Grup WhatsApp dan Usaha Catering Pertahankan Industri Makanan Indonesia di Tengah Krisis Covid-19

Langkah drastis pemerintah untuk memasuki lockdown tingkat 3 guna menanggulangi wabah Covid-19 berdampak besar bagi industri makanan di Victoria, termasuk makanan Indonesia. Namun, para pemain industri tidak menyerah begitu saja. Sebagian besar restoran kini beralih ke jasa catering dan delivery dengan menggunakan platform WhatsApp. Beberapa pemilik restoran berbicara ke BUSET tentang usaha mereka untuk bertahan di tengah pandemic ini.

Michael Samsir, Pemilik Pondok Bamboe Koening

Facebook Pondok Bamboe Koening

Aplikasi media sosial WhatsApp menjadi sarana yang diandalkan para pemilik restoran dan pengusaha makanan Indonesia ditengah krisis lockdown. Berawal dari grup chat pribadi yang dibentuk oleh Hannysan, seorang pecinta kuliner, yang beranggotakan peminat kuliner khas Indonesia di Melbourne. Grup chat yang sudah ada lama sebelum virus corona mewabah ini kini beranjak ke ranah profesional. Dikenal dengan nama Indozfood, grup WA yang terus berkembang ini menjadi platform bagi para pemilik bisnis makanan Indonesia di Melbourne. Salah satunya adalah Michael, pemilik restoran Pondok Bamboe Koening.

“Indozfood ini dibentuk baru 3 minggu yang lalu karena kita sudah bisa mempridiksi kemungkinan yang akan terjadi saat lockdown,” kata Michael kepada kru BUSET via wawancara telepon. “Awalnya grup ini cuma untuk sharing-sharing informasi soal perubahan peraturan yang diterapkan pemerintah.”

Pria yang sudah berkecimpung dalam bisnis makanan sejak 2014 itu mengaku bahwa dampak lockdown baru terasa setelah Victoria memasuki tingkat tiga. Pasalnya restoran dilarang keras untuk membiarkan pengunjung makan di dalam restoran (dine-in). Namun delivery dan takeaway masih diizinkan.

“Ga ada dine-in, customers langsung turun sebanyak 30-50%. Tapi kita masih bisa takeaway sama delivery,” jawabnya. Pria lulusan program MBA dari University of Melbourne ini terpaksa memutar otak guna mempertahankan bisnis miliknya. Dengan terbatasnya frekuensi orang-orang untuk meninggalkan rumah mereka guna menerapkan social distancing, Michael berinisiatif untuk menyediakan menu paket lockdown dalam porsi family-size atau porsi besar. Menurut mantan pegawai Telsra itu, alternatif ini akan memudahkan operasional restoran dan juga pelanggan.

“Kita buat menu yang lebih simple supaya process masak simple dan ga butuh labor yang banyak untuk masak. Kita sediakan package lockdown yang bisa disimpan untuk sekian waktu seperti bakmie frozen dengan daging dan saos yang dipisah. Porsinya juga besar dan bisa dimakan 3 sampai 4 kali,” jelasnya.

Michael mengatakan bahwa saat ini ia berfokus untuk menurunkan overhead cost atau biaya operasional sebisa mungkin. Beberapa usahanya merupakan menutup restoran lebih awal dan melakukan pengiriman makanan sendiri.

“Tapi sebetulnya saya lebih memilih full lockdown. Lebih aman, ga stress. Kita ga perlu tiap hari berusaha untuk predict mesti bikin berapa porsi, mesti sedia stok berapa. Bikin deg-degan tiap hari. Delivery juga resiko, kan staff yang delivery juga bisa kena corona.”

Prisma Anggraini, Kepala Koki Jokamz

Langkah Michael rupanya diikuti oleh restoran lain seperti Jokamz. Restoran yang terkenal dengan menyajikan menu dalam bentuk hotbar itu memutuskan untuk menutup tokonya dan beralih ke jasa catering.

“Kita sebetulnya ga siap dengan situasi mendadak ini,” aku Prisma, kepala koki dan pengurus restoran Jokamz. Semenjak lockdown, 80% penghasilan Jokamz menghilang dikarenakan sebagian besar pengunjung restoran adalah pekerja kantoran dan mahasiswa. Jam kerja para pegawai termasuk Prisma pun berkurang drastis karena sebagian besar waktu hanya untuk memasak catering.

Namun ia masih merasa beruntung karena walaupun sekarang Jokamz harus melakukan servis pengiriman catering, mereka dapat mengandalkan Jokamz Delivery Company. Kedua usaha ini milik almarhum Pak Sunan Haniman, dan sebelum lockdown Jokamz Delivery Company menyediakan jasa pengiriman makanan ke supermarket dan perkantoran.

