Kesederhanaan yang Kaya: Pendidikan Menurut Orang Rimba

Seringkali kita beranggapan bahwa pendidikan di luar negeri itu lebih maju, kehidupan lebih sejahtera, sehingga banyak dari kita yang memutuskan untuk meninggalkan Tanah Air, menuntut ilmu setinggi-tingginya, berkiprah, hingga akhirnya tinggal di luar negeri. Namun sepertinya dampak dari pendidikan bagi orang rimba malah menambah cinta mereka kepada hutan dan masyarakatnya.

Sokola Keliling Online dalam IG Live awal Juni kemarin menghadirkan Pengendum Tampung dan Mijak Tampung, dua orang rimba asal Bukit Dua Belas Jambi yang merupakan penggerak Kelompok Makekal Bersatu (KMB), sebuah kelompok masyarakat adat yang berperan mengadvokasi kepentingan hidup orang rimba di Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi. Acara ini dipandu oleh Butet Manurung, direktur dan pendiri SOKOLA yang pertama kali mendirikan Sokola Rimba di Jambi. SOKOLA merupakan institut yang sejak tahun 2003 telah mengadvokasikan pendidikan literasi untuk masyarakat adat di Indonesia.

Pendidikan di Rimba: Sebelum ada Ibu Guru Butet, kita diajari caranya bertahan hidup. Setelah belajar bersama Ibu Guru, kita mengadvokasikan kepentingan hutan dan masyarakat rimba

Sedari kecil sudah belajar tanggung jawab, kerja keras, dan mandiri  

“Orang rimba sebetulnya punya pendidikan yang berbeda dengan orang di luar. Kalau di rimba pelajarannya adalah bagaimana untuk bertahan hidup, dengan mendewasakan diri sendiri dan menjadi orang yang bertanggung jawab,” kata Mijak saat menjelaskan tentang sekolah ala orang rimba.

Karena tidak diajarkan baca, tulis, dan hitung, orang rimba belajar dengan cara mengobservasi dan mendengarkan. Di rimba, sejak umur empat tahun anak-anak sudah ikut orangtuanya untuk belajar berburu, berkebun, dan membangun rumah. Anak-anak rimba juga diajak untuk menghadiri dan ikut mendengarkan di setiap pertemuan adat. Selain itu, orangtua acap kali menyelipkan keterampilan-keterampilan penting yang harus dimiliki orang rimba di setiap dongeng dan cerita yang disampaikan pada anaknya.

Konservasi tradisional ala orang rimba 

Jika ada yang menyebutkan kalau orang rimba tidak peduli dengan lingkungannya, itu tidak benar. Banyak sekali tradisi yang dilakukan orang rimba guna menjaga lingkungannya. Contohnya dalam menjaga pohon, “setiap orang melahirkan, mereka harus bisa menjaga dua pohon. Jadi, semakin banyak kelahiran, semakin banyak pohon yang harus mereka jaga,” ucap Mijak. Laki-laki yang gemar berkebun ini juga menceritakan bahwa di rimba, menggunakan sabun dan buang air besar di sungai merupakan hal yang pantang dilakukan, karena masyarakat rimba percaya bahwa sungai adalah tempat dimana dewa-dewa berlalu-lalang. Agar tidak mencemari sungai, orang rimba juga menggunakan tuba alami dan kulit kayu untuk menangkap ikan. Metode penangkapan ikan ini akan memingsankan ikan, sehingga orang rimba hanya akan mengambil ikan secukupnya dan membiarkan yang lain hidup.

Awal mula belajar dengan Ibu Guru Butet 19 tahun yang lalu: Sekolah itu melanggar adat

Sumber: Instagram @makekalbersatu

Di rimba, pendidikan yang di luar tradisi itu sebetulnya dianggap melanggar aturan adat karena hal itu ditakuti dapat menghilangkan adat dan budaya orang rimba. Namun, Pengendum bercerita bahwa ketika melihat salah satu temannya bisa membaca surat, ia menjadi terinspirasi untuk belajar dan sadar bahwa mengetahui huruf dan angka merupakan hal penting yang tidak diajari oleh adatnya.

