Cinta tentunya datang dan pergi dalam berbagi bentuk juga rupa. Cinta tidak harus kepada hanya pada satu hal atau seseorang saja juga! Cinta dapat diberikan kepada sekelompok orang atau sebagai dasar dari prinsip nasionalisme, kepada negara tempat lahir seseorang.
Kali ini, BUSET Magazine mendapatkan kesempatan untuk berbincang-bincang dengan sebuah keluarga yang memberikan cinta sepenuhnya pada kebudayaan Jawa. Keluarga Eko Wanita Rahayu atau yang dikenal sebagai Ibu Nita bersama Bapak Aaron Hall adalah keluarga satu daru sejuta yang mendedikasikan cinta kepada gamelan dan kesenian Jawa.

Ibu Nita yang bertanah kelahiran Yogyakarta ketika masih muda tengah kuliah di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta yang sekarang sudah berganti nama menjadi Universitas Negeri Yogyakarta. Pada saat itu ia belajar jurusan Bahasa Inggris dan pada saat itu juga Bapak Aaron yang tengah berkuliah di Deakin berkunjung ke Yogyakarta demi menjalankan program alternatif praktikum. Sebelum itu memang ia banyak berkunjung sebagai seorang turis dan ia jatuh cinta pada tanah Jawa akan bagaimana orang-orang Indonesia begitu ramah, budayanya yang begitu kaya, terutama seni musik seperti gamelan juga seni tarinya yang begitu indah. Tidak hanya pada gudeg tetapi ia pun jauh cinta pada salah satu dari perempuan tanah Jawa tersebut – Ibu Nita. Ibu Nita pun sama, semakin banyak interaksi yang ia lewati bersama Bapak Aaron membuatnya jatuh hati. Pada akhirnya mereka pun menikah dan memiliki dua anak yang brilian – Ningsih Hall dan Aryo Hall.

Sayangnya Ningsih, putri pertama yang tengah menempuh pendidikan tinggi ilmu kimia di Monash University tengah sibuk melakukan begitu banyak percobaan di laboratorium. Tetapi untungnya BUSET masih mendapatkan kesempatan untuk berbincang-bincang dengan Aryo. Aryo lahir di Yogya dan pindah ke Australia sejak ia masih berumur dua tahun. Ia sempat kuliah di Institut Seni Indonesia Yogyakarta untuk belajar lebih dalam mengenai gamelan dan tarian tradisional. Sedari kecil ia memang sudah gemar bermain gamelan di rumah. Tanpa sadar Aryo sudah jatuh cinta pada gamelan.
“Tanpa didorong pun anak-anak sudah mulai main-main gamelan sendiri karena di rumah kita ada gamelan. Ning sudah sejak lima tahun menari untuk festival di Bendigo. Mereka senang sekali hingga mereka memutuskan untuk kuliah di Indonesia. Ningsih di Solo mengambil jurusan tari tradisional dan Aryo mendalami gamelan di Yogyakarta sebagai pilihan mereka sendiri,” ujar Ibu Nita.
Aryo juga termotivasi untuk mengambil mata kuliah gamelan setelah melihat ayahnya yang begitu mahir dalam bermain gamelan. Karena passion-nya akan musik ia pun mengambil jurusan musik jazz di Monash University. Walaupun begitu ia mengakui bahwa ketika sedang sedih atau galau ia langsung menenggelamkan dirinya pada musik Jawa terutama gamelan.
“Saya sangat menggemari music dari Balkan, Macedonia, dan Serbia juga. Musik salsa, cuba, dan punk sekali pun aku suka! Aku ingin membuat musik yang dapat membuat banyak orang menari beramai-ramai. Karena saya memiliki keahlian bermain trombone dan trompet aku dapat mewujudkan semua itu dan bermain musik khas daerah-daerah tersebut,” ujar pemain band Seduceaphones ini.
Keluarga Ibu Nita kali pertama pindah ke Australia pada tahun 1994. Mereka sempat tinggal di Melbourne selama enam bulan dan pindah ke Bendigo dikarenakan hidup yang lebih tenang. Sedari dulu mereka memang sangat menyukai hidup di pedesaan atau yang dalam bahasa gaul di Australia-nya disebut tinggal di bush. Kini mereka tinggal di area terpencil di area Bendigo. Rumah mereka sangatlah autentik dan indah berhiasan begitu banyak artefak dan pernak-pernik tradisional tidak hanya dari Indonesia tapi dari negara-negara lain juga. Ibu Nita bercerita bahwa rumah mereka dibangun sendiri dari bawah – membawa tukang dari Indonesia, anggota keluarga Ibu Nita maupun Bapak Aaron pun membantu. Karena Bapak Aaron sangat menggemari wayang dan topeng dikarenakan pekerjaan paruh waktunya sebagai dalang, ia sangat ingin memperluas koleksinya.
Kru BUSET menunjukkan kekaguman cinta keluarga kepada kebudayaan Indonesia dan menanyakan apabila ada pesan atau harapan yang ingin disampaikan kepada semua masyarakat di Indonesia dalam melestarikan budaya Indonesia.
“Sejujurnya saya sangat suka bermain gamelan dan menari bukan karena ada misi khusus tetapi karena memang sejak aku masih kecil sudah menjadi kegemaranku. Saya harap sebenarnya kesenian tradisional apa saja di Indonesia dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia karena sejujurnya kebudayaan Indonesia sangatlah indah dari daerah mana pun! Dari Sumatra, Kalimantan, dari mana pun kebudayaan Indonesia sangatlah indah. Untungnya kami bisa mengajak banyak dari teman-teman kami untuk ikut menikmati dan saya berharap masyarakat Indonesia dapat melakukan demikian,” ujar ibu negara Gamelan Mugi Rahayu ini.
Aryo juga menambahkan bahwa alasan di balik kegemarannya bermain gamelan, menari tarian tradisional jawa, dan mendalami budaya Indonesia membantunya untuk menjadi lebih dekat dengan keluarga dari sisi ibunya yang adalah orang Indonesia. Dalam mendekatkan dirinya dengan ibunya ia mendorong diri untuk bisa berbicara dalam Bahasa jawa dan semua yang ia lakukan membuatnya lebih dekat dengan keluarganya di Indonesia. Dari situ kita dapat mengambil contoh untuk mendekatkan diri kepada akar kita, kepada nenek moyang dan tanah kelahiran kita, Indonesia, seperti Aryo.