Akhir November lalu, band Indonesia asal Bali, Navicula menghadirkan pertunjukan musik dalam sebuah diskusi unik hasil kolaborasi dengan organisasi non-profit, Kopernik. Acara yang berlangsung di Faculty of Arts and the Indonesia Forum, University of Melbourne dari pukul 6 petang hingga 8 malam hari itu membahas tentang isu-isu terkini seputar sosial dan lingkungan yang terjadi di Indonesia dan dihadiri penduduk lokal maupun masyarakat Indonesia yang sudah menetap di Melbourne.
Ditemui usai acara, koordinator sekaligus moderator diskusi, Dr Rachael Diprose, mengungkapkan beberapa alasan mengapa acara tersebut diadakan menggabungkan dua instansi yang memiliki perbedaan latar belakang ini. “There are extraordinary amount of innovation technology and inspirational things in Indonesia that I don’t think Australia knows about. I want to showcase that innovation, and to show that Indonesia is not only about gamelan and batik. It’s not necessarily saying that they are not great, but Indonesia is much more than that. Navicula and Kopernik are an extraordinary combination or collaboration. Together, these two amazing organisations can achieve quite explosive impact and outrage,” ujar dosen yang juga mengajar di Faculty of Arts, University of Melbourne tersebut.
Dr Rachael kemudian mengungkapkan bahwa ini adalah ajang pertama yang ia gagaskan dan wujudkan setelah menjabat sebagai Deputy Convenor of the Indonesia Forum. Inisiatif tersebut diakui datang dari kepedualiannya terhadap kedekatan kedua negara dan bagaimana menjembatani perbedaan budaya yang juga tercerminkan melalui isu-isu terkini.
Kopernik sendiri merupakan sebuah institusi non-profit yang mendistribusikan teknologi rendah biaya untuk daerah-daerah pedalaman, terutama di Indonesia. Kehadiran Kopernik diharapkan dapat membantu memberikan solusi kemanusiaan yang nantinya akan membantu menyelesaikan berbagai problematika yang dihadapi komunitas-komunitas pedalaman.
Sedangkan Navicula yang digawangi oleh Robi (vokal dan gitar), Dankie (gitar), Made (bass), Gembull (drum) mengusung genre rock sebagai warna dasar musik mereka. Band yang telah terbentuk sejak tahun 1996 ini terkenal menghadirkan tembang demi tembang yang mengandung pesan semangat dalam mewujudkan perdamaian, cinta dan kebebasan. Mereka mengaku bahwa inspirasinya datang dari berbagai budaya, informasi, isu sosial, serta perubahan ekologi yang terjadi baik di Indonesia maupun secara global. Tak heran jika Navicula juga kerap disebut sebagai ‘the Green Grunge Gentlemen’.
Kepada Buset, Robi mengungkapkan rasa bahagia bercampur bangga karena diberi kesempatan untuk mengikuti diskusi yang membahas peran penting musik dan teknologi dalam masyarakat. “Kami sangat tertarik dengan dengan ruang-ruang diskusi seperti ini. Navicula sendiri dibuat sebagai musik yang digunakan sebagai media untuk perubahan sosial. Art for change. Dan kenapa kita tertarik dengan topik-topik seperti ini? Karena dari diskusi inilah yang kita jadikan inspirasi untuk sebuah lirik lagu. Dan ini adalah salah satu contoh yang bagus untuk take and give, karena di sini kita bisa belajar dan sekaligus sharing juga,” ujar bapak satu anak ini.
“Kerusakan lingkungan sekarang sudah parah, level of consumerism-nya meningkat, jadi eksploitasi lingkungan untuk memenuhi tingkat konsumerisme yang tinggi juga tidak bisa diseimbangkan. Disinilah Navicula berbicara untuk mengingatkan generasi saat ini. Seperti value kita, yaitu love, kita cinta musik, musik adalah passion kita. Dan kita care, kita care pada lingkungan. Jadi Love and Care kita gabungkan menjadi satu di band ini,” tambah Robi.
Sudah ada beberapa upaya yang dilakukan Navicula demi mendapatkan perhatian orang banyak. “Kita menyelesaikannya sebagaimana musisi. Jadi lewat musik, video musik, konser, apa yang biasa musisi lakukan. Kita sekali pernah bikin merchandise, sabun, yang terbuat dari minyak kelapa. Sabun tersebut terinspirasi dari lagu Rayuan Pulau Kelapa. Bahwa Indonesia ini adalah pulau rayuan pulau kelapa. Bukan rayuan pulau kelapa sawit. Kita bukannya anti sawit, tapi ekspansi sawit saat ini bukan untuk memenuhi kebutuhan, tapi sudah memasuki area keserakahan,” ungkap Robi.
Kedepannya, baik Rachel dan Robi sama-sama berharap akan ada kelanjutan dari diskusi tersebut menjadi sebuah aksi. “Increasingly amount of support so that [Navicula and Kopernik] can expand their work impact and connectivities. I hope it shares to Australia, alternative view of the world, and how can we make environmental change happen through innovation. And I hope all the partnership that have already been formed can continue really well in the future,” harap Rachel. Pernyataan senada pun dilontarkan Robi, “saya sendiri sangat senang akan diskusi seperti ini, karena menurut saya ide ada disetiap orang, dan kita butuh untuk sharing. Lebih bagus lagi kalau apa diskusi yang terjadi di ruang tadi bisa membuahkan hasil untuk direalisasikan.”
Alifia