
Awal Maret 2018, Indonesian Diaspora Network (IDN) di Victoria menggelar Annual General Meeting di aula Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Melbourne. Acara ini mengundang masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden IDN-VIC baru untuk periode 2018-2020 sekaligus menjadi kesempatan bagi mereka untuk memperluas jaringan melalui kegiatan networking singkat di awal dan akhir acara.
Dari 70 peserta yang terdaftar online, 40 orang hadir dan mencalonkan lima orang kandidat presiden, yaitu Antonius Tobing, Diana Pratiwi, Diski Naim, Heri Febrianto, dan Iwan Wibisono. Kelima calon lalu diberikan kesempatan untuk menyampaikan visi dan misi mereka bagi masa depan IDN-VIC.

Meraih dukungan dari 16 orang pengunjung, Iwan Wibisono berhasil maju sebagai Presiden IDN-VIC yang baru. Ia merasa terharu dan optimis akan kesempatan memimpin organisasi diaspora cabang Victoria tersebut melihat keaktifan komunitas di Victoria selama ini.
“Saya merasa ini adalah suatu tanggungjawab yang harus diemban bersama. Yang awalnya kalau dibayangkan pasti berat, tapi setelah melihat teman-teman kepengurusan dan di komunitas Victoria saat ini, saya merasa agak ringan, karena mereka adalah masyarakat yang aktif.”

Sebagai presiden IDN-VIC yang baru, Iwan merasa terbebani untuk menjalankan salah satu fungsi IDN yaitu “connect the dots” atau menjadi penghubung antar komunitas. Pelaksanaan fungsi ini ia tekankan melalui dukungan atas acara-acara yang oleh komunitas Indonesia yang memang sudah berlangsung.
“Perlu digarisbawahi bahwa IDN tidak akan membuat kegiatan yang sudah ada atau sudah dilakukan oleh teman komunitas di Victoria. Kita hanya akan menghubungkan sehingga kegiatan yang sudah ada harapannya dapat menjadi lebih semarak dan didukung oleh semua elemen yang ada di Victoria.”
Antonius Tobing, salah satu penanggungjawab IDN-VIC, menilai acara pemilihan presiden organisasi diaspora ini sebagai langkah awal yang baik melihat kurang aktifnya organisasi tersebut di tahun-tahun sebelumnya.

“Dengan terpilihnya presiden dan komite ini, saya berharap agar kita bisa melakukan partnership dengan organisasi Indonesia lain di Victoria. Meski dulu kita seolah-olah vakum, tapi sekarang kita punya mesin kerjanya.”
Dalam sambutan singkatnya, Konsul Jenderal Republik Indonesia bagian Victoria dan Tasmania, Spica A. Tutuhatunewa mendukung penuh program masa depan IDN-VIC.
Melalui organisasi tersebut, ia terutama mengharapkan kemajuan hubungan Australia dan Indonesia dalam hal kebudayaan terutama pengenalan Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah.
Selain itu, ia juga ingin agar kepengurusan IDN-VIC yang baru terbentuk ini dapat menciptakan strategi baru yang akan menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari tiga negara terbesar di Asia yang memiliki hubungan dekat dengan Australia menyusul Tiongkok dan India.

