Merupakan pameran kedua Museum Of Indonesian Arts (MIA) di tahun 2014 ini, ‘Weaving An Identity: Wearable Art From South East Indonesia’, telah berhasil dalam memamerkan keindahan dan nilai budaya di balik hasil karya tenun oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan ini diawali dengan forum diskusi yang diadakan seminggu sebelum eksibisi dimulai. Bertempat di Konsulat Jenderal Replublik Indonesia (KJRI) Melbourne, para pembicara yang datang; Dr Douglas Lewis, Dr Penny Grahan, Dr Tuti Gunawan, Dr David Mitchell, Christopher Dureau dan Cristine Perkins, menjelaskan mengenai berbagai macam jenis tenunan yang ada, proses pembuatannya yang unik dan juga sejarah dibalik setiap tenunan. Melalui forum ini pengunjung sekaligus anggota MIA menjadi paham betul dengan tema pameran yang mereka bawakan.
Rupanya kain tenun di Nusa Tenggara Timur merupakan barang yang amat berharga, yang biasanya digunakan baik dalam kegiatan sehari-hari maupun sebagai alat tukar atau hadiah untuk peristiwa penting seperti pernikahan, kematian dan kelahiran. Setiap daerah memiliki ciri-ciri corak dan warnanya tersendiri, namun setiap kain tenun selalu dibuat sepasang bagi pria dan wanita dan corak di tiap kainnya haruslah simetris. Cara pembuatannya sangat unik dan alat-alat serta bahan yang digunakan masihlah alami.
Sayangnya pembuatan kain tenun secara alami dan tradisional mulai terancam keberadaannya, salah satunya adalah karena modernisasi. Kesibukan untuk bekerja mencari nafkah membuat para wanita tidak lagi memiliki waktu untuk membuat kain-kain tenun tersebut. Kini banyak generasi muda yang tidak mengetahui teknik pembuatan tenun, alih-alih sejarahnya. Beberapa organisasi kebudayaan pun mulai memberikan dukungannya kepada para penenun dengan memberikan dukungan dan fasilitas yang sesuai. Organisasi yang ada diantaranya Thread of Life dan Yayasan Pencita Budaya Bebali. Diharapkan dengan adanya dukungan terhadap organisasi ini, tradisi menenun bisa terus berkembang dan tidak punah.
Pameran ‘Weaving An Identity’ dibuka secara resmi di Angle Roberts – Bird Gallery, dimana kain-kain tenun yang indah; termasuk sarong, selendang, utang merang, lia, ruhu banggi dan lau hada, dipajang bersama dengan beberapa perhiasan dan aksesoris yang juga diciptakan oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur. Barang-barang tersebut diantaranya berasal dari Flores, Sumba, Roti dan West Timor.
Selain itu, beberapa pakaian modern yang terinspirasi dari pembuatan kain tenun tradisional juga dipamerkan dengan peragaan busana di tengah-tengah para pengunjung yang hadir.
Museum of Indonesian Arts kedepannya akan membuka pameran yang bertemakan pengaruh budaya Tionghoa terhadap budaya Indonesia. Pameran yang diberi nama ‘Peonies and Dragons’ ini tentunya tidak bisa dilewatkan begitu saja. Untuk melihat daftar pemaran yang akan diadakan oleh MIA, bisa langsung membuka situs resmi www.museumofindonesianarts.org.
** APA KATA MEREKA **
The work is extremely beautiful and there are some very exquisite works, lovely colours and of course the patterns and images are truly stunning. So I’m really happy to come and see everything.
I had a trip to Borneo many years ago and I saw quite a bit of fabrics and I loved it ever since.
Melalui acara ini pastinya kita bisa memperkenalkan budaya Indonesia yang beraneka ragam, dan memperkenalkan kain tenun secara lebih dalam kepada masyarakat di Melbourne.
Setiap event itu kalau ada hubungannya dengan Indonesia, saya selalu datang. Kita bisa bertemu dengan teman-teman Indonesia yang ada di Melbourne dan bisa saling berkenalan dan tukar pikiran.