Ada berbagai alasan mengapa seseorang mau dan tertarik untuk mempelajari bahasa asing. Seperti yang diutarakan para peserta Lomba Pidato yang baru-baru ini diselenggarakan di Konsul Jenderal RI Melbourne.
Ini adalah kali pertama Balai Bahasa dan Budaya Indonesia – Victoria Tasmania (BBBIVT) mengadakan perlombaan untuk level perguruan tinggi dan setingkatnya, bekerja sama dengan KJRI Melbourne, KBRI Canberra, Kementerian Pariwisata RI, dan berbagai institusi pendidikan di Victoria. Sebanyak 12 orang mengikuti perlombaan, dimana dua diantaranya mengikuti kategori Lomba Bercerita. Semua peserta ini memenuhi persyaratan sebagai warga negara asing usia 18-27 tahun, tidak berbahasa ibu Bahasa Indonesia atau Melayu, serta tidak pernah tinggal di Indonesia, Malaysia, Singapura, atau Brunei Darussalam selama 6 bulan secara berturut-turut.

Dalam sambutannya, Konsul Protokol dan Kekonsuleran Zainal Arifin, mewakili Konsul Jenderal yang berhalangan hadir, menyampaikan apresiasinya terhadap BBBIVT atas kinerja dan upaya melestarikan serta mempromosikan budaya bangsa. Terlebih lagi karena letak geografis Indonesia yang sangat dekat dengan Benua Kangguru ini menjadikan Bahasa Indonesia penting untuk dipelajari warga lokal Australia sebagai salah satu faktor pendorong kedekatan dan ikatan tali persaudaraan yang tidak saling mencurigai.

Presiden BBBIVT Tata Survi mengatakan pihaknya akan terus mengadakan kegiatan yang bisa mendorong kemajuan Indonesia sekaligus mendukung keharmonisan antar kedua negara. Sebelum Lomba Pidato dan Lomba Bercerita yang diadakan akhir Mei kemarin, BBBIVT telah beberapa kali menyelenggarakan loka karya untuk guru. “Kami bukan organisasi payung, namun lebih ke arah pengembangan bahasa dan budaya Indonesia, tidak hanya melulu pada pengajar, pendidikan, tapi juga ke bisnis, tapi tentunya di luar politik,” kata Tata yang juga ialah guru SMA di Huntingtower School.
BBBIVT sendiri didirikan atas inisiatif berbagai organisasi ataupun individu yang perduli terhadap Indonesia. Misalnya saja ada Konfir Kabo dan Resika Tikoalu dari Kabo Lawyers, perwakilan dari AIAV (Australian Indonesian Association of Victoria), Yacinta Kurniasih yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Monash dan menjabat sebagai Wakil Presiden BBBIVT, bahkan anggota KJRI Melbourne secara bergantian. Hal ini patut dibanggakan mengingat ada lebih dari 50 organisasi kemasyarakatan Indonesia yang telah berdiri di Victoria dan terkadang sangat sulit untuk mempersatukan kesemuanya meski sama-sama memiliki agenda untuk mempromosikan budaya nusantara. Tata mengatakan, dalam waktu dekat ini BBBIVT akan mengadakan pameran tenun ikat dari Indonesia Timur. “Mudah-mudahan Oktober ini akan terselenggara,” ucapnya.

Melalui Lomba Pidato dan Lomba Bercerita Dalam Bahasa Indonesia, BBBIVT menyiratkan pesan bahwa siswa siswi yang belajar Bahasa Indonesia di tingkat SD SMP SMA bisa meneruskan hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Seperti yang diakui salah satu peserta lomba, Leah Oirbans, “I absolutely love Indonesia, I mentioned that in my speech, I want to be an Indonesian teacher,” tutur mahasiswi Universitas Monash ini. Tentunya ini sejalan dengan tema yang diangkat melalui perlombaan ini, yaitu pemahaman peran Bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan kebutuhan komunikasi dan kerjasama dengan bangsa lain.

Bukanlah suatu hal yang mudah untuk memahami suatu bahasa. Tapi jika ini dilakukan atas keinginan yang kuat, buah yang dihasilkan akan berbeda. “Dalam pidato saya, saya ingin para pendengar mengetahui mengapa saya sangat menyukai Indonesia, seberapa pentingnya Indonesia bagi diri saya. Saya memikirkan ini semua dengan serius. Saya pun menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk menuliskan pidato saya, membacanya kembali dan mengoreksi hingga sempurna bagi saya, lalu saya berlatih berulang kali untuk membacakannya,” jujur Leah yang saat ini duduk di tahun ke-2 jurusan Secondary Teaching and Art.

