Gala Opening
Demi memperingati diselenggarakannya Indonesian Film Festival (IFF) Australia, PPIA University of Melbourne mengadakan acara Gala Opening IFF di Crafty Squire, 127 Russell Street Melbourne, pada 13 April 2016 silam. Acara berkonsep cocktail party tersebut turut dihadiri oleh duta IFF tahun ini, Tara Basro, dan aktor yang sedang naik daun di perfilman nasional, Chicco Jerikho, beserta sinematografer Satria Kurnianto.

Yang menarik, panitia membuka sesi tanya jawab bintang tamu dengan seorang kritikus film dan penyiar radio, Peter Krausz. Sesi ini diadakan usai mendengarkan sambutan singkat oleh Ketua PPIA University of Melbourne Yoseph Christian Taslim, Project Manager IFF 2016 Raditya Widjojo dan Duta IFF Tara Basro.
“For me, being an actor is not a job. An actor is a journey. Kalau setiap kali menghidupkan sebuah karakter, itu merupakan suatu kesempatan yang belum tentu orang lain itu punya. Memberikan nafas untuk tokoh yang saya mainkan itu memiliki kehidupan sendiri, kehidupan lain yang bukan Chicco, tetapi karakter yang akan saya hidupi. Dan saya mendapatkan suatu pengalaman. Being an actor is a blessing for me,” papar Chicco Jerikho saat ditanya mengenai hal yang menarik dari profesinya.
Topik yang juga diangkat mengangkat persoalan industri film Tanah Air yang masih dirasa belum maju bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Selain itu, fasilitas seperti institut pendidikan khusus perfilman atau akting dan dukungan pemerintah juga dinilai sangat kurang. Padahal, sebenarnya kualitas film Indonesia sangat berpotensi untuk bersaing di dunia internasional. Contohnya saja film karya sutradara berbakat Joko Anwar yang diperankan oleh Tara Basro dan Chicco Jerikho, A Copy of My Mind. Film ini sukses ditayangkan di Toronto International Film festival, Venice Film Festival, dan Busan International Film Festival 2015. Kebolehan Tara Basro dalam film ini pun diakui dengan penganugerahan Piala Citra sebagai pemeran utama wanita terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 2015.
“It’s a pity that we are so left behind, that we have plenty to catch up on, but that’s why I’m very optimistic that there’s so many younger generations out there trying to make it for our country,” ujar Tara mantap.
Gala Opening IFF yang ke-11 ini kemudian ditutup dengan jumpa fans dimana para penggemar diperbolehkan berfoto bersama semua bintang tamu.
Selama berlangsung, seperti biasanya, seusai penayangan film IFF artis atau sutradara film tersebut hadir untuk menjawab pertanyaan dari para penonton yang terlihat cukup antusias, terutama di hari pertama dan kedua festival. Tara, Chicco dan Satria juga terlihat sangat bersemangat berbagi pengalaman di workshop mengenai industri layar lebar yang diadakan di kantor Superstar Education.

** APA KATA MEREKA **
Raditya Widjojo, Project Manager IFF 2016
Sejauh ini puji Tuhan sukses acaranya, banyak pengunjung yang datang. Semoga sampai acara berakhir akan terus datang peminat film Indonesia dan mendapatkan feedback yang bagus.
Melita (tengah), 20, mahasiswi University of Melbourne
Acaranya bagus kok, benar-benar seru, kalau menurut aku sih kan anak-anak yang kuliah di luar (negeri) belum tentu terlalu up to date sama film Indonesia. Jadi (melalui IFF) lebih kenal film-film yang baru keluar apa, sama ada artisnya juga jadi kita tahu mereka yang main apa.
Sejauh ini tertata sih, karena kan di depan juga ada yang ngarahin, tempat ini kan kayak kebagi dua, ada yang di depan sama di belakang, jadi lebih jelas kemananya. yang jagain juga bagus semua, jadi jelas ngantri meet & greet-nya.
Mungkin untuk selanjutnya tempatnya cari yang lebih spacious, biar orang juga mingle-nya lebih gampang. Tadi juga pas ngantri sudah dikasih tahu kayak gimana ngantrinya, tapi antriannya lama-lama berantakan lagi, mungkin juga karena tempatnya terlalu kecil.
Sasya Natasanthi, 18, panitia IFF, mahasiswi University of Melbourne
Menurut aku acara kayak gini seru, kayak membawa culture Indonesia ke Melbourne dan masih bisa melihat budayanya, karena kita di sini kan kebanyakan murid yang belajar di Australia tapi nggak lupa sama negaranya. Alhamdullilah acara sudah tercapai target audience kita. Sebelum ini kan kita ada acara under the stars dan itu juga sukses. Sekarang juga bisa sukses.
Pendatangnya tadi sudah mencapai 106 orang, jadi registrasi langsung ditutup.
Hannah Purdy, Managing Editor of Inside Indonesia
I think it’s really nice that there are so many people who have come to celebrate Indonesian film, it’s really exciting. There are also lots of people and they are very loud and happy and talkative, and I think people are getting to know each other and really excited.
I think the panel discussion was really interesting, maybe they could have shown some more clips, with sound or a presentation. I mean it’s good to see it playing (Indonesian movie) on the screen but by having the sound would be really good.
Peter Krausz, Film Critic, Radio Broadcaster, Q&A Host
It doesn’t compare really to most of the other cultural film festivals, because I think it needs to be done with a board and the problem is they need to source a wider range of films, and wider Australian audience, who I think would be interested, because some of the films are really worth seeing, but they don’t know about it. And so that’s the problem. I spoke to my fellow film critics and they still don’t know a thing about this film festival. They’ve heard nothing about it. There should be more information, a website, or a booklet.
Others have a board, and they select films carefully, they work with the country that they select their films from. And also there is funding from various organizations. But the students are doing the best they can, based on limited resources, although they don’t have the bigger picture, the understanding of how a major film festival should run.
But it should be at least a dozen films, there should be a better showcase, I mean its great that they invite guests every night, that’s fantastic, that sets this one a part from most other films festival, that’s a plus. I’m happy to support them, and they’ve appointed me to do the Q and A, which is great. But by not getting a wider range of Australian audiences, the audience would mainly be Indonesian.
Sasha