“Grup WA ICAV juga membantu sih untuk delivery service,” tambah wanita asal Kediri itu. Dirinya mengatakan bahwa dengan adanya grup-grup WA seperti ICAV dan Indozfood, masalah penjualan dan delivery makanan dapat teratasi. Meski demikian, masalah terbesar yang dihadapi oleh banyak gerai makanan masih merupakan uang sewa .

“Paling berat ya di rent karena kita kan di daerah city. Kita sebisa mungkin mau menghindari hutang ke bank. Sekarang kita masih menunggu government rent assistance dan discuss sama owner tempat kita sewa, tapi masih belum nemu jalan tengahnya,” ujarnya. Wanita lulusan cookery dari Victorian Institute of Technology ini juga mengatakan bahwa saat ini ia tengah berupaya mengajukan Business Support Fund kepada pemerintah yang menyediakan bantuan dana sebanyak $10.000 untuk small business.

Walaupun sudah berstatus PR, Prisma masih tidak yakin apakah ia akan memenuhi persyaratan pemerintah untuk dana bantuan. “Kalau untuk pegawai bisa apply Job Keeper Payment, ini untuk karyawan yang kerja lebih dari satu tahun. Bisa juga cek dengan Centrelink apakah ada bantuan untuk small business owner dan casual worker. Tapi kita juga mesti cek apakah kita eligible karena dana-dana ini hanya untuk citizens, kalau PR mesti cek lagi,” pesannya.

Misniarti Durmistan, Pemilik Dapur Indo

Usaha catering memang menjadi pilihan populer para restoran saat ini. Restoran Dapur Indo yang dulunya berangkat dari catering harian pun kini kembali menyediakan jasa tersebut setelah sempat berhenti untuk fokus ke bisnis restoran.

“Dampak corona ini besar sekali karena Melbourne ini penduduknya suka dengan wisata kuliner. Mereka suka makan diluar setiap ada waktu luang. Jadi peraturan pemerintah yang melarang dine-in ini paling berat,” cetus Misniarti atau yang akrab disapa Atiek.

“Disaat seperti ini, banyak juga pebisnis-pebisnis yang memanfaatkan situasi. Seperti grocery, supplier. Bahan-bahan dasar jadi naik 20-50%,” komentar wanita asal Jakarta itu. Ia pun harus pandai-pandai mengatur pengeluaran restoran dengan cara mengefisiensikan pembelian bahan baku dan mengurangi trading hour, jumlah karyawan, dan kuantitas makanan yang dimasak.

Seperti kebanyakan bisnis makanan Indonesia lainnya, Dapur Indo juga tergabung di grup WA Indozfood. Atiek memuji Indozfood sebagai bantuan besar bagi pebisnis makanan lantaran grup itu dia nilai dapat memperluas network untuk pelanggan yang membutuhkan jasa takeaway maupun delivery.

“Indozfood yang dibentuk sama Pak Hanny itu bagus sekali. Customer bisa lihat makanan apa aja yang mereka mau lewat grup WA Indozfood. Cuma saya perhatikan sudah mulai ada perang harga diantara restoran. Jadi untuk mengcontrol ini admin sudah mengarahkan agar restoran memiliki grup pribadi dimana mereka bisa memasang harga di sana,” kata wanita yang gemar makan bihun itu.

Discover

Sponsor

spot_imgspot_img

Latest

MAIN GAMELAN DAN MENARI SAMBIL PIKNIK

Cuaca yang tak menentu tak mengurungkan niat komunitas Mahindra Bali untuk tetap melaksanakan Gamelan Picnic Day yang dipimpin oleh Made Rudy di Peter Scullin...

Rapt in Cloth: Tenun and It’s Varieties

Trilogy Zoom Talk Series: Embracing Change, Chance, and Culture persembahan Konsulat Jenderal Republik Indonesia Melbourne hadir lagi pada Sabtu, 31 Oktober dengan seri keduanya, Rapt...

Menilik Karya RA.Kartini dan Kartini Masa Kini

Peran perempuan belakangan ini semakin maju dan berkembang dalam berbagai bidang. Jumlah perempuan berkarir di Indonesia kini semakin meningkat, bahkan saat ini menempati urutan ke enam terbanyak...

PEGANG RESEP BUMBU JUARA

  “The Home of Authentic Flame Grilled Chicken & Meat Lovers”   Burger dan Buffalo Wing adalah makanan yang disukai penduduk Australia. Meski waktu terus berselang, kedua...

PROYEK BESAR CENTRAL EQUITY YANG BARU

Pemandangan indah dari ruang tamu apartemen Southbank GrandSelama lebih dari 25 tahun, perusahaan pengembang properti Australia, Central Equity telah menghasilkan bangunan-bangunan residensial di berbagai...