Di tengah kerumunan massa Under The Stars– salah satu program acara Indonesian Film Festival(IFF) Australiayang ke-13 – terlihat wajah akrab seorang aktris sekaligus produser Tanah Air sedang mengantri masuk ke dalam sebuah ruangan tempat film “Galih dan Ratna” diputar.

Duduk bersebelahan dengan seorang pria Australia di barisan terdepan, Intan Kieflie membalas sapaan kru Busetdengan ramah. Tanpa ragu dan berpanjang lebar, wanita berparas cantic itu pun memberikan kode bahwa dirinya telah siap diwawancarai. Intan mengawali pembicaraan dengan menceritakan kekagumannya pada IFF Australiahingga mampu membuatnya jatuh cinta pada Melbourne.

“Semua filmmaker di Indonesia itu bangga untuk jadi bagian dari IFFdan jadi bahan omongan di Indonesia… karena tidak semua festival bisa tayang bertahun-tahun seperti IFFsendiri yang setiap tahunnya berkembang terus dan beda. IFF bahkan membuat saya bermimpi untuk bikin film di sini,” papar sosok yang telah sukses memproduksi tiga judul film papan atas Indonesia, sebut saja Balada AnakNegeri(2015), Hati ke Hati(2011), dan 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita(2010).

Mimpi yang terus dikejar itu pun akhirnya membuahkan hasil. Intan bersama Stuart Simpson, yang juga turut hadir malam di acara Under The Starssedang dalam proses menulis sebuah film yang menceritakan hubungan antara dua kota asal mereka, Jakarta dan Melbourne. Syuting film yang belum dikonfirmasi judulnya itu dijadwalkan mulai pertengahan tahun ini.

Ditanya mengenai perkembangan film di Tanah Air seturut dengan pengalamannya sebagai produser film selama delapan tahun, Intan menilai adanya peningkatan kualitas filmmakerdan storylineyang signifikan. Dan seiring dengan kemajuan teknologi, Intan pun semakin mengerti apa yang dikehendaki oleh ratusan juta penikmat film di Indonesia.

Dalam karirnya, meski sudah terkenal sebagai aktris, wanita kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat ini tetap condong menekuni profesi seorang produser. “Kalau jadi produser, bisa mewujudkan lebih banyak hal yang ada di pikiran. Tidak sama dengan hanya menjadi aktor. Sebagai aktor saya hanya bisa menerima apa yang dikatakan kepada saya,” katanya jujur. “Saya senang karena produser wanita atau sutradara wanita malah lebih di-appreciatekalau di Indonesia. Kita dikasih kesempatan untuk berkembang, dikasih tempat, dan tidak dianggap remeh,” lanjutnya.

Stuart sendiri dikenal sebagai produser, penulis naskah, serta fotografer handal yang telah malang melintang di dunia perfilman Australia sejak lebih dari 20 tahun yang lalu. Salah satu karya agungnya adalah film berjudul “Chocolate Strawberry Vanilla” tahun 2014 yang sudah keliling festival film di berbagai negara.

“Kami baru saja menyelesaikan sebuah serial web yang direkam di Indonesia, dan pengalaman itu merupakan pengalaman pertama membuat film di Jakarta yang sangat menyenangkan. Sangat tidak sabar ingin membuat film yang selanjutnya,” tutur Stuart antusias.

Menjelaskan seputar kerjasamanya dengan sang pendiri rumah produksi Anak Negeri Films Indonesia, tanpa ragu Stuart mengatakan pihaknya yakin proyek ini dapat memberikan sumbangsih yang signifikan bagi kedua negara. “Saya lahir di Melbourne, jadi saya berharap dapat menunjukkan sisi lain dari Indonesia yang mungkin tidak diketahui masyarakat di kota saya. Intinya, kami ingin membuat sebuah film komedi yang menyenangkan untuk ditonton,” jelasnya.

Proyek ini tidak akan pernah terwujud tanpa pertemuannya dengan Intan di Melbourne International Film Festival(MIFF) beberapa tahun silam.“Sebenarnya semua hanya kebetulan. Kami hanya bertemu, mulai ngobrol, cocok, dan Intan lahyang memiliki ide untuk membuat film di Melbourne.” terang Stuart kepada Buset.

Di akhir wawancara, Intan yang juga gemar melakukan aktivitas martial artsmerencanakan proyek film bersama Stuart akan tayang tahun depan.

 

 

 

 

Nasa