Indonesia Malay Arts: An Exhibition

Kembali diadakan, symposium internasional mengenai seni musik dan pertunjukan Kepulauan Riau oleh The Music Archive of Monash University yang bekerjasama dengan the Museum of Indonesian Arts Inc. Symposium ini juga dipadukan dengan pameran seni bertemakan budaya Melayu di Indonesia, yang terutama berfokus pada Kepulauan Riau.

Dalam symposium dan pameran yang berlangsung selama 3 hari tersebut, berbagai profesor dan sarjana dari Australia dan berbagai negara lainnya datang dan memberikan ceramah. Beberapa di antaranya dalah Profesor Leonard Andaya dari University of Hawaii, Profesor Manolete More dari University of New South Wales, Dr Vivienne Wee dari Singapura dan Jennifer McCallum dari University of London. Topik-topik yang dibawakan berhubungan dengan penelitian mereka terhadap budaya Melayu di Kepulauan Riau, seperti misalnya teater Mak Yong, seni orang laut dan hip hop di Batam.

Sedangkan dalam pamerannya yang diresmikan langsung oleh Konsul Jenderal Dewi Wahab; barang-barang yang ditampilkan adalah buku-buku, pakaian tradisional, perhiasan, tekstil serta pertunjukan berupa tarian dan nyanyian.

Acara peresmian pameran tersebut juga menghadirkan dua seniman dari Tanjung Pinang, Dwi Saptarini dan Supriyadi Hasanin, yang membawakan syair Gurindam 12 yang diiringi oleh lantunan biola.

Menurut Karen Kartori Thomas, salah satu peneliti dan panitia, tujuan diadakannya acara ini adalah untuk mengumpulkan sarjana-sarjana yang sama-sama memiliki ketertarikan dalam budaya Melayu di Kepulauan Riau untuk dapat saling bertukar informasi.

“Seni pertunjukan Kepri masih banyak yang tidak mengetahui. Jadi (penelitian) ini penting bagi daerah itu untuk dikenali di luar provinsinya. Juga seperti yang banyak terjadi di Indonesia, karena banyaknya jumlah suku yang ada, banyak budaya yang mulai punah. Alasanya karena generasi pendahulunya yang tidak bisa mengajarkan ilmunya, serta orang-prang muda yang tidak mau belajar. Jadi penelitian yang ada juga merupakan dokumentasi agar generasi kedepannya bisa mengetahui mengenai seni dan budaya Kepri,” jelas Karen lebih lanjut.

 

 

** SANG ARTIS **

Supriyadi Hasanin (biasa dikenal dengan nama Adi Lingkepin)

Apakah ini pertama kalinya tampil di luar negeri?

Ini bukan yang pertama kalinya, tapi memang yang pertama di Australia. Sebelumnya beberapa kali tampil di Malaysia dan Singapura.

Mengapa tertarik untuk belajar musik dan biola secara otodidak?

Kalau musik memang hobi. Memilih biola karena bagi aku itu langka. Kalau gender musk karena aku dari Kepri. Aku bukan main musik melayu melainkan musik Kepri. Di Indonesia kan kalau di Bali ada Balawan, jadi aku juga mau ada seperti itu juga di Kepri. Itu aja sih motivasinya.

Apa pengalaman yang paling berkesan?

Di Jakarta tahun 2009 kemarin di Taman Mini aku dapat The Best Composer Ethic. Di tahun yang sama juga tampil di Istana Negara. Daripada di luar negeri lebih enak main di tempat sendiri. Alasannya karena bahasanya, sehingga mudah berkomunikasi. Yang jelas rumah kita sendiri itu memang paling enak.

Apa yang ingin disampaikan melalui musik ini?

Jangan malu sama tradisi sendiri. Karena boleh kita lihat sekarang, orang-orang dengan pendidikan tinggi saja masih mau ke pulau-pulau untuk mencari budaya kita. Pesanku untuk kawan-kawan, jangan malu sama budaya sendiri. Budaya itu identitas, dan identitas itu bisa mengangkat kamu dimana saja.

Rencana kedepannya?

Sekarang sedang membuat album solo instrumental, semoga tahun ini bisa selesai. Setelah itu mau siapin kuliah supaya bisa cepat selesai. Aku kuliah di bidang ilmu pemerintahan, dan mudah-mudahan tahun ini menjadi tahun terakhir.

Dwi Saptarini

Sejak kapan tertarik dengan Gurindam 12?

Saya sebenarnya orang Jawa, ayah dan Ibu dari Jawa, tapi lahir di Tanjung Pinang. Dari kecil saya memang suka sekali dengan seni. Kemudian di SMA saya mulai menekuni budaya Melayu. Gurindam 12 awalnya sih hanya mendengarkan saja lalu lama-lama tertarik dan mencoba untuk membacakan syair.

Apakah ini merupakan penampilan pertama di luar negeri?

Ini yang kedua kalinya. Pertama kali di Malaka dalam acara Dunia Melayu Dunia Islam. Saya tampil mewakili Tanjung Pinang untuk menampilkan Gurindam 12.

Kesan apa yang didapat di Melbourne?

Pengalamannya sangat luar biasa untuk bisa hadir dan memperkenalkan seni dan karya sastra dari Tanjung Pinang. Walalu kotanya kecil, tetapi di sini dibicarakan oleh profesor-profesor dan kalangan akademisi. Mereka sangat tertarik dengan budaya Melayu dan itu sangat luar biasa bagi saya.

Rencana dan harapan kedepannya?

Saya belum ada rencana untuk tampil lagi. Harapan kedepannya semoga semakin banyak teman-teman di Tanjung Pinang yang mau melestarikan seni budaya Melayu, terutama Gurindam 12, untuk diperkenalkan ke masyarakat ramai; baik lokal, nasional maupun internasional.

 

gaby

Discover

Sponsor

spot_imgspot_img

Latest

Earth Day: Apa Usahamu Untuk Lingkungan

Jika bulan Maret ada Earth Hour, maka tepat pada 22 April, dunia merayakan Earth Day yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup....

Corona Virus The Big Restart : Economic Solution?

Covid-19 adalah penyakit pendatang baru yang kemudian menjadi sangat tersohor oleh karena percepatan penyebarannya dan berdampak kematian pada penderitanya. Penyakit ini disebabkan oleh jenis...

TES KULIAH UJI KARAKTER

Mulai merasa stres dengan examination yang ada di depan mata? Mungkin ada dari kalian yang masih kebingungan tentang apa yang harus di-expect dari sebuah...

MEMASUKI SATU DASAWARSA, IFF DIHARAPKAN LEBIH BAIK

Ajang promosi budaya perfilman Indonesia yang diangkat dalam Indonesian Film Festival (IFF) telah berakhir dengan mulus. Dari sembilan film layar lebar termasuk penayangan edukasional...

PAPUA LIVES MATTER – Indonesia Bersatu Melawan Rasisme

PInstagram, Facebook, saluran televisi, radio, dan berbagai platform media lainnya tak henti-hentinya menyerukkan jaringan gerakan Black Lives Matter. Black Lives Matter ditujukan untuk mengadvokasikan...