Pan Mohamad Faiz sempat malang melintang hidup di Negeri Kangguru selama menempuh pendidikan Doktoralnya di University of Queensland. Selama di Australia, Faiz cukup aktif dalam berbagai aktivitas mahasiswa Indonesia, seperti terlibat sebagai Ketua PPIA UQ (University of Queensland Indonesian Student Association / UQISA), Ketua Umum PPI Australia, dan Koordinator PPI se-Dunia.
“Sebenarnya tidak (suka memimpin) juga, cuman memberi alternatif lain dalam pemilihan saja. Apa yang bisa saya beri dan yang bisa saya bawa. Kalau mau dipilih silahkan, kalau ga ya sudah ga apa-apa. Tapi so far sih dikasih amanah terus,” jelasnya rendah hati.
Amanah demi amanah ia jalani tanpa bosan. Ia mengaku kalau ia bisa karena prinsipnya untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk orang lain.
“Misalnya, waktu saya di Australia saya hanya bisa mengirimkan donasi 100 ribu pada saat bencana alam. Ya sudah, hanya bisa 100 ribu. Tetapi kalau berada dalam organisasi, saya akan galang satu Australia untuk ikut menyumbang. Jadi terkumpul 1 juta, misalnya. Jadi ada manfaat yang lebih besar yang bisa kita berikan dibandingkan kita sebagai individu. Ga tahu ini klise atau gimana, tapi itulah yang terjadi,” ceritanya.

Faiz juga bercerita pernah membuat program bernama Pojok Indonesia selama ia menjabat sebagai Ketua UQISA. Pojok Indonesia ini adalah program yang diadakan secara rutin setiap minggunya untuk menjembatani persahabatan mahasiswa Indonesia dengan Australia. Sampai sekarang program ini masih berjalan.
Sebagai bentuk dukungan untuk belajar bahasa dan budaya Indonesia, mahasiswa-mahasiswa Indonesian Studies diajak untuk bergabung dalam program ini agar dapat berbicara dengan orang Indonesia asli.

“Ya, sekali-sekali Indonesia disebut native speaker-lah,” candanya.
Dalam program tersebut, pesertanya dapat mengobrol satu sama lain mengenai berbagai macam hal.
“Mungkin kita cuma bertemu 10 orang, tapi kita ingin menunjukkan wajah Indonesia yang ramah, suka senyum, suka bercanda, makanannya juga enak-enak. Nanti mereka yang akan sebarkan ke teman-temannya,” jelasnya.
MENGABDI DI MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)
Pengalamannya di MK dimulai tak sampai seminggu dari kelulusannya sebagai Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia (UI) pada 2005 yang lalu. Semuanya berawal dari sambutan yang Faiz berikan pada salah satu seremoni di Fakultas Hukum UI sebagai perwakilan dari wisudawan.
“Dulu itu saya kan Ketua Senat, kalau sekarang BEM istilahnya. Saya kasih pidato tanpa teks, di hadapan wisudawan, orang tua mereka, dan Guru Besar – profesor-profesor,” ia memulai kisahnya.
“Mungkin karena sambutan saya tanpa teks, lucu, dan menginspirasi, selesai acara saya ditanya sama Profesor Jimly Asshiddiqie – Guru Besar Hukum Tata Negara yang waktu itu menjabat sebagai ketua MK, ‘Kamu nanti mau kerja dimana? Kamu mau kerja di Mahkamah Konstitusi ga?’.”
Dua hari kemudian, ia dimintai Curriculum Vitae-nya (CV) sebelum kemudian diterima dalam kurun waktu kurang dari seminggu setelah kelulusannya dari UI.
Bekerja di MK memang memenuhi keinginan Faiz pada saat itu, selain sesuai dengan passion-nya, ia juga menilai dengan bekerja di MK yang berada di sektor publik dapat memperbesar kemungkinannya untuk mendapatkan beasiswa untuk studinya di jenjang yang lebih tinggi.
SATYALANCANA KARYA SATYA
Tak terasa satu darsawarsa telah dilalui Faiz mengabdi di MK, pemerintah Indonesia menghadiahi dirinya tepat di Hari Pahlawan 10 November 2016 yang lalu, dengan menganugerahkan Satyalancana Karya Satya yang menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010 merupakan Tanda Kehormatan bagi PNS yang telah bekerja dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara dan pemerintah serta dengan penuh pengabdian, kejujuran, kecakapan, dan disiplin secara terus-menerus paling singkat 10 (sepuluh) tahun, 20 (dua puluh) tahun, atau 30 (tiga puluh) tahun dengan beberapa ketentuan.

