Tanggal 24 Oktober merupakan tanggal yang menggembirakan dan sekaligus mengagetkan. Menggembirakan karena akhirnya Jokowi berhasil membentuk kabinet berdasarkan 45% dari parpol dan 55% dari kalangan profesional. Mengagetkan karena orang yang selama ini menjadi seteru atau musuh dalam Pemilu 2019 yang paling keruh dan makan banyak korban diangkat menjadi Menteri Pertahanan, kementrian yang penting dan bergengsi dan menyedot banyak dari RABN. 

Timbul pertanyaan, atas dasar apa Prabowo diangkat sebagai Prabowo Subianto Menteri Pertahanan?

Untuk para pendukung Jokowi ini adalah suatu langkah yang mengecewakan. Begitu pula untuk para pendukung Probowo, suatu hal yang mengecewakan, kenapa mau menjadi menteri pembantu Jokowi padahal mimpinya semula adalah presiden? Mau menjatuhkan derajat diri menjadi ‘menteri dari musuh’ bebuyutan setelah kalah dalam Pemilu 2014 dan kalah lagi dalam Pemilu 2019. 

Dari sudut pandang Prabowo, mungkin, dibandingkan ‘nganggur’ atau berada di kelompok ‘oposisi’ lebih baik jadi menteri pertahanan, kementrian yang memang mungkin yang diimpikan Prabowo seandainya dia tidak terpilih sebagai presiden. Ditambah dengan rasa patriotiknya Prabowo ingin mengabdi kepada Tanah Air. Jadi tidak ada salahnya jadi menteri. Betul kata orang, di politik tidak ada teman sejati dan juga tidak musuh sejati. Yang ada hanyalah ‘kepentingan’ oleh karena itu semua pakai ‘topeng!’ 

Menurut sejarawan Belanda Van Leur, ‘memahami politik dan sejarah Indonesia seperti memasuki ‘dunia ghaib’’.  Semuanya serba tidak jelas, akan tetapi semuanya mungkin.  Sesuatu yang tidak mungkin terjadi di tempat lain di dunia ini, bisa terjadi di Indonesia!

Jawaban yang paling masuk akal dan bisa dimengerti kalau melihat siapa dan sepak terjang Jokowi selama ini. Sejak menjadi walikota kota kecil di Jawa Tengah yaitu kota Solo sampai Gubernur DKI Jakarta kemudian Presiden RI tidak pernah kita mendengar beliau mempunyai konflik atau benturan terbuka dengan siapapun dan di mediapun tidak memberitakan Jokowi bertengkar atau debat dengan seseorang. Betul-betul sosok seseorang yang jarang sekali memperlihatkan emosi di depan umum. Ringkasnya, Jokowi tidak suka konflik. Jokowi lebih memilih damai; pertengkaran yang bagaimanapun tegang dan sengitnya, sosok yang satu ini lebih memilih mencari jalan keluar dengan cara damai dan selama ini berhasil!

Pertimbangan lain yang mungkin mengapa Jokowi merangkul Prabowo masuk di Kabinet Jilid 2 ini untuk ‘menjinakkan’, karena Prabowo dikenal sebagai sosok ‘nakal’ membuat ‘kisruh’, ya lebih baik dirangkul dan lebih bisa dikontrol dibandingkan di luar pemerintahan yang jelas Jokowi tidak punya kekuasaan untuk mengontrol langsung. Itupun dengan taktik cerdik sekali dengan mengangkat Prof. Mahfud MD sebagai Menteri Polhukam sebagai atasan Prabowo. Dan jangan lupa masih ada mantan Jendral Muldoko sebagai Kepala Staff Kepresidenan dan mantan Jendral Fahrul Razi serta mantan Jendral Polisi Tito Karnavian

Ada satu kagetan lagi, yaitu menteri Susi Pujiastuti tidak lagi duduk di Kabinet Maju ini. Masyarakat mengharapkan satu-satunya menteri yang paling popular karena orang Jawa tapi bicara dengan logat Bugis-Makasar dan bicara apa adanya tanpa tedeng aling-aling. Dari pengusaha yang berhasil yang kemudian diminta Jokowi jadi Menteri Maritim dan Perikanan. Sebagai menteri, Susi Pujiastuti berhasil sekali mengusir penangkap ikan asing ilegal dengan menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan asing ilegal tersebut. Timbul pertanyaan kenapa menteri yang berhasil dan popular ini tapi tidak terpilih lagi sebagai menteri?

Di samping itu, sosok presiden RI ke-7 yang berbadan langsing dan bernama Joko Widodo ini punya ‘misi besar untuk bangsa ini.’  Salah satunya adalah rencana memindahkan ibukota RI dari Jakarta di pulau Jawa ke Kalimantan.  Untuk ‘pekerjaan besar’ ini Jokowi memerlukan bantuan semua pihak dan yang lebih penting lagi atau mungkin yang terpenting adalah Jokowi perlu ‘kestabilan politik’ untuk menjadikan Indonesia sebagai negara ke-4 dengan ekonomi kuat di dunia pada tahun 2050 setelah Tiongkok, India dan Amerika Serikat.

Itulah kira-kira alasan utama, menurut penulis, mengapa Jokowi mengangkat Prabowo menjabat sebagai Menteri Pertahanan di Kabinet Maju 2019 – 2024. Kita harus percaya dengan pertimbangan Presiden Jokowi tentu beliau sudah menghitung untung-ruginya dengan memberikan jabatan penting dalam pemerintahan Jilid ke-2 kepada ‘mantan pesaingnya’. 

Yang membuat Jokowi berbeda dengan presiden manapun di dunia adalah, kalau yang lain biasanya pada period ke-2 masa jabatan, mereka mencari aman dan tidak mau ‘mengambil risiko besar’ justru Jokowi sebaliknya berani ambil risiko besar dengan dengan memasukkan Prabowo Subianto sebagai menteri penting di kabinetnya.

Jokowi betul-betul tipe pebisnis tulen yaitu berani bertaruh dan sekaligus juga pemimpin yang ingin merangkul semua elemen di masyarakat untuk mencapai tujuan yang lebih besar untuk bangsa ini!

Anton Alimin
ghazellapublisher@gmail.com

Kami Sekeluarga Mengucapkan Selamat Hari Natal & Tahun Baru 2020