Acara yang berlangsung tiga jam tersebut ditutup dengan sesi tanya jawab dan hasil diskusi kepengurusan IDN-VIC yang baru dengan Diana Pratiwi yang memperoleh 13 dukungan sebagai wakil presiden.
Iwan Wibisono mengajak pembaca BUSET untuk menjalin komunikasi dengan IDN-VIC dan mulai aktif bergabung dalam kegiatan yang berhubungan dengan organisasi tersebut.
“Melalui media ini saya harap mohon dukungan dan kerja sama teman-teman Indonesia, baik WNA, WNI, atau siapapun yang punya ketertarikan tinggi dengan Indonesia, untuk melakukan komunikasi dengan kami, kalau bisa bergabung lebih bagus, dan bila ada usulan jangan segan-segan untuk menghubungi kami.” tutupnya.
***
Informasi lebih lanjut mengenai IDN dapat dilihat dari situs resminya disini
***
APA KATA MEREKA
Rika Nuriana, 30
Master of Education, Monash University
Saya tahu kegiatan ini dari whatsapp group. Karena ada beberapa whatsapp group di Monash University salah satunya posting tentang ini.
Mungkin karena ini kali pertama saya datang ke acara ini jadi menurut saya ini bagus ya, visi dan misinya. Semoga saja rencana presiden IDN bisa terlaksana ke depannya agar tidak menjadi sekadar rencana saja gitu. Yang susah kan justru itu pelaksanaannya.
Kekurangan dari acara ini, nah, itu adalah tanda tanya sebenarnya. Karena pada saat saya datang ke acara ini, saya sebenarnya melihat sendiri sampai ada tiga lembar nama, tapi yang hadir sepertinya bahkan kurang dari 50 orang. Ini disayangkan sekali karena penting dan seharusnya dari 16.000 orang Indonesia yang ada di sini, harus minimal terwakili lah suaranya. Terutama pada saat pemilihan presiden seperti ini. Tapi tidak sebanyak itu ternyata yang datang. Yang menjadi tanda tanya adalah apakah promosi dan publikasi kegiatannya sudah maksimal?
Lalu tadi ada salah satu calon yang menyatakan tentang ketertarikannya, apakah kebanyakan orang tidak datang ke sini karena merasa acara ini kurang menarik? Jadi mungkin seharusnya kalau ada acara seperti ini mereka harus lihat segmen pasar. Apakah cocok untuk semua segmen pasarnya, semua warga Indonesia atau begitu orang lihat acara ini, wah ini usia segini saja yang datang? Begitu.
Semoga ke depannya acara ini bisa lebih baik lagi, bisa merangkul warga Indonesia lainnya di Melbourne dan menghidupkan organisasi-organisasi lainnya yang sudah mati suri karena tadi disebutkan juga dari sekitar 50 organisasi ternyata hanya menyusut menjadi 30. Artinya ada 20 yang harus dibangunkan lagi dari mati surinya itu.
STEPHEN TEDJA, 20 dan SAM SHLANSKY, 24
Ketua dan Director of Partnerships and Memberships Australia-Indonesia Youth Association (AIYA)
Stephen: Tentang acara ini, saya sejujurnya baru tahu kalau ada IDN. Jadi menarik banget kalau ada baik untuk orang-orang yang mungkin sudah tinggal di sini selama 20 tahun, terus bikin satu kegiatan dan juga berupaya untuk melobi biar mempererat komunitas Indonesia yang lain dan juga dengan konjen. Seperti misalnya AIYA kan kita maksudnya agak jauh fokusnya tapi tetap erat.
Sam: AIYA bisa bantu mereka dengan reach out untuk pemuda di sini dengan organisasi lainnya. Karena sudah lancar dengan media-medianya, sudah lancar dengan organisasi-organisasinya, administrasi semua itu lancar. Jadi masih bisa bantu mereka dan bekerja sama mungkin. Di masa depannya kita bisa kerja sama.
SORAYA PERMATASARI
Wartawan Bloomberg News
Saya mengetahui acara ini dari Forum Masyarakat Indonesia di Australia (FMIA). Kebetulan saya aktif di salah satu grup komunitas di Melbourne ini. Jadi saya pertama dengar dari situ selain juga dari informasi yang mereka sebarkan melalui sosial media.
Acara seperti ini pasti dan selalu berguna. Tergantung grupnya apa, banyak juga orang Indonesia yang tidak ikut komunitas karena satu dan lain hal. Bagi saya, setiap kali ada acara yang mengajak semua komunitas Indonesia untuk berorganisasi atau berkumpul melakukan kegiatan yang berujung pada tujuan yang baik, saya rasa itu selalu berguna.
Selalu ada ruang untuk peningkatan. Artinya mungkin komunikasi di masa datang harus digalakkan lagi. Kebanyakan saya lihat yang datang ke sini adalah mereka yang sudah biasa datang. Jadi saya belum melihat ada wajah-wajah baru. Itu mungkin adalah tantangan ke depan bagi IDN-VIC untuk lebih membuka diri. Jadi jangan hanya membatasi pada mereka yang sudah sering datang, tapi bukalah ke mereka-mereka yang mungkin selama ini belum tertarik untuk ikut kegiatan-kegiatan seperti ini.
Sebenarnya banyak di Victoria itu orang-orang baru, orang Indonesia yang bukan hanya student, tapi orang-orang yang memang tinggal di sini, bekerja di sini, dan mungkin sudah puluhan tahun tapi gak pernah aktif. Sayang juga kan? Masyarakat Indonesia walaupun ada 16.000 orang, tidak seperti orang Vietnam atau Thailand yang bisa punya komunitas sendiri dan sepertinya sampai bisa bikin desa Vietnam. Jadi, forum seperti ini memang selalu bagus, tapi akan lebih baik kalau dibuka ke mereka yang belum tertarik untuk aktif, agar menjadi lebih aktif.
Nasa