“Kalau dulu istilahnya PNS (Pegawai Negeri Sipil), sekarang ASN (Aparatur Sipil Negara),” jelasnya.
Selama 10 tahun ini, selain telah menempuh pendidikan master dan doktoralnya dengan beasiswa penuh di Delhi University dan University of Queensland, Faiz juga telah bekerja di MK sebagai Panitera Pengganti untuk Ketua MK (Judicial Assisstant), Speech Writer, dan Researcher. Selain itu, ia juga rutin menulis untuk majalah konstitusi MK setiap bulannya.
“Jadi selama tugas belajar kita masih terhitung dalam proses bekerja, hanya tidak di kantor. Ini tugas belajar yang nanti setelah pulang akan dikembalikan lagi ilmunya buat negara. Jadi seperti ditugaskan untuk berangkat sekolah lah,” jelasnya.
Perkembangan zaman mengharuskan berbagai organisasi, termasuk MK, untuk kerap mengimbanginya, itulah salah satu tantangan yang harus Faiz hadapi selama bekerja di dalam lembaga peradilan ini. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan terus mengasah pengetahuan serta pengalaman untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
“Perkara yang masuk ke MK itu tidak selalu hal-hal yang sudah pernah dibahas atau diputus, selalu ada hal baru yang kemudian memerlukan kajian dan analisis mendalam,” jelasnya.
Ia mengibaratkan hal ini dengan kalimat, ‘Constitution is a living organism’. Artinya, konstitusi sendiri bisa bergerak hidup sesuai dengan perkembangan di masyarakat.
“Maka dari itu, MK sendiri masih terus mengirimkan pegawainya untuk sekolah S2 dan S3, juga untuk short course. SDM-nya terus dimotivasi untuk terus belajar.”
Namun, perjuangannya selama 10 tahun ini tidak hanya berisikan oleh tantangan, melainkan juga diwarnai oleh berbagai pengalaman menarik.
Pria kelahiran Jakarta ini masuk dalam Delegasi RI dalam Congress of Association of Asian Constitutional Court yang diadakan pada bulan Agustus 2016 silam. Congress tersebut diperuntukkan untuk menentukan lokasi sekretariat permanen asosiasi.
Tak urung, Indonesia berhasil menjadi salah satu dari 2 lokasi sekretariat permanen bersama Korea, dengan Korea sebagai research center dan Indonesia sebagai pusat planning and coordination.
PENGALAMAN TERLIBAT DI KISRUH PEMILU 2009
Sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2009 menjadi pengalaman tersendiri baginya. Faiz ditunjuk sebagai Panitera Pengganti dalam kasus tersebut. Sekedar pengingat, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)-Wiranto dan Megawati-Prabowo menyatakan keberatan atas hasil pemilihan umum presiden periode 2009-2014. Mereka merasa adanya penambahan suara untuk pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, pengurangan suara untuk kedua pasangan calon lainnya, serta beberapa alasan-alasan lainnya.

Sesuai dengan undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Pasal 10 ayat (1) huruf d, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pada pasal 78 huruf a juga disebutkan bahwa putusan MK terkait pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden wajib diputus dalam kurun waktu 14 hari kerja.
“Itu benar-benar pressure-nya, bisa dibayangkan satu Indonesia dalam waktu 14 hari itu semua mata menatap ke Mahkamah Konstitusi. Jadi kita (staf Mahkamah Konstitusi) tidak bisa salah menulis atau menganalisis. Karena sekali salah, efeknya besar,” ujarnya.
Dalam 14 hari kerja itu, Faiz dan rekan-rekan difokuskan untuk mengolah dan menganalisis alat-alat bukti yang telah diberikan ke Mahkamah Konstitusi.
“Alat bukti itu, misalnya seperti di satu ruangan ini penuh dengan kertas semua. Bisa tiduran di atas kertas. Semuanya itu kita periksa.”
Selama kurun waktu tersebut, Faiz dan rekan-rekannya dalam panitera pengganti seperti ‘dikarantina’ dan dijauhkan dari interaksi luar.
“Bisa jadi handphone juga sudah disadap, demi pengamanan. Supaya tidak ada yang bisa menghubungi, kalau menghubungi ketahuan,” komentarnya.
Disertai pengalaman menarik maupun tantangan, Faiz mengatakan kalau ia menikmati peran dan kontribusinya dalam Mahkamah Konstitusi.
Meskipun telah menyelesaikan gelar PhD-nya pada tahun 2016, Faiz masih ingin mengasah ilmunya kembali, seperti melalui program post-doctoral maupun fellowship.
