Akhir Oktober silam telah diadakan acara pemutaran film dokumentasi In search of Forest, atau Cari Hutan, yang menggambarkan pendapat masyarakat lokal Kalimantan/Borneo mengenai dampak dari penebangan hutan secara ilegal. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan kepada orang-orang Indonesia dan Australia, sekaligus penggalangan dana untuk proyek pelestarian hutan dari Indonesian Rainforest Foundation.
Screening film Cari Hutan ini diadakan di dalam gedung kantor yang terletak di 222-224 Church street, Richmond. Saat datang, penonton disuguhi minuman dan tidak lama kemudian diundang masuk ke dalam ruangan dimana proyektor berada. Di dalam ruangan, terhitung sekitar 25 orang duduk dan menonton film tersebut dengan khusyuk. Penonton bukan hanya orang Indonesia, tetapi juga dari Australia dan Filipina.
“Kami ingin menjembatani orang-orang Indonesia dengan orang-orang Australia. Dan juga melibatkan mereka dengan kegiatan-kegiatan kita. Mudah-mudahan nantinya kita bisa dapat tempat yang lebih besar lagi, jadi bisa mengundang lebih banyak orang,” ujar Maria Bianca, salah satu penyelenggara acara screening ini.
Setelah 30 menit tayang, penonton diberi waktu sejenak untuk istirahat. Berhubung acara ini didukung oleh organisasi non-profit Care 4 Kids Indonesia (C4KI) dan Tulong sa kapwa kapatid (2KK), waktu ini sekaligus diisi dengan pembacaan pemenang tiket undian yang telah diadakan dari beberapa waktu silam. Pemenang tiket undian memenangkan tiket untuk pergi ke Bali dan Filipina.
Di penghujung film, penonton diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan tanya jawab dengan panitia yang mengadakan screening tersebut. Beberapa pertanyaan pun dilontarkan, diantaranya tentang respon dan solusi masyarakat Indonesia yang tinggal di luar Kalimantan serta mengenai apa yang dapat mereka bantu untuk mencegah penebangan ilegal tersebut.
Para penonton keluar dari ruangan dengan pengetahuan yang baru; realita bahwa hal seperti ini kerap terjadi di Kalimantan dimana pencegahannya dapat dimulai dari diri mereka masing-masing. Inilah yang menjadi tujuan awal screening Cari Hutan, yakni agar lebih banyak orang sadar akan apa yang dapat mereka lakukan demi merawat bumi pertiwi.
Tentang Sang Pembuat Film
Florian Augustin mengakui tujuan dirinya membuat film ini karena ia penasaran, dan ingin menyampaikan pesannya melalui Cari Hutan. “Forests have always fascinated me and the subject of forest management, how forest is being used as a resource, really interests me – so I wanted to learn about forest management in Kalimantan and basically made a film about my own learning process there,” ujar pria muda asal Jerman ini.
Florian mengatakan sejauh ini respon dari orang-orang yang telah menonton film karyanya sangat positif. Mereka yang telah menonton film ini dapat melihatnya dari sisi obyektif dan mendapatkan informasi yang benar tentang sebuah kejadian yang awalnya tidak banyak diketahui.
Sayangnya setelah 3 tahun lalu ia membuat film ini, belum ada yang bersedia untuk menterjemahkan film Cari Hutan dan memberikan teks Bahasa Indonesia. “It’s been in the back of my head ever since I released the film. So unfortunately the film is still not really accessible by the audience that it is actually dedicated to: the people of Indonesia.” Untungnya, untuk penayangan di Melbourne, pesan Cari Hutan dapat tersampaikan karena kebanyakan orang Indonesia di Melbourne dapat mengerti Bahasa Inggris.
Untuk kedepannya, Florian bertekad untuk terus berpetualang. Sejak dua tahun lalu Florian mulai belajar tentang forest ecosystem management di dekat Berlin, Jerman. Hal ini telah mendorongnya untuk hidup, belajar, dan bekerja di komunitas proyek kehutanan di Perancis. “I had intended to travel from Germany to West Papua by bicycle in order to bring awareness to the spread of environmental destruction and the continuance of the oppression of the Papuan people by their Indonesian occupying forces. In fact only a few months ago I finished the film that documents this journey: Saving Papua by Not Cycling There,” ujarnya tentang projek film dokumenternya selain Cari Hutan.
* APA KATA PENONTON *
Harriyadi Irawan, 30, William Angliss Institute
Acara kayak gini sangat penting, karena membuka wawasan, terutama untuk orang Indonesia-nya sendiri. Kayak aku, orang Kalimantan, aku sendiri tahu tapi kurang aware. Nah setelah ada acara ini aku langsung ngeliat, aduh di tanah kelahiran gue ini. Ini tempat gue tinggal dulu. Kok bisa jadi kayak gini sekarang. Dulu gue kesana bisa cium bau hutan. Itu yang aku harapkan untuk anak-anakku, dan anak-anak orang lain nanti. Kita harus menyelamatkannya mulai dari sekarang.
Tapi mungkin berikutnya tempatnya harus lebih besar, atau sedikit lebih deket ke city, jadi banyak yang bisa datang. Kalo bisa juga involve lebih banyak volunteer, jadi infonya lebih besar dan banyak yang akan datang.
sasha