Tahun 2019 ini adalah ketiga kalinya Indonesian Film Festival mengadakan acara Through the Lens, yang mengundang para pengunjungnya untuk menjadi penonton pertama dari beberapa film pendek Indonesian Film Festival nominasi ‘Best Film’ dan trailer dari dua film ‘Outstanding Achievement’.

Bukan hanya itu, Through the Lens turut menghadirkan pengalaman yang sangat interaktif dimana penonton diajak untuk bergabung dalam diskusi terbuka bersama para akademisi serta penggiat yang berkecimpung di bidang media dan perfilman. Tidak ketinggalan, Through the Lens tahun ini untuk kali pertamamya menghadirkan langsung sang sutradara yaitu Aditya Ahmad.
Diskusi panel yang dimoderatori oleh Arsisto Ambyo sore itu menghadirkan panelis Siobhan Jackson, seorang peneliti, penulis, sutradara; dan Andrew O’Keefe – dosen Films and Television dari University of Melbourne.
I am Zal karya Hooman Naderi sebagai pemenang yang dinobatkan Best Film membuka ulasan para panelis. Film pendek asal Iran ini mengundang beberapa tema tema umum dalam dialog, yaitu tentang budaya yang kental, namun juga mengundang audiens untuk merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh utama, Daniel kecil, seorang yang albino, sangat mengingkan peran untuk menjadi tokoh bernama Zal dalam pementasan sekolahnya namun ditolak dari peran tersebut.
Peran Daniel kecil mengangkat pertanyaan “bagaimana cara membuat film bersama anak kecil?”. “Anak-anak tersebut harus dibiarkan kreatif. Dari I Am Zal, dapat terlihat kejujuran si anak tersebut, dapat dipastikan bahwa ada hubungan yang baik antara sutradara dan tokoh anak ini,” balas panelis. Lebih dari sekadar alkisah tentang penolakan kepada seorang anak, interpretasi para panelis kepada I am Zal adalah mengenai kisah seorang Albinomenjalani adanya kekerasan, emosi yang mendalam serta pemisahan.
Gelak tawa dari penonton sesekali menghiasi penayangan Sepatu Baru karya Aditya Ahmad usai I am Zal. Adegan dibuka dengan seorang anak perempuan yang terlihat ‘hobi’ mencuri lalu melemparkan celana dalam milik penduduk di kampungnya di Makassar. Aksi lawak sang anak pencuri celana dalam itu mengundang dua respon dari penonton; yang tertawa terbahak-bahak tetapi juga ada yang mempertanyakan kisah dibalik aksi tersebut.
Ternyata inspirasi Aditya untuk Sepatu Baru datang dari hal-hal yang sederhana. Pertama, musim hujan, kedua, dari mitos yang ia kenal semasa kecilnya , dimana membuang celana dilihat sebagai usaha menghentikan hujan, berharap tak turun lagi.
Film yang merupakan salah satu tugas kuliah sang sutradara itu, diakhiri dengan adegan ketika sang anak memakai sepatu barunya saat matahari akhirnya bersinar, namun hujan pun turun sehingga si anak kehilangan kesempatan untuk memakai sepatu barunya. “Pesan saya dalam film ini adalah, seseorang harus berupaya dengan serius dan tidak menyerah ketika menginginkan sesuatu,” tuturnya. Nilai yang ia tanam dalam Sepatu Baru tidak berhenti tertanam pada akhir narasi itu, namun nilai tersebut jelas menghasilkan buah yang manis dalam karier perfilman seorang Aditya Ahmad. Lima penghargaan internasional yang ia terima merupakan usaha manis yang telah mengharumkan nama bangsa di tengah kancah perfilman.

Bagi Andrew O’Keefe dan Siobhan Jackson, I am Zal dan Sepatu Baru memiliki pesan utama yang menggaungkan nilai budaya masing-masing tempat. Secara penggambaran tokoh utama, kedua film diperankan oleh seorang anak, dengan tingkah laku lugunya, menyentuh hati dan membawa penonton dalam kenangan masa kecil mereka.
Tak kenal tingkat pendidikan, hobi atau pekerjaan, Through the Lens sekali lagi telah berhasil mengemas empat jam untuk mengikutsertakan para pengunjungnya dalam proses di belakang layar, juga menggali langsung bersama nilai-nilai yang terpendam pada setiap jalan cerita.
Apa Kata Mereka
Salsa, mahasiswi Media Communications & Screen and Cultural Studies dan Owen, mahasiswa University of Melbourne

Through the Lens dari tahun ke tahun selalu beda, dan tahun ini konsepnya yang paling eksperimental, in terms of like, two movies yang mereka bawain tahun ini. Biasanya ada 3-4 (film) sama pemenangnya kan. Ini tujuannya kayaknya untuk memperdalam diskusi dan pertanyaan-pertanyaannya biar thorough interpretation dan mendatangkan sutradara, kayaknya pertama kali sih. Ini keren banget konsep acaranya, kita bawain sutradara Indonesia, jadi kita bisa langsung lebih ngerti dapet insight dari bagaimana sebuah film dibangun dari ide sampai ke filmya, dan bagaimana dia membagikan pengalaman dia di proses bikin film itu. Itu kasih insight banget untuk orang-orang, jadi kalau liat film itu ternyata banyak banget yang terjadi di belakang 5 menit yang kita saksikan. Jadi raise awareness kepada orang, bahwasannya itu kerja keras.
Aldo, mahasiswa Deakin University

It’s great, I love watching short films. This is my first time to the event, it was great. The films were also really good.
Adisa