Perjuangan Pengendum untuk bisa belajar di Sokola Rimba harus melalui perjalanan yang panjang. Pengendum mengaku bahwa ia sempat kabur dari rumah agar bisa belajar, diancam orangtuanya jika tidak mau pulang kerumah, sampai akhirnya dapat meyakinkan mereka tentang pentingnya bersekolah ketika Pengendum membantu salah satu orang rimba yang sakit. 

“Ketika belajar dengan Ibu Guru Butet, itu benar ketika orang bilang bahwa guru itu membuka jendela dunia, kita bisa melihat dunia lebih luas lagi,” ucap Pengendum yang katanya gemar berdiskusi. “Ketika kita sudah belajar membaca, berhitung, dan mengetahui banyak hal, ternyata di dunia ini banyak orang, di dunia ini banyak persoalan. Hidup itu sebetulnya butuh persaingan, kalau kita tidak ada pendidikan mungkin kita kalah saing,” jelasnya lagi. 

Kalah saing yang ditekankan Pengendum disini adalah ketidakmampuan untuk melindungi hutan dan masyarakat rimbanya sendiri. Nampaknya, keinginan mereka untuk belajar baca, tulis, dan hitung dimotivasi oleh tekad yang kuat untuk bisa memberi manfaat bagi orang rimba kelak. 

Pembelajaran terpenting dari pendidikan: Pendidikan harus berguna untuk masyarakat sekitar 

Sumber: Instagram @makekalbersatu

Setelah menguasai kemampuan literasi dan mempelajari persoalan komunitas yang diajarkan di Sokola Rimba, Mijak mengaku bahwa kecintaan nya terhadap hutan dan adat rimba malah makin bertambah.

“Hutan dan adat merupakan hal yang penting untuk diketahui banyak orang, karena sebelum adanya agama dan banyaknya manusia, kita sudah berdiri dari adat. Kita diciptakan dari jaman leluhur kita dari alam, adat, sampai akhirnya kita masuk ke era modernisasi. Tapi menurut saya, modernisasi ada positif dan negatif nya, dari sana kita pintar-pintar mengambil apa yang akan kita terapkan di lingkungan kita sendiri,” ucap Mijak, alumni Sokola Rimba angkatan 2 yang sekarang sedang menempuh pendidikan di jurusan hukum.

Mijak dan Pengendum menekankan bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang bisa diterima oleh adat nya sendiri. “Kita mempunyai pikiran dan inisiatif kalau orang muda yang sekolah itu harus bisa menjadi filter nya orang rimba lain,” tambah Pengendum. Pandangan ini selaras dengan arti kemewahan bagi orang rimba. Ada, cukup, dan bisa berbagi adalah definisi mewah bagi mereka. 

“Bukan karena kaya, tapi karena ada, dan cukup. Kalau ada, cukup, dan bisa berbagi dengan yang lain, itu namanya mewah. Tapi kalau sedikit, tidak bisa berbagi, dan dianggap orang lain pelit, itu tidak mewah,” jelas Pengendum, alumni Sokola Rimba angkatan 3 yang hobi mendaki gunung. 

Sekarang, Mijak dan Pengendum telah mendirikan Kelompok Makekal Bersatu (KMB) yang terus berjuang mengadvokasikan hutan dan masyarakat rimba di Bukit Dua Belas Jambi. Selain memastikan agar aturan Taman Nasional Bukit Dua Belas dapat menyesuaikan dan memberi manfaat kepada masyarakat rimba disana, mereka juga bergerak untuk membuka pandangan orang luar terhadap orang rimba. Banyak orang rimba yang hebat dan memperjuangkan adat serta lingkungan demi kepentingan banyak orang disamping banyaknya mispersepsi orang diluar rimba terhadap orang rimba. 

Pesan Butet Untuk Masyarakat dan Pendidikan di Luar Sana

Sumber: Google

“Setiap program yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan masyarakat seharusnya menghasilkan orang-orang lokal yang sehebat mereka (Mijak dan Pengendum); artinya punya pengetahuan dan skill luas, tapi juga menyayangi adat dan kampung halamannya, sehingga setiap program bisa dilakukan dan disempurnakan lagi oleh mereka. Sebuah program percuma kalau tidak bisa menghasilkan kader yang bisa mengorganisir dirinya sendiri,” tutup Butet Manurung. 

Tity