Sebagai tindak lanjut penyerapan aspirasi selama masa reses, komisi satu DPR-RI mengadakan Focus Group Discussion (FGD) terkait penerapan Dwi Kewarganegaraan di Indonesia. FGD ini diselenggarakan guna mendengar perspektif serta masukan baik dari Pemerintah, Komunitas Diaspora maupun Akademisi tentang topik terkait.
Pembicara di FGD ini antara lain adalah Prof. Satya Arinanto, S.H., M.H selaku Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Siti Nugraha Mauludiah, Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakt Indonesia di Luar Negeri, Dr. Dino Patti Djalal, Founder of Foreign Policy Community of Indonesia, Dr. Baroto, S.H., M.H, direktur tata negara, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementrian Hukum dan HAM, serta Suryo Widodo, Direktur Kontra Spionase, Badan Intelijen Negara (BIN).
Isu terkait dwi kewarganegaraan di Indonesia telah menjadi perbincangan lama nan hangat sejak 15 tahun yang lalu. Isu ini dekat kaitannya dengan Diaspora Indonesia, atau yang lebih dikenal sebagai Masyarakat Indonesia di Luar Negeri. Mereka adalalah WNI yang menetap di luar negeri, eks WNI, anak dari eks WNI, ataupun orang asing yang orangtuanya merupakan WNI.
Pasalnya, undang undang di Indonesia yang mengatur tentang kewarganegaraan masih menerapkan aturan tentang dwi kewarganegaraan terbatas, dimana setiap WNI hanya diperbolehkan untuk memiliki dua kewarganegaraan sampai usia 18 tahun. Undang undang ini masih menimbulkan banyak perdebatan di mata publik. Satu argumen menyatakan bahwa aturan ini dianggap kurang efektif dan merugikan komunitas Diaspora Indonesia yang sebetulnya membawa segudang manfaat untuk Indonesia. Di sisi lain, keamanan dan sosial politik Indonesia dapat terancam dari diperbolehkannya dwi kewarganegaraan untuk WNI.
Terancamnya keamanan dan sosial politik Indonesia dengan peluang dwi kewarganegaraan di Indonesia
Suryo Widodo selaku perwakilan dari Badan Intelijen Negara memaparkan materinya tentang ancaman-ancaman yang mungkin dapat terealisasikan jika dwi kewarganegaraan diperbolehkan di Indonesia.


Dr. Dino Patti Djalal menyampaikan analisisnya tentang peluang-peluang mengapa dwi kewarganegaraan di Indonesia mestinya diperbolehkan. Ia menjelaskan dengan menyinggung aspek politis, ekonomi, kebatinan, serta keamanan dari Diaspora Indonesia.
Persepsi politis tentang Diaspora Indonesia sudah cenderung positif
Awalnya, isu mengenai Diaspora Indonesia dianggap tidak penting secara politik karena dianggap sebagai isu yang tidak mendesak, tidak atraktif, dan memiliki sedikit konstituen. Hal ini berlangsung selama bertahun-tahun, namun baru-baru ini persepsi diaspora semakin terkenal dan diperhatikan di mata sosial, isu ini mulai dilihat dalam lensa yang lebih positif dan nilai politiknya semakin tinggi.
“Rakyat melihat bahwa nasionalisme Diaspora Indonesia tinggi dimanapun ia berada,” sebut Dr. Dino.
Komunitas powerful yang sangat penuh potensi, aset, dan jaminan
Dari segi ekonomi, Dr. Dino menjelaskan bahwa Diaspora Indonesia membawa potensi yang sangat besar dan menguntungkan untuk ekonomi Indonesia.
“Tidak hanya mempunyai sumbernya saja, tapi mereka (Diaspora Indonesia) juga mau memberikan kontribusi kepada Indonesia,” sebut tokoh yang aktif menyuarakan persoalan diaspora ini.
Siti Nugraha Mauludiah, atau yang lebih akrab disebut Ibu Nining ini juga memaparkan bahwa Diaspora Indonesia turut andil dalam perdagangan, remitansi dan investasi, alih kemampuan dan pengetahuan, serta soft power diplomacy.




Era globalisasi sekarang memungkinkan Diaspora Indonesia untuk masuk ke dalam peradaban Indonesia
Dulu Diaspora Indonesia dianggap ‘terbuang’ karena kondisi mereka yang jauh dari Indonesia. Namun dengan adanya teknologi sekarang, mereka dengan gampangnya masuk kedalam perdaban Indonesia. Selain itu, Dr. Dino menyebutkan bahwa akan selalu ada bagian dari peradaban Indonesia yang dapat ditemukan di negara yang ditinggali oleh Diaspora Indonesia didalamnya.
Ancaman akan keamanan Indonesia bukan merupakan hambatan jika dilihat dari aspek peluang dan mengikuti rambu-rambu yang tepat
“Diaspora Indonesia itu enam juta orang, komunitas yang sangat cinta Indonesia, sangat kontributif, sangat idealis. Jangan direduksi dengan orang-orang berbahaya (contoh: mantan PKI) yang jumlahnya sangat kecil. Argumentasi keamanan ini kalau terlalu berlebihan tidak menjawab masalah yang kita hadapi,” tegas Dr. Dino Patti Djalal, inisiator Kongres Diaspora Indonesia yang kini terselenggara setiap dua tahunnya.