Pada suatu pagi yang cerah, sebuah ruangan di Menzies Hall dipenuhi celoteh riang sekelompok anak kecil. Mereka tengah bermain satu sama lainnya dengan rukun. Pada saat yang bersamaan, terlihat kaum ibu mempersiapkan diri untuk mengikuti olahraga Pilates yang diadakan sebagai pembuka acara di hari itu.

Setelah kegiatan Pilates rampung, acara hari itu pun dilanjutkan dengan workshop utama yang mengangkat tema “Strengthening Parent-Child Relationship with Arts Therapy” garapan Indonesian Women’s Friendship Network (IWFN). Pelatihan ini dibawakan Emma dan Jane yang merupakan pakar arts therapy. Mereka mengajak para peserta untuk duduk di atas tikar yang telah disediakan, dimana berbagai kartu bergambar bertebaran di tengah-tengahnya. Selanjutnya, para ibu diminta untuk memilih satu atau dua gambar yang mereka sukai. Bagi yang bersedia, kemudian dipersilakan untuk menjelaskan mengapa mereka memilih gambar-gambar tersebut. Kebanyakan jawaban yang terlontarkan adalah karena benda-benda itulah yang disukai anak mereka. Namun ada juga yang memilih gambar yang merepresentasikan perasaan mereka sebagai seorang ibu. Bak pemanasan sebelum berolahraga, aktifitas ini dipilih untuk mengawali workshop yang sekaligus bertindak sebagai sarana pengenalan diri masing-masing.
Pada bagian utama acara, hadirin dibagi menjadi dua kelompok, yakni para ibu yang tidak hadir bersama dengan anak-anak mereka yang telah berusia sekolah, dan para ibu yang hadir bersama anak-anaknya. Kedua kelompok ini diminta untuk melakukan aktivitas menggambar. Terdengar mudah, bukan?
Kegiatan menggambar dilakukan di atas sebuah kertas berwarna coklat yang sangat besar. Setiap kelompok diminta membuat jejak tangan masing-masing. Para ibu di kelompok kedua boleh membantu anak masing-masing maupun membiarkan mereka untuk mengerjakannya sendiri. Emma dan Jane mengajak semuanya untuk menghias gambar tangan sekreatif mungkin.
Pada sesi gambar yang kedua, Emma dan Jane hanya memberikan satu kalimat instruksi yang boleh diinterpretasikan sebebas mungkin. Gambarlah sebuah sarang.
Dari kegiatan terapi seni yang terlihat sangat sederhana tersebut, Emma menjelaskan tujuan utamanya; yakni untuk mengajarkan anak agar dapat menenangkan diri sendiri, tanpa harus diminta secara verbal oleh sang ibu atau ayah. Hal ini secara tidak langsung juga akan mempererat hubungan orangtua dan anak. Selain itu, orangtua juga bisa memperdalam pengertiannya terhadap anak itu sendiri.

Salah seorang sukarelawan, Fatima, berpendapat kalau acara seperti ini membuka wawasannya mengenai perbedaan hubungan orangtua dan anak di Indonesia dan Australia. Di Australia, marak kegiatan dimana orangtua dan anak dapat berpartisipasi secara bersamaan. Lain halnya dengan kondisi di Tanah Air, dimana belum terlalu banyak fasilitas yang menyediakan kegiatan serupa.
Fatima yang saat ini sedang menempuh Masters of Education dengan bidang spesialisasi early childhood di Monash University, juga menyampaikan betapa menariknya variasi kegiatan yang diadakan oleh fasilitas daycare di Australia. Selain untuk mempererat hubungan orangtua dan anak, sesi informasi kerap diadakan dalam bentuk penyuluhan. Tak hanya penting, informasi yang diberikan juga sangat praktis dan bermanfaat besar bagi mereka yang hadir.
Sebagai penutup, lagu populer “If You’re Happy and You Know it!” dan “Twinkle, Twinkle Little Star” dinyanyikan dengan wajah penuh senyum. Tepuk tangan, hentakan kaki dan canda tanda meluapi ruangan, menandakan kesuksesan acara yang diselenggarakan oleh IWFN.
***
APA KATA MEREKA
Dora Melati, 37
Saya merasa sangat excited untuk acara hari ini! Spesial banget karena selain banyak anak yang hadir, Emma dan Jane mengajarkan kami bagaimana caranya untuk beradaptasi dengan anak-anak kami, melalui proses menggambar, dan mereka menjelaskan semuanya. Cuma sayangnya ya kurang bisa fokus, karena anak-anak kan harus dijaga, apalagi anakku ada dua. Tapi senang ada program seperti ini, semoga bisa diadakan terus. Kami juga bisa enjoy, tidak di rumah terus. Sebagai ibu kan seringnya di rumah, kurang baik juga untuk pertumbuhan anak-anak. Dengan adanya acara seperti ini, anak-anak juga bisa sosialisasi dengan yang lainnya. Semoga bisa diperbanyak acara seperti ini.
Saya memilih untuk datang ke multicultural playgroup ini, meskipun agak jauh dari rumah, karena bermacam-macam kegiatannya. Seperti tadi ada Pilates, saya juga sudah ikut Pilates di dekat rumah, tapi kalau di sana tidak bisa membawa anak saya. Selain itu, saya juga bisa berlatih berbahasa Inggris.
Siti (kiri)
Karena ini pertama kalinya saya datang di sesi hari Jumat di Menzies Hall ini, reaksi pertama saya adalah ‘wow’. Biasanya saya datang ke sesi lain pada hari Senin, dan rasanya berbeda sekali dengan sesi hari Jumat ini. Saya merasa lebih cocok dengan acara yang diadakan kali ini, dan kelihatannya anak-anak saya juga lebih senang di sini.
Sarah (kanan)
Ini kali pertama saya datang ke multicultural playgroup ini, karena memang dekat sekali lokasinya dengan rumah saya, hanya 5 menit. Menurut saya parenting session hari ini cukup menarik, karena betul-betul menunjukkan kepada kami cara praktis yang juga kreatif dan fun untuk berinteraksi lebih baik lagi dengan anak kami. Kalau di rumah kan saya sibuk dengan berbagai aktifitas juga, kadang bisa saya sibuk di dapur lalu anak saya hanya bermain sendiri. Parenting session hari ini menekankan lagi pentingnya agar kami sebagai orangtua untuk lebih involved dan aktif berinteraksi dengan anak. Saya rasa saya akan lebih sering lagi datang ke multicultural playgroup yang satu ini.
Ishie