Ia merasa meski telah meraih gelar PhD, bukan berarti ia telah tahu segalanya. “Studying is a neverending process,” katanya. Semakin tinggi tingkatan yang dipelajari, semakin ia sadar kalau ia tidak semakin banyak tahu. Ibaratnya, ‘hanya mengetahui setetes dari lautan samudera’.
“Ada yang menggambarkan sangat pas. Misalnya kita S1 belajar secara umum, S2 belajar lebih banyak lagi. S3 itu bukan belajar jadi makin besar, tapi setitik saja. Artinya, spesialisasi ilmu kita saja yang orang lain mungkin belum tahu. Sementara kalau belajar konstitusi itu bukan hanya cuma hukum. Kasus yang masuk ke MK itu ada soal-soal ekonomi, pertanian, peternakan, agama, politik, you name it-lah. Misalnya UU soal informatika, ITE itu masuk juga. Jadi ya kita punya spesialisasi, tapi kita harus tahu juga setidaknya basic ilmu lain.”
Jlie
FAIZ: KONTRIBUSI UNTUK INDONESIA
Kita tahu Indonesia mungkin masih banyak masalahnya. Jadi mungkin ada yang mengatakan bahwa lebih baik kita menjadi lilin dalam kegelapan untuk menerangi daripada sekadar mengutuk dalam kegelapan.
Artinya, untuk membenahi dan membangkitkan Indonesia ga bisa semua diserahkan ke pemerintah, tapi harus ada unsur dan peran kita. Kalau kita pesimis terus ya sudah, berarti Indonesia kita serahkan ke orang-orang yang kebetulan mau ngurus.
Saya punya pengalaman dan membandingkan karena pernah jadi Koordinator PPI se-Dunia, pernah juga di India. SDM yang sekuat dan sebagus orang-orang dan masyarakat Indonesia di Australia itu mungkin sulit dibandingkan dengan negara lain, dari segi jumlah, jaringan, networking, segala macam. Mahasiswa dan masyarakat Indonesia di Australia punya modal atau kekuatan yang besar untuk memberikan perubahan bagi Indonesia. Baik pada saat di Australia, maupun pada saat pulang ke Indonesia nanti.
Kalau saya bilang, bisa kontribusi itu ga sekadar harus masuk ke pemerintahan, apalagi harus masuk ke politik. Tapi kita bisa ngelakuin di bidang macam-macam. Entrepreneur, bisnis; bisnis artinya kita juga membuka lapangan kerja buat masyarakat Indonesia.
Kita juga bisa bikin bangga Indonesia di luar negeri. Misalnya, mahasiswa kita jadi ketua organisasi mahasiswa internasional di Australia. Itu kan ketuanya dari Victoria. Ya hal-hal seperti itu kan membanggakan Indonesia di mata dunia. “Oh, Indonesia bisa loh bersaing, bisa loh jadi pemimpin,” yang seperti itu harus dipertahankan menurut saya.
Masyarakat Indonesia yang ada di Australia bisa berkontribusi dengan cara mempromosikan Indonesia meski sudah jadi PR di Australia. Misal, waktu saya jadi Ketua KPPSLN di Queensland, ibaratnya Ketua Penyelenggara Pemilu RI di negara bagian Queensland pada saat pemilihan presiden, orang Indonesia semua keluar ke TPS. Baru kelihatan yang selama ini jarang atau bahkan tidak pernah berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan Indonesia. Artinya selama ini banyak banget orang Indonesia yang kalau bisa dikoordinasikan bisa memberikan kontribusi lebih besar. Australia kayaknya termasuk yang kondisinya ideal bagi mahasiswa dan masyarakat Indonesia berkumpul. Tidak ada konflik-konflik, tidak ada larangan, pembatasan saat kita mau kumpul, kita mau bikin acara gitu.
Saya bisa saja cuek. “Ah sudah ah, gua cuma mau belajar saja. Bodo amat gitu”. Kalau semua orang berpikiran seperti itu, terus siapa nanti yang wakilin kita?
Tapi kalau kita ikut aktif, minimal kita sudah kontribusi dan kemudian kita punya kesempatan ngajak orang lain.
Tahukah Kamu?
Wewenang Mahkamah Konstitusi menurut UU RI No. 24 Tahun 2003 Pasal 10:
- Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili:
- Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Memutus pembubaran partai politik
- Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
- Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai pemakzulan (impeachment) terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden yang diduga melakukan pelanggaran konstitusi.
Foto: dok. pribadi