HUT RI ke-75 di Melbourne yang Membanggakan

Sumber: YouTube KJRI Melbourne

Kosongnya halaman belakang KJRI Melbourne pada tanggal 17 Agustus lalu tidak menggoyahkan semangat dan komitmen Paskibra KJRI Melbourne 2020 dalam menjalankan tugasnya. Bendera merah putih tetap digerek ke atas tiang, lagu Indonesia Raya tetap dinyanyikan dengan lantang, dan seluruh prosesi acara tetap berlangsung dengan khidmat. 

Tentunya upacara tahun ini tidak seperti biasanya. Selain formasi pasukan yang sangat berbeda, kali ini hanya ada sembilan petugas di lapangan dengan atribut tambahan, yaitu masker bernuansa merah putih. Segala prosesi lainnya dilaksanakan online dan seluruh peserta upacara disarankan mengikuti upacara secara online.

BUSET berkesempatan untuk mewawancarai beberapa anggota Paskibra KJRI Melbourne 2020 tentang tantangan, pemaknaan peran serta pengalaman paling berharga selama menjalani tugas mereka sebagai pasukan pengibar bendera merah putih. 

Latihan via Zoom 

“Dari awal interview memang sudah di addressed bahwa kita harus expect the unexpected.”

“Dari awal memang sudah ditanyakan apa pendapat kita kalau misalnya nanti nggak ngibar.” 

Begitu kata Ando dan Aurel saat menceritakan tantangan yang dihadapi sejak awal proses seleksi.

Dikarenakan regulasi pemerintah Victoria terkait penanganan Covid-19 yang semakin ketat, para calon Paskibra mau tidak mau harus melaksanakan hampir seluruh latihan mereka online.

Aurellia Tsabitha Meidirama, pembawa baki 1 (Pasukan 17)

“Latihan lewat zoom itu challenge banget, banget, banget. Karena susah juga ngumpulin motivasi untuk latihan lewat Zoom. Latihan di Zoom, sendirian di kamar masing-masing, gerak-gerak 3 jam, itu menuruku susah, sih,” ucap Aurel, pembawa baki dari pasukan 17. 

Bukan hanya motivasi yang harus dipertahankan di situasi latihan yang tidak biasa ini, kekompakkan gerakan juga harus diperhatikan walau tentunya sulit mengharmonisasikan gerakan pasukan melalui Zoom.

“Kalau paskibra itu identik dengan gerakan yang sama dan kompak. Nah itu susah banget dilakuin lewat zoom. Ada yang delay, internetnya jelek. Intinya sampai berbulan-bulan kita susah nyamain tempo gerakannya,” tambah Fatkhur, pembentang bendera dari pasukan 45.

Pasukan yang berani mengambil resiko 

Andrey Orlando Gultom, pasukan pengibar bendera (Pasukan 08)

Menurut Ando, berbagai macam ketidakpastian yang harus dijalani Paskibra KJRI Melbourne 2020 membuat ia memaknai pasukan ini sebagai pasukan yang berani mengambil resiko. 

“Kita semua tahu kalau kita ada di kondisi ini, tapi kita masih mau untuk take the risk, take the consequences, bahkan dari awal. Dan itu hal yang patut di apresiasi menurut saya,” jelas Ando dengan bangga. 

Penyandang beasiswa LPDP yang tergabung dalam pasukan 08 ini juga mengatakan bahwa menjadi anggota Paskibra merupakan salah satu bentuk nasionalismenya kepada Indonesia, dimana dengan segala limitasi dan kesempatan untuk menambah pengalaman di negeri orang, ia tetap memutuskan untuk mengabdi pada negerinya dengan cara ini.

Kekeluargaan tetap erat di tengah pandemi

Paskibra memang identik dengan kekeluargaannya yang erat. Ditengah situasi pandemi dimana kontak langsung antar anggota berkurang drastis, patut dipuji bahwa Paskibra KJRI Melbourne 2020 tetap dapat menjaga nilai kekeluargaan itu dengan baik. 

