Indonesian Food and Trade Festival 2016, AJANG KUMPUL DAN PROMOSI INDONESIA

 

Tiga puluh tahun sudah PERWIRA sukses mengadakan Indonesian Food and Trade Festival yang selalu ramai dipenuhi pengunjung. Penasaran kan, ada apa aja sih di sana? Yuk simak liputan BUSET berikut ini.

Pada Sabtu pagi yang cerah, gedung Box Hill Town Hall yang berdiri dengan megah sudah mulai ramai dipenuhi orang. Semuanya tampak sibuk berlalu-lalang dan keluar masuk melalui pintu utama. Melangkah lebih dekat, terlihat mereka yang mengangkut meja dan berbagai peralatan memasak. Ada pula yang sibuk menata meja dengan berbagai brosur dan mendirikan spanduk dengan berbagai macam informasi. Aula utama pun sudah tertata rapi dengan berderetan kursi yang menghadap ke panggung dan juga beberapa meja makan.

Semua usaha ini digerakkan untuk kelancaran acara Indonesian Food and Trade Festival (IFTF) yang diadakan oleh PERWIRA (Perhimpunan Warga Indonesia di Victoria) tiap-tiap tahunnya. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, IFTF yang telah mencapai usianya yang ke-30 tahun, kali ini hadir kembali memarakkan minggu terakhir di bulan November.

Panggung hiburan IFTF di Box Hill Town Hall
Panggung hiburan IFTF di Box Hill Town Hall

Kemeriahan festival yang berlangsung sesuai dengan tajuk acara terlihat jelas dari aula utama yang dipenuhi dengan berbagai kuliner khas nusantara dari Sabang sampai Merauke. Semerbak harumnya menggelitik indera penciuman tanpa ampun. Sangat sulit bahkan hampir tidak mungkin menahan godaan untuk mencicipi semua jenis masakan yang ditawarkan di sana. Selain kuliner khas Indonesia, sejumlah stan yang menangani perihal perdagangan juga tampak marak. Diantaranya ada stan maskapai penerbangan Royal Brunei Airline dan juga beberapa majalah komunitas Indonesia di Australia. Semuanya siap siaga dalam melayani segala pertanyaan para pengunjung dan senang hati berbagi informasi.

Ratusan pengunjung yang menghadiri festival pada kesempatan ini terlihat sangat menikmati acara-acara yang telah dipersiapkan oleh panitia IFTF. Gelak tawa, senda gurau terus menerus menghiasi aula utama dimana sebagian besar acara berlangsung. Panggung yang dihiasi dengan rangkaian bunga sederhana dan latar belakang kain hitam kelam memastikan perhatian para penonton terpusat pada rangkaian pertunjukan.

BUSETNgeliput-Perwira2Susunan acara yang telah diatur sedemikian rupa berlangsung dengan lancar tanpa hambatan sejak awal hingga akhir. Berbagai macam seni kebudayaan tradisional yang memukau dipersembahkan oleh sejumlah sanggar tari dan organisasi di Melbourne. Di antaranya adalah sanggar tari Sulintang Dances of Indonesia yang memamerkan kolaborasi kentalnya dengan Mahindra Bali Gamelan melalui pertunjukan yang memukau para penonton. Tidak ketinggalan, Sanggar Lestari, grup Bhinneka dan juga Baitul Makmur yang merupakan bagian dari Indonesian Muslim Community of Victoria (IMCV), turut memeriahkan acara.

bermacam Jajanan Indonesia tersedia di IFTF
bermacam Jajanan Indonesia tersedia di IFTF

Bukan hanya warga Indonesia yang merayakan kemegahan dan keanekaragaman budaya tradisional Indonesia, warga Australia pun turut berpartisipasi. Contohnya, peragaan pencak silat oleh David and friends yang mempesona para hadirin. Gerakan-gerakan rumit yang diperagakan mengundang decak kagum dan juga rasa bangga para penonton. Begitu mengagumkannya budaya kita hingga penduduk luar negeri pun terinspirasi untuk turut melestarikannya.

Selain aula utama di lantai atas, masih banyak acara yang berlangsung di aula lantai bawah Box Hill Town Hall. Namun jangan heran bila atmosfir yang terbangun sangatlah berbeda. Bahkan ketika menelusuri anak tangga pun, sangat terasa tingkat keseriusan dari rangkaian acara yang telah dirajut sedemikian rupa. Setelah melangkah melalui pintu ganda yang mengundang masuk ke dalam ruangan aula bawah tersebut, terlihat berbaris-baris kursi yang tersusun rapi menghadap ke layar proyektor.

