Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!
Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga
(Filipi 4: 4,6)
Ada tiga hal yang aneh dalam tulisan rasul Paulus diatas. Pertama, kita diperintahkan untuk bersukacita. Bukankah sukacita itu sebuah emosi yang tidak bisa direkayasa? Bukankah sukacita itu muncul dengan sendirinya sebagai
konsekuensi logis dari sesuatu yang positif? Misal, saya akan bersukacita kalau saya ditraktir makan oleh seseorang (dan berdukacita apabila saya harus traktir orang makan!).
Kedua, bagaimana mungkin kita dapat bersukacita senantiasa? Setiap saat. Selalu. Apakah masuk akal untuk tidak kuatir tentang apapun juga? Yang dimaksud tentu adalah kuatir yang berlebihan, yang tidak proporsional, yang melumpuhkan semangat hidup.
Tidak masuk akal toh kalau harus bersukacita dan tidak kepikiran saat ada lebih dari 700.000 orang terjangkit dan 35.000 orang meninggal krn COVID-19! Bagaimana mungkin bersukacita melihat ekonomi dunia ambruk, pasar saham kehilangan US$6 trilyun dlm 5 hari (jangan tanya berapa kalau dikonversikan ke Rupiah!), dan jutaan orang kehilangan pekerjaan.
Ketiga, Paulus menulis semua itu bukan sambil menyeruput espresso di Café Roma. Ia sedang meringkuk sebagai tahanan di penjara! Dia tidak tahu apakah besok pagi dia akan tetap hidup atau dihukum mati. Jadi apakah dia memang orang yang tidak waras (delusional) karena samasekali tidak kuatir dan malah bersukacita?
Dari ketiga hal diatas, kita tahu jelas bahwa sukacita dan damai yang dimaksud bukan soal positive thinking (“bersikaplah seperti Tigger, bukan Eeyore!”). Yang ia maksud adalah: Bersukacitalah dalam Tuhan!
Sukacita ini bersumber dari keyakinan yang kokoh bahwa Tuhan Allah itu yang berdaulat atas hidup kita dan seluruh alam ciptaan. Ia tidak kaget atau bingung saat Coronavirus mewabah. Ia tetap memegang kendali sejarah saat Black Death terjadi di tahun 1347, Spanish Flu di tahun 1918, dan setiap pandemi yang menyerang peradaban manusia.
Yang dimaksud Paulus kita tetap akan dapat bersukacita bila sukacita kita tidak dibangun atas situasi-kondisi hidup kita yang memang berubah-ubah. Sukacita tidak akan goyah bila itu mengakar kuat pada Allah yang tidak pernah berubah dalam kuasaNya atas seluruh ciptaan dan kasihNya terhadap manusia ciptaanNya.
Intinya begini. Kalau kita hanya bersyukur kepada Allah karena keadaan kita, penderitaan akan melahap habis sukacita kita. Kita perlu belajar bersyukur karena Allah terlepas keadaan kita.

Bagaimana Memiliki Sukacita Sejati
Paulus kemudian melanjutkan, “Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (Filipi 4:7).
Damai sejahtera Allah ini bukan seperti spiritual marshmallow, empuk dan manis tapi tak berisi. Damai tersebut bukan tentang emosi utopis tanpa substansi yang riil. Damai sejahtera ini bicara tentang Allah yang mendamaikan diriNya dengan manusia berdosa. Anda dan saya adalah manusia yang cuek, memberontak, melawan Allah. Namun karena kasihNya pada kita, Allah mengutus Yesus datang ke dunia untuk mati menanggung hukuman dosa kita.
Waktu Yesus bangkit dari kematian dan menemui murid-muridNya yang sedang dipenuhi ketakutan dan kegelisahan di sebuah ruang yang terkunci di Minggu Paskah. Apa yang ia katakan pertama kali, “Damai sejahtera bagi kamu” (Yoh 20:19,21).
Ini bukan basa-basi. Karena kemudian Yesus menunjukkan tangan yang berlubang dan lambungnya yang pernah tertusuk. Lalu sekali lagi Ia berkata, “Damai sejahtera bagi kamu.” Damai itu adalah buah dari pengorbanan salib Yesus.
