Di tengah banyaknya masalah dan konflik yang terjadi di Tanah Air, ada banyak cara yang dilakukan oleh generasi muda untuk tetap menyatukan Indonesia dengan segala macam kegiatan dan karya. Salah satu sosok generasi muda yang kali ini Buset temui adalah Karina Soerbakti.
Diwawancarai di wilayah Pejaten, Pasar Minggu, Karina yang adalah anak bungsu dari tiga bersaudara sempat mengemban pendidikan Strata 1 dan Strata 2 di Melbourne, Australia. Jurusan dan mata kuliah yang diambil Karina memang beragam, yakni Bachelor of Arts and Media Communication. Karina mengambil kelas sosiologi hingga kelas seni peran dan juga film, bahkan Karina juga pernah mengambil kelas marketing. “Waktu itu kelasnya memang bisa dicampur-campur, tapi main coreaku memang di media communication sama sosiologi,” jelasnya.
Mengambil jurusan yang berhubungan dengan seni dan komunikasi adalah hal yang unik bagi seorang Karina, mengapa? Karena latar belakang keluarga Karina yang memiliki perusahaan transportasi berpusat di Ibu Kota bernama Lorena, banyak orang mengira bahwa Karina akan mengambil jurusan bisnis atau semacamnya.
“I am an artsy person. Aku memang peduli banget sama yang namanya creative industry, menurut aku kalau we pay more attention to the creative industry di Indonesia, itu bisa banget menembus our economy, and not a lot of people know that,” cerita Karina. Menggunakan kesukaannya inilah gadis berambut panjang itu membuat komunitas seni dengan nama Peqho at Kasoer’s Place untuk mengajak anak-anak muda, bahkan seluruh kalangan masyarakat untuk lebih sadar akan dunia seni.

“Aku dan rekanku, Aji, akhirnya berpikir untuk membuat sesuatu yang bisa kita lakuin mengenai seni dan industri kreatif itu, it starts from ourselves,” tambah Karina.
Perkembangan dunia seni atau industri kreatif di Indonesia yang sudah semakin baik namun masih kekurangan exposure merupakan alasan lain dari pembuatan Peqho sendiri. “Film-film Indonesia sudah banyak yang masuk ke festival-festival di luar negeri, cuma masih kurang terekspos. Orang-orang di Bali contohnya banyak yang artsy dan menghasilkan karya, cuma mungkin marketingnya yang kalah sama negara-negara lain, kayak Korea dengan K-Popnya,” jelas Karina.
Selain kurangnya publikasi bagi dunia seni di Indonesia, kurangnya lembaga atau wadah untuk praktik seni dan juga kurangnya dukungan pemerintah bagi pelaku seni serta merta menjadi alasan lain bagi Karina dan Aji untuk membangun Peqho agar menjadi komunitas yang nantinya menghasilkan karya-karya yang dapat diapresiasi baik masyarakat Indonesia maupun dunia. “Pemerintah sudah mulai mendukung, sih, tapi they need to do more,” katanya lagi.
Karina telah memulai kegiatan di Peqho dengan bantuan Aji dan pengajar-pengajar profesional lainnya. Kegiatan yang sudah dilakukan salah satunya adalah kelas seni peran yang dilakukan bersamaan dengan kelas seni tari dan juga kelas tarik suara.
Nama Peqho yang adalah sebuah akronim dari 4 kata yaitu Personality, Quality, Humanis, dan Organize diharapkan bukan hanya menjadi tempat untuk mengasah minat dan bakat, namun juga untuk membentuk karakter setiap individu yang bergabung di dalamnya.

Disamping dunia seni, kegiatan yang dilakukan Karina masih bersinggungan dengan bisnis. Dirinya sekarang sedang merencanakan bisnis hotel dan prorperti. Terkenal sebagai pengusaha muda, Karina pun memberikan pesan bahwa setiap orang harus berani menghadapi tantangan dalam melakukan segala sesuatu.
“Take a risk, stay true to yourself, believe in yourself. Menurut aku, in order to be successfulmereka harus suka dengan apa yang mereka lakukan. Find your passion, if you don’t have one then keep looking until you find one, dan jangan takut untuk mencoba!” ajak Karina.
Adbm
Foto: rr