Ada hal istimewa yang diadakan pada awal Desember 2019 bertempat di 2 Treasury Place, East Melbourne. Dalam gedung yang dimiliki oleh Victorian Department of Education, hari itu menjadi saksi berkumpulnya berbagai kalangan dari berbagai daerah di Australia untuk menghadiri acara penghargaan untuk lomba berpidato Bahasa Indonesia, National Australia Indonesia Language Awards (NAILA 2019).

Kompetisi yang sudah mencapai tahun kelima ini diluncurkan oleh lembaga non pemerintah yang bertujuan menghubungkan komunitas pemuda kedua negara, Australia Indonesia Youth Association (AIYA). Menurut Shiela Hie dan Melanie Kilby, peran NAILA menjadi sangat penting terutama dalam situasi dimana jumlah pelajar Bahasa Indonesia di Australia berada di titik terendah dalam 40 tahun. “We want to promote, to reward, and we want to incentivized Indonesian Language learners for their proficiency,” ucap Sheila dan Emily tentang salah satu tujuan mempromosikan Bahasa Indonesia lewat lomba pidato.
Antusiasme terhadap Bahasa Indonesia tetap tinggi, terbukti dengan adanya peningkatan jumlah aplikasi kontestan tahun ini yang mencapai lebih dari 100. Kompetisi NAILA menjadi menarik karena setiap tahunnya menampilkan tema yang berbeda-beda. Untuk tahun ini, temanya adalah “lingkungan”. Tema pun dipilih berdasarkan pemilihan suara dari komunitas NAILA. “It’s very appropriate in terms of how Bali recently introduced the plastic ban and in Australia as well, everyone’s become more conscious in preserving the environment. So we thought that’s definitely a perfect theme to have the conversation on,” tambah sang kedua direktur.

Ucapan dari Konsul Jendral Ibu Spica A. Tutuhatunewa yang mengutarakan betapa pentingnya membahas tentang lingkungan oleh kalangan pemuda pemudi Indonesia dan Australia turut disampaikan. Kompetisi pidato ini menghadirkan beberapa kategori, terdiri dari Primary, Middle, Tertiary dan Executives. Ada juga kategori lainnya seperti Wildcard yang mencakupi warga negara Australia, Permanent Residents, dan juga Warga Republik Indonesia yang menjalani program postgraduate di universitas. Selain individu, kelompok juga dapat ikut serta melalui kategori People’s choice.

Joel Blackwell, Executive Director untuk International Education division di Victorian Department of Education and Training, turut hadir pada sore itu. Beliau menuturkan bahwa Victoria merupakan pusat dimana Bahasa Indonesia paling banyak dipelajari di sekolah dibanding daerah lainnya di Australia. “I would like to commend the efforts of the committees, but also all the participants. You are at the vanguard, visionaries, you are looking 20-30 years ahead of where we need to be. And by you continuing to lead the way in learning about each other’s culture and language, both Indonesia and Australia will thank you in 20-30 years time,” tutur Joel sambil berharap kesabaran dan kerja keras dapat berbuah bagi hubungan Indonesia dengan Australia, seperti hubungan Victoria dengan provinsi Jiangsu, Tiongkok, yang sudah sangat berkembang sekarang dibanding 40 tahun lalu ketika kerjasama kedua provinsi dimulai.
Menarik lagi dilihat bahwa juri NAILA 2019 terdiri dari Andrew Parker dari Asia Practice team di PriceWaterhouseCoopers, Adjunct Professor Colin Brown dari Griffith Asian Institute di Griffith University, ada juga Tati Carlin dan Jessica Liemantara, mantan kontestan Masterchef Australia. Sayangnya para juri tidak bisa hadir pada malam tersebut karena terbentur dengan jadwal.

Dengan penuh percaya diri, para pemenang pidato mulai dari usia belia hingga dewasa, membacakan pidato mereka dalam Bahasa Indonesia dengan begitu lancar. Primary Awardee dianugerahkan kepada Bronte Halden, Middle Awardee kepada Sophie Wherrett, dan Tertiary kepada Samirah Yip. Kategori Wildcard dimenangkan oleh Nita Novianti, yang membacakan puisi karya Dorothy Mckaller, yang Nita terjemahkan ke Bahasa Indonesia. Puisi berjudul My Country ini ia sampaikan untuk mengingatkan pentingnya mencintai lingkungan dan Tanah Air, dan dipersembahkan untuk korban kebakaran di NSW tahun ini.
People’s Choice Award dinobatkan kepada Kenez dan Blake, yang menceritakan langkah-langkah dini yang diajarkan kepada mahasiswa di sekolahnya tentang cara menjaga lingkungan.
Selain lingkungan dalam aspek alam, ada juga beberapa yang berpidato tentang lingkungan dalam aspek sosial. Contohnya pidato dari Callum Lowe, pemenang Tertiary Awardee 2019 yang menyentuh tentang resiko urbanisasi yang bisa berdampak hilangnya budaya bahasa daerah jika anak tidak dibesarkan di lingkungan yang cocok untuk mewariskan budaya bahasa dan daerah.

Ada juga Jane Ahlstrand, pemenang Educator’s Awardee, dengan pidatonya yang menyinggung tentang situasi krisis dan pentingnya mengembangkan pembelajaran Bahasa Indonesia di Australia. Anastasia Pavlovic, pemenang kategori Awardee, menyambungkan isu kesehatan bagi wanita dengan mengurangi dampak lingkungan lewat penggunaan menstrual cup sebagai alternatif terhadap pembalut.
Selamat kepada para pemenang! Sungguh indah dapat melihat banyak sekali antusiasme di luar negeri terhadap Bahasa Indonesia.
Apa Kata Mereka
Samirah Yip, pemenang kategori Tertiary

One of the teachers at my school encouraged me to compete, she’s heard about it for years, she’s had a few girls from our school participate on previous years. At first I was overwhelmed completely, I have no idea, it really took me by surprise. But now I’m so happy to be here, and see all the people who started this amazing organization, and building my connection because I want to go do business in the future and I can use my Indonesian skills, so yeah I can use this as an opportunity.
Dominic Nguyen, saudara Sophie Wherrett

I know about this from my niece, she lived in Indonesia for 5 years, She joined this competition and won the award, I came along to support her. I think the event is good in terms of getting to know more about our neighbour country, Indonesia. Coming to this event, I learned a lot about Indonesia, and I really enjoy the traditional culture dance.
Michael Anderson, mahasiswa History di University of Melbourne

I got involved with NAILA 5 years ago, and I saw something on Facebook. I was already slightly involved with AIYA and I saw this advert in Facebook, they’re looking for people interested in volunteering to run a new initiative and from there I got involved. 5 years anniversary is always a special event, and having it in this fantastic venue, having a mixed of people from the academic world, business, journalistic background, and it’s always so great to bring together people right from primary school to the executive levels, working in Indonesia for decades and get them to interact with one another, and I suppose share with the younger kids just what is possible, it’s very exciting.
Denis