Menjadi seorang ibu yang memiliki kewajiban besar untuk membina keluarga dan merawat anak – anaknya dengan baik bukanlah hal yang mudah dilakukan. Apalagi jika ibu tersebut bersama keluarganya harus bermigrasi ke negara lain dan merawat keluarganya di tanah rantauan. Banyak tantangan yang pastinya dihadapi mulai dari persoalan kultur yang berbeda, sistem yang berbeda, serta tekanan – tekanan lainnya.
Bisa kita bayangkan bahwa dengan banyaknya warga Indonesia yang bermigrasi ke Australia, pasti banyak sekali cerita pengalaman para ibu ketika hijrah dan mengurus rumah tangganya di negeri ini. BUSET berkesempatan untuk berbincang dengan tiga ibu yang saat ini tinggal di Melbourne. Ibu – ibu tersebut berbagi pengalaman yang menarik serta harapan mereka.
Maya, ibu dengan 1 anak

Bisa ceritakan kapan dan alasan pindah ke Australia?
Saya pindah tepatnya setahun yang lalu, akhir Agustus 2018. Alasannya karena harus mengikuti pekerjaan suami yang berkantor di Melbourne.
Bagaimana pengalaman adaptasi di Australia pada awal perpindahan?
Awalnya cukup sulit karena saat kita tiba masih di saat musim dingin, tetapi beruntung perusahaan tempat suami saya bekerja memberi akomodasi selama sebulan di city centre, jadi lebih memudahkan. Selain itu kita juga harus mencari sekolah yang tepat untuk anak. Apalagi anak saya belum terbiasa dengan Bahasa Inggris dan lingkungannya di sekolah.
Tantangan dan kesulitan apa yang ditemui ketika tinggal di Australia sebagai seorang ibu dan istri?
Tantangannya sebagai seorang istri, di sini saya harus terbiasa untuk multi-tasking, semua dikerjakan sendiri, mengurus rumah, mulai dari belanja, masak dan beberes rumah. Sementara di lain waktu sebagai seorang ibu, saya menjadi ibu yang full – time untuk anak saya seperti mengantar anak pulang pergi sekolah, bermain, serta mengajarkannya agar menjadi pribadi yang lebih baik. Kesulitannya, ketika kondisi sedang tidak fit, maka mau ga mau harus tetap survive dengan setiap keadaan.
Hal apa yang dirasa berbeda dalam mengasuh anak dan merawat keluarga ketika tinggal di Australia dan Indonesia?
Pola pengasuhan anak berbeda sekali. Ayah dan ibu punya peran yang besar sekali dalam mendidik anak, karena tidak ada bantuan dari orang lain. Juga, anak terbiasa harus disiplin dan mandiri, contohnya di sekolah anak saya, kinder-3, setiap anak kalau mau ke toilet terbiasa menyelesaikan semuanya sendiri dan minim bantuan.
Bagaimana Anda menyiasati kesulitan?
Saya mengatasinya dengan cara efektif dan efisien. Misalnya, jika tidak ada mobil, saya bisa menggunakan public transport. Selain itu, saya harus lebih terencana dalam mengelola setiap kebutuhan harian rumah tangga, karena saya tidak bisa belanja setiap hari.
Dampak positif apa yang dirasa dengan tinggal bersama keluarga di Australia hingga saat ini?
Positifnya, di sini kita merasa jauh lebih dekat dan terbuka satu sama lain. Saya dan suami saling membantu mengatasi setiap masalah, kita mencari solusi bersama apakah itu mengenai anak, pekerjaan, dan lainnya.
Jika ada pilihan untuk tinggal di Australia atau Indonesia sesuai kondisi Anda saat ini, mana yang lebih baik?
Menurut saya, saat ini Australia masih menjadi prioritas utama kami, apalagi suami saya sudah nyaman dengan pekerjaannya. Kualitas hidup juga lebih baik, udara lebih bersih, dan lebih banyak ruang terbuka hijau untuk anak saya bermain.
Fella, ibu dengan 1 anak

Bisa ceritakan kapan dan alasan pindah ke Australia?
Kami pindah pertengahan Agustus 2019 karena suami mendapatkan pekerjaan di Melbourne.
Bagaimana pengalaman adaptasi di Australia pada awal perpindahan?
Karena ini kedua kalinya keluarga kami pindah negara, adaptasi di Australia tidak terlalu sulit, malah pengalaman kami mulai dari hari pertama kedatangan dari proses immigrasi, transfer dan check-in ke apartemen kami sangat lancar, hanya kondisi kulit saja yang harus beradaptasi dengan cuaca dingin dan kering di Melbourne.
Tantangan dan kesulitan apa yang ditemui ketika tinggal di Australia sebagai seorang ibu dan istri?
Sampai hari ini adalah mencari pekerjaan, mendapatkan teman dan harus pintar – pintar membagi waktu untuk mengerjakan pekerjaan, seperti menyiapkan makanan untuk dibawa anak ke sekolah selama satu minggu.
Hal apa yang dirasa berbeda dalam mengasuh anak dan merawat keluarga ketika tinggal di Australia dan Indonesia?
Di Australia kita harus bisa mengerjakan segala sesuatunya sendiri, jika tidak ingin membayar cleaning service. Untuk pengasuhan anak, menurut kami tergantung dari parenting system agreed by the child’s parent. Kami selalu menjunjung beberapa nilai seperti saling menghormati, mengasihi, kejujuran, keberanian, hal – hal yang positif, serta saling memaafkan. Di Australia kami beruntung karena anak kami mendapatkan sekolah yang memberikan program belajar yang aktif dengan nilai – nilai seperti di atas.
Bagaimana Anda menyiasati kesulitan?
Harus proaktif mencari informasi, tidak malu bertanya dan selalu open minded.
Dampak positif apa yang dirasa dengan tinggal bersama keluarga di Australia hingga saat ini?
Kami percaya dengan sistem edukasi di sini yang lebih baik dari Indonesia, begitu pula dengan sistem transportasi, komunikasi, keamanan dan kebebasan berpendapat sehingga dampak positif hingga saat ini keluarga kami lebih happy dan aktif setiap hari.
Jika ada pilihan untuk tinggal di Australia atau Indonesia sesuai kondisi Anda saat ini, mana yang lebih baik?
Kami pilih di Australia, tepatnya di Melbourne.
Delvi, ibu dengan 2 anak