Semangat yang sama pula terpancar dari seorang Dylan Gollant, mahasiswa tahun pertama Universitas Melbourne jurusan Commerce. “Saya menyiapkan pidato saya selama seminggu. Saya sangat tertarik belajar Bahasa Indonesia sejak kelas 7, dan karena saya ingin bekerja di bidang perdagangan, saya menekankan faktor ini dalam pidato saya,” papar pria bertubuh tinggi ini saat ditanya alasan dibalik keikutsertaannya dalam lomba tersebut. Dylan pun mengaku ingin bekerja di kedutaan besar Australia di Jakarta suatu hari kelak.

Duduk berkelompok di sisi samping Ruang Bhinneka, terlihat sekitar 10 prajurit yang datang untuk mendukung tiga teman mereka yang termasuk sebagai peserta lomba. Didampingi sang guru, Elisabeth Riharti, mereka menyimak dan terpukau akan kemampuan para peserta lainnya. Elisabeth mengatakan dirinya sangat bangga akan kemampuan para muridnya selama menjadi pengajar di Defence School of Languages. Dan lucunya, di dalam kelas Bahasa Indonesia, setiap prajurit memiliki nama Indonesia agar antar siswa tidak dibedakan oleh pangkat militer masing-masing. Umumnya, para siswa belajar bahasa selama satu tahun sebelum nantinya ditugaskan untuk penempatan di Indonesia ataupun tugas lainnya. Kendati waktu yang singkat, mereka cukup fasih menangkap pembicaraan dan merespon kembali dengan Bahasa Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, tampil dua peserta yang mengikuti Lomba Bercerita; Jack Jhonstone membawakan dongeng Bawang Merah Bawang Putih, dan Estelle Fraser memilih kisah Dewi Sri Dewi Padi. Kedua peserta tampil penuh percaya diri dan mulai mendongeng dengan hanya menggunakan teks yang minimalis. Mereka bahkan merangkum makna yang terkandung di akhir cerita. Ini semua menjadi bukti nyata kekayaan budaya bangsa yang sangat dihargai masyarakat luar negeri dan upaya pelestarian semacam ini menjadi sangat penting dewasa ini agar tidak cepat termakan waktu.
Dari kacamata salah seorang juri yang BUSET jumpai, Lily Djajamihardja menilai setiap peserta memilii nilai plus tersendiri. Guru pencetus pelajaran Bahasa Indonesia di St Michael’s Grammar School tahun 1975 ini mengapresiasi setiap upaya serta dedikasi yang dicurahkan oleh setiap peserta. Menurutnya, penilaian yang diberikan para juri akan didasarkan dari berbagai aspek, dimana setiap juri memiliki pengalaman yang sangat senior dalam bidang pengajaran Bahasa Indonesia. Beberapa elemen yang dinilai termasuk struktur dan badan naskah, tata bahasa, ekspresi, intonasi, teknik, dan akurasi waktu.


Dari kompetisi hari itu, tampil dua nama yang memenangkan Lomba Pidato, yaitu Brett Fletcher (siswa Defence School of Languages) dengan total nilai 252 dan Julia Broadbent (mahasiswi Universitas Melbourne) di posisi ke-dua dengan nilai 248. Brett, Julia, dan dua finalis dari Lomba Bercerita akan mewakili negara bagian Victoria dalam seleksi tingkat Australia di KBRI Canberra. Rekaman presentasi mereka akan dibandingkan dengan pemenang dari negara bagian lainnya, dan tiga nama yang keluar sebagai pemenang akan melalui proses wawancara oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada pertengahan Juni nanti.

Tiga pemenang Lomba Pidato dan Lomba Bercerita dijadwalkan untuk turut menghadiri upacara 17 Agustus di Istana Negara dan berwisata ke beberapa tempat bersejarah di Jakarta dan Yogyakarta.
***
Jika ingin bergabung atau menyumbangkan ide melalui Balai Bahasa dan Budaya Indonesia – Victoria Tasmania, silakan menghubungi BBBIVT melalui situs resmi www.bbbivt.org
***
vr