Hari Lahir Pancasila diperingati pada tanggal 1 Juni sejak dibawakan dalam pidato Presiden Soekarno pada tahun 1945. Kala itu Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) menggelar sidang dari 29 Mei hingga 1 Juni 1945 di gedung Chuo Sangi Pejambon Jakarta, sekarang disebut gedung Pancasila untuk menentukan dasar negara.
Dalam pidatonya, Soekarno menyampaikan gagasannya tersebut dengan sebutan Pancasila. Lalu, pidato itu mendapat sambutan hangat BPUPKI hingga akhirnya BPUPKI saat itu juga membentuk panitia kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada dasar negara yang terkandung dalam pidato Bung Karno tersebut. Disepakatinya isi pidato Soekarno itu kemudian menjadi momen lahirnya Pancasila.
Pancasila yang adalah dasar atau idiologi negara kemudian dilengkapi dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” (Unity in Diversity) yang memiliki makna “walaupun berbeda-beda pada hakikatnya Indonesia tetap satu”. Akhirnya Pancasila dan “Bhinneka Tunggal Ika” menjadi dua pondasi ideologis vital dalam konteks Indonesia yang multikultural.
Dalam situasi ini, dapatkah Pancasila tetap menjadi panduan hidup masyarakat di tengah pandemi ini? Perlu diakui bahwa selama masa pandemi ini, kesaktian dan kekuatan Pancasila benar-benar diuji. Belum lama ini berbagai media dalam dan luar negeri telah memberitakan tindakan penolakan pengebumian jenasah pasien positif Covid-19 di beberapa wilayah di Indonesia. Hal ini seolah-olah menunjukkan pupusnya solidaritas. Pancasila yang juga merupakan falsafah dan pandangan hidup yang merekatkan segala perbedaan, serta memiliki fungsi sentral dalam berbagai aspek kehidupan seperti aspek pendidikan, sosial, dan ekonomi bangsa semakin diuji dengan adanya PSBB yang mempengaruhi ketahanan ekonomi nasional.
Sebenarnya apapun masalah yang dialami oleh bangsa ini, Pancasila haruslah menjadi patokan utama dalam menyelesaikan masalah tersebut. Nilai-nilai serta butir-butir Pancasila sangat kaya akan keluhuran beretika dan bermoral terutama di masa pandemi ini. Berikut adalah nilai-nilai Pancasila yang dapat diserap ke dalam berbagai keputusan dan tindakan melawan Covid-19 baik oleh pemerintah maupun masyarakat:
Sila Pertama: Ketuhanan yang Maha Esa
- Tetap berdoa dan beribadah sesuai dengan kepercayaan yang dianut sekalipun tidak lagi diperbolehkan beribadah di gedung ibadah masing-masing.
- Tetap menghargai orang lain yang berbeda agamanya, sekalipun orang tersebut terinfeksi Covid-19. Tidaklah bermoral sebagai orang beragama menjelekkan, mengutuk bahkan mensyukuri penganut agama lainnya yang terpapar Covid-19.
- Sesuai dengan ajaran agama masing-masing, tetaplah saling mendoakan, menguatkan bahkan menolong mereka yang membutuhkan pertolongan moral dan moril tanpa memandang latar belakang agamanya.
Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
- Menjalankan kewajiban kita dan menghormati hak orang lain. Sebagai contoh: kewajiban kita adalah ‘di rumah saja’ maka kita perlu melakukannya dengan kesadaran pada kesehatan dan keselamatan diri sendiri. Menghormati hak orang lain, misalnya mereka yang berkeinginan untuk menjaga jarak dari orang-orang disekitarnya karena protokol kesehatan Covid-19 memang mengharuskannya dan juga perlu dilaksanakan demi keselamatan orang lain.
- Tidak membeda-bedakan orang yang ada di sekitar kita. Tidak perlu menstigma orang-orang yang merupakan penyandang dan penyintas Covid-19.
Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
- Mencintai negara Indonesia dengan cara mematuhi protokol kesehatan yang telah dirilis oleh pemerintah seperti PSBB dan larangan mudik.
- Masyarakat dapat bersatu-padu dalam menjalani masa PSBB. Misalnya kelompok masyarakat berekonomi menengah ke atas telah berusaha membantu negara dengan menyumbangkan sembako untuk masyarakat yang membutuhkan dan instrumen medis bagi para tenaga medis.
- Masyarakat yang bekerja di sektor usaha tertentu tetap melaksanakan tanggungjawabnya demi keberlangsungan ekonomi dan administrasi negara. Beberapa profesi berikut adalah masyarakat yang bersedia untuk tidak ’di rumah aja’ demi menopang masyarakat lainnya yang mendapat kewajiban ‘work from home (WFH)’; pegawai BUMN, tenaga medis, pedagang sembako, perusahaan farmasi, tenaga keamanan, pengemudi ojek online, dan pekerja jasa lainnya bersedia untuk berjuang di luar rumah meski sangat beresiko.
Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
- Kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah harusnya merupakan hasil musyawarah banyak pihak yang mewakili suara rakyat.
- Pemerintah dan masyarakat perlu bersatu melawan Covid-19. Pemerintah perlu membuat perturan yang berpihak pada rakyat terutama rakyat kecil, begitupun dengan masyarakat yang juga perlu berkooperatif dengan berbagai kebijakan pemerintah demi pemutusan rantai penyebaran Covid-19.
Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
- Sila kelima sering sekali terabaikan oleh kalangan yang memiliki kedudukan atau kekuasaan tertentu. Hal ini nampak dalam pelaksanaan hukum yang ‘tajam ke bawah dan tumpul ke atas’. Terkait dengan penanganan Covid-19 harusnya pihak-pihak yang berwewenang menyalurkan bantuan tidak lagi berniat curang atau mengkorupsi bantuan tersebut sehingga dapat dirasakan secara adil oleh semua masyarakat yang berhak.
- Sebagai masyarakat juga perlu pemperjuangkan haknya untuk mendapatkan keadilan apabila dirasakan telah mengalami suatu tindakan ketidak-adilan, misalnya: jika masyarakat tidak mendapatkan layanan kesehatan yang semestinya telah diatur dalam protokol pelayanan masyarakat, jika masyarakat tidak mendapatkan bantuan sembako atau dana tunai dari pemerintah daerah sesuai dengan yang telah dijanjikan dan lain sebagainya.
Selamat merayakan Hari Lahirnya Pancasila dan selamat menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam menjalani masa pandemi ini.
Lenny