Perayaan Tahun Baru Imlek atau Chinese New Year tidak hanya dirayakan oleh orang-orang Tionghoa saja. Sebagian besar orang-orang keturunan Tionghoa yang tersebar di berbagai penjuru dunia pun masih merayakan Imlek sesuai tradisi leluhur mereka. Kali ini BUSET berbicara dengan para anak-anak muda Indonesia keturunan Tionghoa tentang bagaimana mereka merayakan Imlek meski jauh dari keluarga mereka. Yuk baca!
Jane Chong – Rayakan Imlek dengan teman-teman dari negara lain
Meski tak lagi merayakan tahun baru Imlek semeriah saat bersama keluarga di Indonesia, Jane yang dulu sempat tinggal di homestay masih merayakan Imlek secara kecil-kecilan dengan housematesnya yang berasal dari Tiongkok dan Vietnam. Setelah lulus dan bekerja, dirinya juga berusaha untuk tetap merayakan Imlek bersama teman-temannya yang bukan dari Indonesia, seperti Singapura dan Malaysia. Namun, jika hari Raya Imlek jatuh di hari kerja, client specialist di Intercontinenal Exchange itu mengatakan dirinya terkadang tak sempat lagi untuk merayakan tahun baru Tiongkok itu.

“Ya paling waktu weekend sebelumnya makan-makan atau jalan-jalan ke Crown. Disitu suasana Chinese New Year benar-benar kerasa. Atau ke Chinatown yang seminggu sebelumnya banyak acara dan lumayan festive suasanya, kaya malam sebelumnya bisa ada pertunjukkan barongsai juga yang sampe masuk ke restoran-restoran. Atau di Glen Waverly atau Box Hill juga ada,” kata lulusan University of Melbourne itu.
Jane juga mengaku kangen dengan suasana Imlek bersama keluarga yang sering diramaikan dengan lagu-lagu Chinese New Year, acara kumpul-kumpul dan momen membeli dan memakai baju baru. Dari semua aspek Imlek, makanan-makanan tradisional seperti lapis legit, kue keranjang dan nastar menjadi yang paling dirindukan oleh gadis asal Jakarta itu.

Patricia Wongsodirdjo – Ikuti kepercayaan kuno orang tua
Berbeda dengan Jane, Patricia tak lagi merayakan Imlek selama berkuliah di Negeri Kanguru. Namun, dulu ketika masih tinggal dengan orang tuanya, mahasiswi University of Melbourne ini sempat rajin merayakan tahun baru Imlek, bahkan hingga mengikuti tradisi dan kepercayaan kuno seperti begadang.
“Kata papa mama, begadang itu untuk menambah umur orang tua,” katanya. “Terus kita juga membersihkan rumah sebelum Chinese New Year, tapi pas Chinese New Year kita ga boleh nyapu rumah, jadi masi ngikutin tradisi yang dulu-dulu,” sambung mahasiswi asal Surabaya itu. Konon menurut orang tuanya, membersihkan rumah sebelum Imlek dipercaya dapat membuang sial. Sebaliknya membersihkan rumah di hari Imlek justru akan membuang hoki atau keberuntungan.

Patricia juga mengaku bahwa ayahnya masih sangat percaya dengan kepercayaan kuno, terutama shio atau Chinese Zodiac. Dalam penanggalan Tiongkok, ada 12 zodiak atau umum disebut shio yang berdasarkan 12 binatang yang memiliki peruntungan masing-masing layaknya zodiak horoskop.

“Papaku masih percaya pol sama shio-shio gitu, jadi ngeliat siapa yang tahun ini qiong (bertentangan dengan shio tahun itu), sampe kapan hari ketipu terus beli kalendar zodiac yang ngasi tahu kalau hari ini kamu shio ini bakal bisa untung,” ujar mahasiswi asal Surabaya itu dengan skeptis.
Rizky Sugianto – Angpao adalah aim dan objective
Bagi Rizky, Chinese New Year memiliki fokus yang berbeda dari sekedar tentang makanan, tradisi, atau acara kumpul-kumpul keluarga. Mahasiswa asal Bogor itu paling semangat untuk angpao, atau uang tahun baru yang diberikan oleh anggota keluarga yang sudah menikah kepada anggota keluarga yang belum menikah.


“Aimnya, objectivenya Chinese New Year pasti itu sih,” ujar bendahara PPIA Victoria itu sambil terkekeh. “Karena kayanya kita semuanya sama deh, harus preparation, bersih-bersih, pas sebelum Chinese New Year ikutan begadang sampe jam 12 baru heboh-heboh lagi. Papa juga biasa sembayang subuh di vihara, tapi ga ikut si. Pagi-paginya juga visit keluarga besar, dan yang paling dikangenin si ya makanannya. Kan banyak keluarga juga tuh, paling ya visit ke sini terus makan, visit ke sana terus makan. Other than that ya red envelopenya, yang selalu kuincer,” tambah mahasiswa Master of Advance Finance itu.
Meski demikian, tinggal jauh dengan keluarga kini membuat Rizky lebih bisa mengapresiasi Chinese New Year yang mengutamakan kebersamaan dan reuni keluarga.
“Karena gathering sekarang kan sudah susah, jadi ketemu keluarga itu jadi ‘wow’. Di Melbourne spirit Chinese New Yearnya kurang,” katanya.