Jika kita telah ada dalam Kristus, damai itu akan mengelilingi kita bagai tentara yang menjaga di luar tembok benteng dari serangan musuh, melindungi hati dan pikiran kita. Damai yang tidak bisa direbut oleh Coronavirus, kanker, atau kematian.
Dalam sebuah perlombaan melukis, tiga finalis terpilih. Pertama, lukisan sebuah sawah yang menguning meneduhkan pikiran. Kedua, lukisan seorang bayi yang sedang disusui ibunya dengan sangat nyaman. Ketiga, seekor burung kutilang yang terlihat sedang menyanyi di dalam celuk batu karang ditengah badai topan yang berkecamuk. Anda tahu lukisan mana yang menang? Yang ketiga. Itulah gambaran damai Allah yang memberi sukacita ditengah gejolak hidup.
Refleksi
Damai sejahtera ini seringkali Allah menjadi kebenaran yang kita aminkan, bukan realita yang kita alami. Hanya sebuah pengakuan iman di hari Minggu, bukan pengalaman riil setiap hari. Kita suka kuatir di tengah Coronavirus ini, dan kehilangan sukacita.
Kita tidak akan pernah mengalami damai sejahtera dari Allah tanpa sungguh-sungguh memiliki damai dengan Allah.
Setiap sumber sukacita di dunia ini
selain Yesus Kristus sangat rentan untuk dirampas oleh Coronavirus. Coronavirus
dapat menghancurkan kesuksesan bisnis kita, merontokkan nilai saham kita,
membabat penghasilan kita, dapat merusak kenyamanan hidup kita, mengacaukan
rencana dan masa depan kita, mengganggu kesehatan kita, merebut orang tua, pasangan, anak kita dari tengah-tengah
kita.
Coronavirus memaparkan apa yang sebenarnya
menjadi sumber sukacita dan pengharapan kita. Tidak heran kita mudah kehilangan
sukacita dan pengharapan.
Di tempat ibadah kita mengakui Allah adalah sumber sukacita kita. Namun dalam realita keseharian, penentu sukacita kita mungkin adalah tabungan di bank atau hidup yang nyaman-aman. Saat Coronavirus mewabah, tahulah kita apa atau siapa yang sebenarnya kita kejar dalam hidup ini.
Mari datang (kembali) kepada Kristus. Bawalah kekuatiran Anda ke dalam doa. Doakan kekuatiran Anda kepada Allah dalam Yesus Kristus. Karena Yesus adalah satu-satunya fondasi yang kokoh, imun dari berbagai virus. Karena Ia telah melawan kematian dan mengalahkannya saat Ia bangkit dari kubur.
Dan Ia peduli. Ia dekat. Ia memahami kegelisahanmu. Ia mendengar kekuatiranmu. Ia siap menolong. Ia ingin bergerak untuk menopangmu. Ia akan mengubah area-area hidupmu yang perlu diubahkan.
*Artikel ini adalah rangkuman kotbah online ICC Melbourne 22 Maret 2020 berjudul “Peace in Christ over Fear of Coronavirus” oleh Professor Sen Sendjaya. Saksikan selengkapnya di YouTube lewat tautan berikut: bit.ly/ICCOnline22Maret2020.
***

Kebaktian Paskah 2020 secara online di kanal YouTube “Indonesian Christian Church”
Kebaktian Jumat Agung 10 April 2020 10:30 – 11:30am
How Christ’s Death Transforms Our Lives
Rev Christian Tirtha
Kebaktian Minggu Paskah 12 April 2020 10:30 – 11:30am
How Christ’s Resurrection Transforms Our Suffering
Prof Sen Sendjaya
***
Mari bergabung dengan kami di Ibadah online Minggu ini, dan melalui social media kami, Instagram & Facebook @iccmelbourne.
Informasi lebih lanjut
Website: https://www.icc-melbourne.org/
Facebook/Instagram: @iccmelbourne
Whatsapp: Rev Christian Tirtha (0405 459 054)