Sebuah peringatan digelar pada tanggal 24 Januari 2019 di kediaman Margaret Kartomi yang bertempat di Wheelers Hill untuk mengenang mendiang suaminya, Hidris Kartomi yang meninggal dunia pada 14 Januari silam.
Menyambut hangat sekitar 50 tamu yang hadir siang itu, Margaret menuturkan sepatah dua kata sebelum kemudian mengundang anggota keluarga dan sahabat terdekat dari Hidris untuk menyampaikan beberapa kalimat tentang pria yang semasa hidupnya akrab disapa “Bapak Kartomi” tersebut.
Hidris yang pada tahun 1954 mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Teknik di Institut Teknologi Bandung (ITB) pertama kali memijakkan kaki di Australia di tahun yang sama setelah memenangkan beasiswa Colombo Plan (Program Colombo). Setelah lulus dengan gelar Sarjana Teknologi di tahun 1960, ia mendapatkan tawaran pekerjaan di Adelaide sebagai insinyur listrik.
Ungkapan duka beserta cerita kenangan mengalir tanpa henti dari bibir para tamu yang berbicara di depan ruangan. Karen Sri Thomas, yang adalah anak semata wayang dari Hidris dan Margaret, menyampaikan cerita mengharukan tentang masa kecilnya dengan pria kelahiran Banjar, Priangan Timur, Jawa Barat tersebut semasa menetap di Berlin.
“Saya ingat masa-masa ketika Ayah saya mengantar saya pergi sekolah dan saat-saat dimana kami bermain kereta seluncur bersama di tengah musim dingin di hutan pinggiran kota Berlin, tertawa gembira dan riang,” ungkapnya.
“Ayah saya adalah seorang pendengar yang baik dan baik hati. Banyak orang mengenalnya karena kebaikannya, dan juga karena sifatnya yang lemah lembut dan periang–sama halnya dengan bagaimana saya mengenal beliau. Ia adalah pendukung terbesar saya, suami saya Damien, dan anak-anak kami. Saya akan terus merindukannya,” tutup Karen.

Pada 1970 hingga 1990-an, Hidris tergabung aktif dalam organisasi IKAWIRIA (Ikatan Warga Indonesia di Victoria) yang berdiri pada tahun 1965 dan sempat menduduki jabatan ketua. Menurut catatan Margaret Kartomi, visi beliau melalui IKAWIRIA pada masa itu adalah untuk mempromosikan serta memperdalam pemahaman akan budaya Indonesia di negara bagian Victoria.
Hidris adalah pendiri dari Indonesian Dance Society dimana ia mengajar berbagai tarian pada siswa lokal dan membantu menghadirkan banyak konser musik kroncong Indonesia karena keterlibatannya sebagai ketua dewan grup Kroncong Pusaka Nusantara di akhir tahun 1970 hingga 1980. Di dekade pertama abad ke-21, Hidris mendirikan Javanese Speaking Society yang mengadakan acara-acara bertema Jawa dan memproduksi beberapa drama tari Jawa dengan departemen musik di Monash University dan Indonesian Arts Society.
Iman Santosa, Ketua IKAWIRIA sejak tahun 2011, turut menyampaikan belasungkawa dan kenangan mengenai Hidris dan kontribusinya dalam organisasi tersebut. Ia mengenang kesediaan Hidris untuk terus hadir dan berperan aktif dalam kegiatan yang diadakan organisasi tersebut walau sudah tidak menduduki posisi tertentu di organisasi tersebut.
“Pak Kartomi adalah tokoh yang memperkuat pondasi IKAWIRIA hingga bertahan sampai 50 tahun kemudian, yaitu sekarang. Beliau sebagai aktivis kebudayaan Jawa sangat bersemangat dalam memperkenalkan budaya Jawa di Melbourne,” ujarnya.
“Beliau telah mengajarkan kami bagaimana hidup dengan kesetiaan dan cinta.”
Hidris memang aktif dalam mempromosikan kebudayaan Indonesia di Australia. Namun aktivitasnya tidak hanya berhenti di situ. Beliau semasa hidupnya juga memiliki hobi bermain bulu tangkis. Menurut catatan Margaret Kartomi, hobi tersebut ia lakukan bersama teman-teman Indonesia yang juga adalah peminat bulu tangkis.
Tuti Gunawan, teman bermain bulu tangkis Hidris dari tahun 1970 hingga 2000-an bercerita tentang talenta dari pria yang dapat bernyanyi dalam beragam bahasa tersebut. Ia bertutur tentang pembawaan Hidris yang sangat tenang meski sedang dalam kondisi sakit.
“Satu momen yang saya ingat adalah betapa damainya Hidris pada waktu itu. Kami bernyanyi bersama dan meskipun ia sulit berbicara, ia bisa bernyanyi. Ada kedamaian di wajahnya dan senyumnya sangat lembut,” ungkap Tuti.
Damien Thomas yang adalah menantu Hidris merasa beruntung memiliki kesempatan untuk bertemu dengan sang ayah ipar yang menurutnya sangat humoris dan bijaksana. Pada perayaan tersebut, ia berbagi cerita dan mengenang masa-masa kebersamaan mereka.
“Bapak Kartomi adalah seseorang yang lucu dan cerdas. Beliau selalu memberikan nasihat kepada saya namun dengan pendekatan yang sangat rendah hati dan penuh pemikiran. Beliau tidak pernah memaksa saya untuk menerima pendapatnya,” ucap Damien.
“Pertemuan saya dengan Bapak Kartomi juga telah meningkatkan kecintaan saya pada makanan Indonesia. Ini karena beliau sering sekali mengirimkan foto makanan Indonesia kepada saya sewaktu berlibur ke sana,” kenangnya.
Tanggal 23 Januari 2019 merupakan tanggal bersejarah bagi Margaret dan Hidris. 63 tahun yang lalu, mereka mengikat janji dan hidup bersama hingga beroleh seorang anak perempuan, seorang cucu perempuan dan tiga orang cucu laki-laki.

