Jennifer Budimulia, sosok dibalik Seribu Tujuan dan Reprodukasi

Seribu Tujuan dan Reprodukasi, dua organisasi yang sama-sama bervisi untuk menjadikan Indonesia lebih baik lagi. Seribu Tujuan merupakan organisasi yang bergerak di bidang kesehatan mental, sedangkan Reprodukasi berniat memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi yang komperhensif untuk Indonesia. 

Sosok dibalik kedua organisasi ini ialah Jennifer Budimulia, gadis cantik berumur 22 tahun yang sekarang sedang menyelesaikan studinya di jurusan kedokteran Universitas New South Wales. 

Dekatnya Seribu Tujuan dan Reprodukasi di hati Jennifer

Lahirnya Seribu Tujuan berawal saat Jennifer diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Australia. Pada saat itu, gadis yang sempat bersekolah di University of Melbourne ini belum sadar akan pentingnya kesehatan mental. Dibesarkan di dalam rumah tangga keluarga Asia pada umumnya, ia diajarkan untuk harus selalu kuat dan tidak boleh menunjukkan kelemahannya. Gadis ini juga mengungkapkan bahwa ia sempat harus berjuang dengan kesehatan mentalnya sendiri. 

I have struggles with my own mental health as well, and I used to never understand it back in Jakarta. I never understood anxiety, feelings in general, why I was angry, why I was sad.” 

Pandangan dan mentalitas ini berubah ketika ia melihat bagaimana Australia menangani isu kesehatan mental. Berbeda dengan di Indonesia, akses terhadap kesehatan mental sudah sangat banyak dan masyarakat sudah lebih mengerti betapa pentingnya kesehatan mental di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi ini, Jennifer yakin anak muda pasti bisa melakukan sesuatu untuk menutup ketimpangan ini. 

Reprodukasi, yang dirintis bersamaan dengan Seribu Tujuan, datang dari minat Jennifer terhadap isu kesehatan reproduksi dan seksual sejak SMA. Alasan berdirinya Reprodukasi berangkat dari pengalaman pribadinya terkait isu ini. Meski dibesarkan oleh keluarga dengan latar belakang medis, ia mengaku tidak pernah diberi edukasi seks dan reproduksi oleh orangtuanya. Sayangnya, Jennifer juga merupakan penyintas kekerasan seksual. 

Idealis, namun juga realistis membangun Seribu Tujuan 

Gadis yang gemar berlari ini mengaku beruntung memiliki rekan kerja yang cenderung berpikir realistis dalam berorganisasi. Hal ini membantu dirinya yang lebih idealis dalam merangkai misi Seribu Tujuan. Nyatanya, kini Seribu Tujuan terus melangkah maju dengan berhati-hati namun pasti. 

Di wawancaranya dengan BUSET, Jennifer mengatakan bahwa ia membangun organisasinya secara bertahap. Tahun 2018-2020 telah difokuskan kepada upaya preventatif, peningkatan kesadaran dan literasi terkait kesehatan mental melalui situs web dan akun media sosial lainnya. Tahun 2021 nanti, Seribu Tujuan akan mulai memberikan solusi konkrit untuk kesehatan mental Indonesia dengan menyediakan berbagai macam platform yang dapat meningkatkan kesejahteraan mental masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, mereka berharap untuk bisa membangun lembaga riset dan menyediakan fasilitas kesehatan mental di Indonesia. 

Organisasi multinasional dan multidispliner 

“There are definitely cons to it. But I think the pros absolutely outweigh it all,” ungkap Jennifer saat ditanya kesannya bekerja dengan tim multinasional dengan beragam latar belakang.

Memiliki anggota tim dari negara yang berbeda-beda, sebut saja Indonesia, Australia, Malaysia dan Inggris tentu menjadikan zona waktu yang berbeda sebagai tantangan utama. Selain itu, kendala bahasa dan budaya merupakan tantangan berikutnya. 

Namun, menurut Jennifer, bekerja dengan tim dari negara dan latar belakang yang berbeda-beda membuat ide kreatif dan inovasi baru terus bertebaran. 

“You get to meet so many different people, so many different perspectives. With perspectives, you get to innovate new solutions. We can just copy paste what has been done in Australia and bring it back home, but that’s not going to do anything. But if we innovate new creative ideas with multidisciplinary team, our intervention can definitely be better in a way.” 

Sempat burnout, namun gadis ini bangkit untuk mengetahui apa prioritasnya

Banyak orang beranggapan bahwa mengambil kuliah kedokteran, memimpin dua organisasi, tinggal sendiri di negeri tetangga, dan harus menjaga kehidupan sosialnya merupakan hal berat untuk dilakukan. 

Tahun lalu Jennifer sempat cuti dari perkuliahannya, namun ia kembali dan membuktikan bahwa ia menikmati apa yang ia kerjakan sekarang. Ia mengaku dapat bekerja optimal dalam rutinitas dan mempunyai jadwal tetap setiap harinya; pagi hingga sore ia habiskan untuk urusan perkuliahan, sore ke malam ia gunakan untuk merawat mental dan fisiknya, dan malam ia dedikasikan untuk kedua organisasinya. 

In the past, it was pretty hard because I used to feel like I’m missing out, especially in the first few years of university where you want to go out and explore.

when I reached the age of 22, I was thinking ‘what would make me satisfied In five years Time?’ and I looked back, would I be thankful of I did? One day I sat down and reflected what do I want to prioritize,” ungkapnya.