Bisa ceritakan kapan dan alasan pindah ke Australia?
Desember 2009 pertama kali ke sini, dengan membawa anak saya yang pertama umur 6 bulan waktu itu. Alasannya karena diajak suami. Sebenarnya waktu itu karir sudah bagus di Indonesia.
Bagaimana pengalaman adaptasi di Australia pada awal perpindahan?
Adaptasinya susah banget, terutama rasa kangen sama keluarga. Setelah 3 bulan tinggal di rumah pertama di Laverton baru saya tahu tetangga depan rumah orang Indonesia juga yang sudah 10 tahun duluan dari saya datang ke Melbourne. Jadi saya ada teman buat bertanya – tanya. Karena saya anak bungsu di keluarga dan selalu dilayani, di sini semua harus mandiri. Saya mulai belajar masak, membersihkan rumah dan mengurus anak.
Tantangan dan kesulitan apa yang ditemui ketika tinggal di Australia sebagai seorang ibu dan istri?
Tantangan yang paling berat waktu itu saya melahirkan anak kedua di tahun 2010 – yang tidak direncanakan, dan tidak ada keluarga yang datang dari Indonesia karena kesibukan mereka. Waktu itu banyak dapat bantuan dari tetangga, seperti mengantar ke rumah sakit dan mengurus anak pertama selama saya di rumah sakit. Akhirnya saya mengurus 2 bayi saat bersamaan. Seru sih, satu tangan suapin yang gede, satu tangan lagi nyusuin si bayi. Untungnya saya punya teman – teman baik di sini yang bantu masak makanan buat seminggu, jadi saya tinggal panasin saja. Sampai anak – anak masuk kinder, saya masih full – time mengurus mereka. Setelah mereka sekolah saya baru mulai kerja.
Hal apa yang dirasa berbeda dalam mengasuh anak dan merawat keluarga ketika tinggal di Australia dan Indonesia?
Yang berbeda mungkin etikanya. Sekarang anak – anak saya masukin ke sekolah Katolik karena keluarga saya di Indonesia religius sekali. Jadi saya mau anak – anak kalau pulang juga bisa adaptasi dengan mereka dan buat fondasi mereka juga.
Di Indonesia karena saya dari keluarga Batak, banyak sekali panggilan – panggilan ke saudara – saudara yang harus dihormati, itu agak susah buat anak – anak saya karena mereka biasa panggil nama saja di sini. Tapi saya usahakan mereka supaya ngomong sopan kepada yang lebih tua sesuai panggilan mereka masing – masing.
Anak – anak juga sekarang lebih mandiri dan bisa bantu saya di rumah karena mereka sudah 9 dan 10 tahun. Seperti, menyiram siram tanaman, ambil weed, ambil jemuran, dusting, masukin kain di laundry, merapikan tempat tidur, menyiapkan lunch box, menaruh bin sampah ke depan rumah, melipat baju, itu tugas – tugas mereka. Berbeda dengan saya waktu di Indonesia dan anak – anak kakak saya di Indonesia. Kerjaan rumah, pembantu yang mengerjakan.
Bagaimana Anda menyiasati kesulitan?
Parenting itu selalu belajar. Kadang saya belajar dari anak – anak saya. Kalau kita lagi main keluar, mereka bebas sekali lari – lari embrace the sun, ga ada khawatirnya. Jadi kadang – kadang kalau saya ada pikiran atau masalah, saya pergi ke pantai, meditasi atau memanggil teman buat ngopi bareng. Biasanya sih ga ada masalah yang ga selesai. Saya dan suami biasanya menyelesaikan berdua.
Dampak positif apa yang dirasa dengan tinggal bersama keluarga di Australia hingga saat ini?
Dampak positifnya, anak – anak bisa mendapatkan pendidikan yang bagus menurut saya daripada di Indonesia. Mereka happy sekolah, ga banyak PR. Berbeda dengan saya dulu, hari – hari saya banyak belajar, terus ujian, ulangan. Saya juga bisa belajar hal – hal baru yang tidak akan saya lakukan kalau saya di Indonesia, seperti membersihkan rumah atau memasak.
Jika ada pilihan untuk tinggal di Australia atau Indonesia sesuai kondisi Anda saat ini, mana yang lebih baik?
Tentu saja saya memilih tinggal di sini. Melihat keadaan di Indonesia seperti banyak bencana alam, demo, dan kebakaran hutan di Pekanbaru (tempat saya tinggal). Kakak saya waktu itu bilang ingin sekali lihat langit biru, seperti yang saya lihat di sini. Di sana mereka susah mengirup udara segar, di sini saya bersyukur sekali bisa dapatkan itu.
Saya sangat bersyukur dengan keadaan saya sekarang, yang penting anak – anak sehat, kita semua sehat. Itu yang paling berharga buat saya. Saya sangat menikmati bersama anak – anak sekarang, kemana – mana saya berusaha bawa mereka. Karena nanti kalau sudah umur 12 tahun, mereka bukan milik saya lagi, mereka milik temannya.
Niar