. Ada yang menceritakan kisah seorang Tionghoa saat pelayatan dengan judul Deep Condolences sampai Life of Death yang mengisahkan kehidupan Grim Reaper. Meskipun tidak semua film mengandung unsur Indonesia, atau secara spesifik menjelaskan kejadian-kejadian di Australia, penonton tetap dapat menikmatinya dengan santai sekaligus serius.
Film yang ditampilkan juga sarat filosofi menarik. Salah satu contohnya adalah film Unbalanced Corner, Unfinished Book yang mengangkat isu feminisme. Diceritakan sang perempuan ingin membaca buku, namun diminta untuk mencuci pakaian dan pekerjaan rumah lainnya. Ketika selesai mengerjakannya, sang perempuan memang kemudian dapat kembali membaca, namun hal itu bukan terakhir kalinya ia mencuci.
Mengenai film-film yang diangkat dari kisah nyata, Starting from Scratch dan Daily Bread menjadi dua film yang sungguh memukau. Starting from Scratch menceritakan kisah seorang rapper jalanan yang berusaha keras untuk menjadi penyanyi besar. Daily Bread mengangkat isu penjajahan Jepang yang juga diangkat dari kisah nyata. Kedua film tersebut mendapat sambutan yang sangat baik, dan juga memiliki twist yang cukup menarik.
Antusiasme penonton datang dari berbagai lini masyarakat. Penonton bukan saja datang dari masyarakat Indonesia, tetapi juga Australia dan lainnya. AIYA sebagai host acara, membantu terlaksananya acara tersebut. Dengan newsletter dan berita dari AIYA, banyak pengunjung dapat hadir ke acara tersebut.
Di penghujung acara, film maker muda berusia 19 tahun Radheya Jegatheva hadir untuk membuka sesi tanya jawab mengenai filmnya, iRony. Film tersebut menggambarkan keseharian kita yang sibuk dengan media sosial serta gadget-nya, ironis. Film yang sudah memenangkan 88 penghargaan dan konon masuk kualifikasi penghargaan Oscar ini memang sempat bikin heboh publik. Ketika ditanyakan dari mana ia belajar membuat film pendek tersebut, tutorial online menjadi salah satu alternatifnya untuk belajar pembuatan film.
Kehadiran ReelOz memberi perspektif berbeda untuk penonton dan patut diapresiasi. Harapannya, medium film pendek juga makin dicintai dan banyak ditonton.
Apa Kata Mereka
Alice, Pelajar
It is great opportunity to see the other culture from different perspective.
Ari Rakatama, Mahasiswa S3
Acaranya bagus, meningkatkan pemahaman antara dua komunitas pemuda Indonesia dan Australia melalui film-film pendek yang menjadi media alternatif dalam menyampaikan pesan.
Ridho Aditya Gumilang, Juru Masak
Konten acaranya bagus. Banyak mengangkat sudut pandang yang sebelumnya tidak terlalu akrab. Yang paling berkesan short movie berjudul ‘Daily Bread’, singkat tapi sangat mengena.
Lasmi Raspati, Mahasiswa S2
Selain media informasi, screening film pendek seperti ini dapat membuka ruang berkarya dan apresiasi untuk para filmmaker muda. Yang menarik, setiap film pendek yang ditampilkan malam ini menyajikan beragam angle yang mendalam meski dalam waktu yang singkat.
Kevinng