“Untungnya dari kita bersembilan ini ada kemauan untuk terbuka satu sama lain dan untuk deket,” kata Aurel yang merupakan anggota termuda di pasukannya. Gadis yang sedang bersekolah S1 di University of Melbourne ini mengaku bahwa walaupun terdapat age gap yang cukup jauh antar anggota, kekompakkan dan solidaritas antar anggota masih sangat dirasakan.

Fatkhur menambahkan bahwa kekompakkan ini juga terasa di keseharian-keseharian mereka saat menjalani proses latihan. 

Fatkhur Rohman, pembentang bendera (Pasukan 45)

“Bukan hanya dari kompaknya gerakan tapi juga dari sisi aktivitas kita, kondisi kita. Misalnya lagi ada yang demotivasi karena tugas kampus, belum lagi latihan paskibra, nah disitulah yang lain langsung ngasih semangat. Misalnya ada yang ga punya makanan, mau belanja males, ada yang ngirimin makanan; buat ayam geprek lah, gorengin nugget, dan lain-lain. Waktu itu juga pas ada anggota yang sakit, ada yang beliin vitamin,” ujar laki-laki asal Lampung ini. 

Bangga menjadi Paskibra KJRI Melbourne 2020 

Tentunya ada rasa bangga tersendiri yang dirasakan oleh masing-masing anggota Paskibra tahun ini. Perjalanan seorang Paskibra merupakan perjalanan yang tidak mudah, ditambah ketidakpastian dan hambatan-hambatan karena pandemi yang makin menyulitkan kondisi mereka. 

“Kita paskibra KJRI Melbourne di tengah pandemi ini unik banget. Kita tetep ngibarin, ikutin restrictions dengan pake masker, formasi yang tidak normal, beda dari yang lain. Bangga banget bisa menjadi bagian dari sejarah,” tutup Aurel. 

Apresiasi kepada Aurellia Tsabitha Meidirama, Cut Sanny Fajarini, Beverly Adelaide Waworoentoe, Chirstopher Arnold Sutanto, Andrey Orlando Gultom, Fatkhur Rohman, Rosa Belinda, Indra Susanto, dan Bisyarah Kurnianti yang telah menjalankan tugas dan amanatnya dengan baik sebagai Paskibra KJRI Melbourne 2020.

Salam Merdeka!

Discover

Sponsor

spot_imgspot_img

Latest

‘Soul of Bali’ Selimuti Kota Melbourne

Om Swastiastu. Liputan kali ini membawa kita ke Pulau Dewata tercinta, alias pulau Bali. Hari Sabtu petang yang mendung dan berangin tidak memadamkan semangat...

Menjual Bisnis

Banyak para pemilik bisnis yang sejak awal telah merencanakan untuk mendirikan suatu bisnis dan berniat untuk menjualnya ketika bisnis tersebut telah berkembang agar terjual...

Pemilu AS Dari Kacamata Diaspora Indonesia

https://youtu.be/mBn3qqn-evIPemilu Amerika Serikat 2020 kali ini menerima perhatian khusus dikarenakan kuatnya polarisasi sentimen terhadap periode President Trump, baik dari warga AS maupun dari luar...

WASPADA DIRI DEMI TERHINDAR DARI HEPATITIS

28 Juli: Hari Hepatitis DuniaSeperti yang telah kita ketahui, Hepatitis merupakan penyakit infeksi pada hati yang diakibatkan oleh virus dan dapat menular. Saat ini...

Makna Istilah Tionghoa dan Tiongkok

Untuk sebagian besar orang Tionghoa yang lahir setelah tahun 1965, istilah ‘Cina’, apalagi bilamana diucapkan dalam pembicaraan sehari-hari, tidak mengandung konotasi penghinaan.Akan tetapi untuk...