Untuk mengenang mendiang suami, Margaret membagikan satu dari beribu momen yang ia alami bersama Hidris setelah setengah abad hidup bersama. Menurutnya, memori tersebut adalah salah satu yang paling spesial.
“Salah satu ingatan terjelas saya terhadap karya seni Mas Kartomi adalah ketika ia menyanyikan lagu macapat klasik Jawa, termasuk Kinanti dan Sinom, pada sebuah konser publik yang diselenggarakan Astra music society for the International Symposium of the Musicological Society of Australia di Melbourne’s Customs House pada bulan Juli 1988. Banyak orang mengingat momen ini sebagai sebuah sesuatu yang spesial bagi dunia musik,” ujarnya dengan bangga.
Hidangan Indonesia sebagai menu makan siang menjadi penutup dari acara yang berlangsung selama empat jam tersebut. Pada kesempatan yang ada, para tamu menyampaikan rasa belasungkawa mereka kepada anggota keluarga Hidris yang hadir pada hari itu.
***
APA KATA MEREKA

LYN GUNAWAN
Pak Hidris was always very gentle, happy, very pleasant to be with. Living in Traralgon I didn’t have a lot to do with the Indonesian community. We just come down because when my children were growing up we were probably more involved in meeting all the Indonesians.

DJOKO GUNAWAN
Saya kenal Pak Kartomi atau Mas Kartomi sudah lama–sekitar 25 tahun. Dan hanya satu kata yang tepat untuk dia yaitu he’s a good man. For a good man, he never dies or fades away. He will always live in our hearts and our mind. Because he’s still alive with us, there’s no reason that we have to be sad because he’s still alive with us. That’s all.

KOSASIH ATMA
Bapak Kartomi itu aktif sekali kalau sudah mengenai Indonesia. Coba lihat di dinding rumah ini, ada wayang dan sebagainya. Ia sangat passionate dalam memperkenalkan kultur Indonesia kepada Australia. Menurut saya itu berjasa sekali. Begitu juga dengan Ibu Kartomi. Menurut saya Bapak Kartomi kepribadiannya baik dan friendly.
Nasa