Salah satu acara utama di ruang aula bawah itu adalah film dokumenter ‘Jihad Selfie’ hasil karya Noor Huda Ismail yang ditayangkan dengan menggunakan sarana proyektor. Film dokumenter yang diproduksi secara independen ini dengan sukses merebut perhatian penuh para penonton yang memenuhi area tempat duduk. Tidak sampai situ saja, sesi tanya jawab dengan sang sutradara juga diadakan seusai pemutaran film. Para penonton yang tergugah rasa ingin tahunya mengenai peranan jaringan media sosial dalam perekrutan anggota ISIS ini mengajukan berbagai pertanyaan. Juga ditekankan betapa pentingnya peranan orang tua dan anggota keluarga dalam Parenting Workshop. Sebab dengan pola pengasuhan anak yang benar dan didukung hubungan erat antara orangtua dan anak, perekrutan para remaja ini akan lebih mudah dicegah.

face/hand painting oleh Yati Symington
face/hand painting oleh Yati Symington

Pada kesempatan ini pula acara workshop dan diskusi dengan topik pengulasan dwi kewarganegaraan Indonesia kembali digelar. Seperti diliput oleh tim BUSET beberapa waktu yang lalu, topik ini sedang hangat dibicarakan, baik di Tanah Air maupun di luar negeri. Beberapa anggota panel yakni Konfir Kabo, Denny Indrayana dan Iwan Wibisono juga kembali hadir untuk mengupas berbagai aspek pro dan kontra dari isu hangat ini. Dengan tingkat antusiasme tinggi, mereka pun menanggapi berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh para pengunjung yang ingin tahu lebih lanjut mengenai situasi dan perkembangannya perihal dwi kewarganegaraan kita.

Dharma Wanita Persatuan KJRI juga tidak mau kalah tentunya. Mereka mengolah satu ruangan sederhana menjadi sebuah pusat perniagaan mungil yang memperjualbelikan bermacam-macam produk. Dimulai dari kosmetik hingga aneka ragam pakaian dan aksesoris batik dengan harga bersahabat tersedia bagi para pengunjung. Sungguh pas untuk persiapan pertukaran kado natal ataupun sekedar melepas rindu terhadap produk-produk hasil buatan tanah air sendiri.

 

**Apa Kata Mereka**

Caroline McFee, 46
Caroline McFee, 46

“Saya tahu mengenai acara ini dari mertua saya yang cukup aktif di komunitas Indonesia di Melbourne. Biasanya suami saya yang bawa anak-anak kami ke sini karena saya bekerja, tapi hari ini saya ada waktu luang jadi kami bisa datang bersama-sama,” wanita anggun ini mengawali percakapan kami.

“Kami sangat menikmati festival ini, apalagi dengan acara-acaranya. Terutama pertunjukan yang ada di panggung utama di atas, tari-tariannya, permainan alat musik tradisional, semuanya deh pokoknya. Bahkan saya mau coba ajak putri saya untuk ikutan menari, menurut saya cocok sama dia, jari dia sangat lentik. Acara ini sangat luar biasa yah menurut saya, rasa kebersamaan ala komunitasnya juga sangat jelas. Lalu makanannya juga, saya paling demen dengan segala jenis makanan yang dibungkus dengan kulit daun pisang. Aromanya enak banget dan rasanya ga ada duanya.”

 

Daysire Caldicott, 39
Daysire Caldicott, 39

“Sangat bagus sekali acaranya agar kita jadi tahu dan mengingat keanekaragaman budaya Indonesia. Juga kuliner khas nusantara, jadi pelepas rindu nih apalagi buat yang tinggalnya jauh di berbagai pelosok Victoria,” sebut wanita yang berkediaman di daerah Frankston ini.

“Berhubung saya tinggalnya jauh, jadi kalau kangen makanan Indonesia harus bepergian ke Melbourne deh. Saya sangat menghargai acara seperti ini, karena baik sekali adanya. Apalagi kalau lokasi pengadaan festivalnya ini divariasikan. Jadi seperti saya kan tinggalnya di Frankston nih, nah kalau ada orang Indonesia yang tinggal di daerah Mornington kan kurang tahu. Kalau sesekali coba festival diadakan ke daerah yang lebih menjorok ke arah sana, menurut saya akan lebih baik lagi. Digilir lah gitu. Juga satu hal lagi, seumpamanya tidak diminta biaya masuk festival, pasti akan lebih ramai lagi.”

 

Anton Tobing, 46
Anton Tobing, 46

“Kalau saya lihat, festival IFTF sudah stabil yah dan alhasil mereka sudah tidak perlu mencari crowd lagi. Dan kelihatan jelas kalau orang-orang mengunjungi festival ini untuk jajanan pasarnya yang berkumpul di satu tempat, dan lokasinya yang di luar Melbourne CBD. Juga mereka suka gaya orang Indonesia yang gemar berkumpul rame-rame, kaya di pasar tradisional. Nah minat orang yang berbeda-beda juga bisa tersalurkan di sini. Misalnya berbagai pertunjukan yang ada panggung utama ini, lalu ruangan di samping dimana orang-orang bisa membeli baju-baju batik misalnya. Kemudian yang terakhir ruangan di bawah yang sifatnya lebih serius,” ujar Anton yang sudah kerapkali mengunjungi acara IFTF tiap-tiap tahunnya.

“Kalau boleh saran sih, acara seperti ini ada baiknya diiklankan secara lebih lagi. Agar pergaulan kita juga bisa lebih luas lagi, karena saat ini bisa dilihat kalau pendatang sebagian besar masih orang Indonesia,” tambahnya.

“Nah menurut saya yang paling menarik, banyak sekali anak-anak Indonesia yang mungkin biasanya kurang bisa mengapresiasi budaya Indonesia. Tetapi sampai di sini mereka jadi bisa melihat, kalau bukan hanya orang Indonesia yang menjalankan (pertunjukan budaya Indonesia) tapi orang Australia juga ikutan. Dari situ mereka akan merasa, kalau orang asing saja bisa, kenapa kita tidak?” tutup Anton sembari tersenyum.

 

Ishie