Adalah seorang Gerard Ivander, anak tertua dari tiga bersaudara yang dilahirkan, dibesarkan dan bersekolah di Ibu Kota Jakarta. Karena hobi dan kegemarannya dalam memasak, Gerard akhirnya membulatkan tekadnya untuk menjajaki karir sebagai koki bahkan ketika ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), dan sejak itu lah Gerard mulai meniti lembaran baru kisah kehidupannya.

Selepas SMA, pria yang sering disapa Gege ini memutuskan untuk menggali ilmu kuliner di William Angliss Institute, Melbourne. Gege sadar bahwa tanggungjawabnya akan semakin berat dan ia juga harus berjuang keras untuk bisa berhasil di tanah rantauan yang asing.

Mimpi dan semangatnya yang membara, ditambah lagi dengan persetujuan dari orangtuanya, menambah keberanian Gerard berangkat menuju Melbourne pada 1 Februari 2014. “Gerard kamu di sana harus kerja ya,” kata sang ayah. Ini lah kalimat yang tidak pernah ia lupakan sebelum meninggalkan Tanah Air. Pesan ayahnya itu selalu menjadi pacuan dan dorongan bagi Gege untuk mencari kerja setelah sampai di Melbourne.

Gerard tampil di sampul depan BUSET Edisi Oktober 2016
Gerard tampil di sampul depan BUSET Edisi Oktober 2016

Tiga bulan pertama ia merantau, Gege sudah bekerja sebagai juru masak di sebuah restoran pizza di bilangan Clayton bernama Joe’s Pizza. Dari sana ia melanjutkan karirnya di Spaghetti Tree selama sekitar dua tahun sampai pada suatu ketika seorang teman menawarkan kerja di Waves, sebuah restoran di Port Campbell. Melihat kemampuan Gege, pihak manajemen restoran bersedia menawarkan sponsor agar ia mendapatkan PR (Permanent Resident). Kala itu usianya baru menginjak 20 tahun, dan perjalanannya membuat Gege menyadari bahwa dirinya semakin menikmati profesi dalam seni menyajikan makanan. Ketekunannya dalam bekerja dan belajar pun membuahkan titel bronze medallist dalam perlombaan memasak di Nestle Golden Chef’s hat award. Gerard Ivander bersama rekan seprofesinya, Andrew Christianto, patut bangga dengan pencapaian mereka menyaingi puluhan peserta lain yang nota bene adalah koki dengan pengalaman dari berbagai hotel berbintang dan restoran terkenal lainnya.

“Jika berbicara tentang masak, saya suka masak semua makanan karena saya sendiri juga menghargai semua makanan. Tetapi kalau ngomongin quality atau quantity, jawabannya yang terpenting kita enjoy makanannya, percuma kita makan makanan dengan porsi yang sangat besar tapi tidak enak, dibandingkan makan makanan yang sedikit tetapi enak dan harganya juga masuk akal. Bagi saya, makan adalah memori bersama teman atau keluarga karena makanan adalah special moment bagi setiap pembelinya,” ujar Gerard bijak.

Di samping dari perjalanannya dalam dunia masak, pemuda kelahiran 9 Oktober 1995 ini mengaku telah belajar banyak hal tentang kehidupan merantau. “Pembelajaran terbesar yang pernah saya dapat selama 2 tahun terakhir sebagai seorang perantau adalah menjaga diri sendiri karena itu adalah hal paling penting. Dan dalam berelasi, kita tidak perlu memiliki banyak teman, yang terpenting adalah memiliki teman secukupnya tetapi di lingkaran yang baik dan berkualitas. Tidak ada artinya memiliki teman banyak tetapi ‘fake’”.

Anak dari Irwan Makinto ini juga berkata bila membanggakan keluarga dan bisa membantu orang tua merupakan suatu kewajiban setiap anak. “Satu hal yang paling saya sesalkan adalah ketika dulu saya jarang menghubungi orang tua saya. Tetapi di sisi lain, saya juga menjadi mengerti mengapa dulu orang tua saya jarang meluangkan waktu buat saya karena sibuk bekerja, sekarang saya merasakan susahnya bekerja dan saya menyesal dulu saya tidak pernah mengerti mereka,” seru Alumni SMA Laurensia, Tangerang, saat berbagi pengalaman kepada BUSET.

Menyinggung mengenai sisi personalnya, pemuda bertubuh tegap ini sempat bercerita ketika orang tuanya harus berpisah. Meski banyak perasaan yang berkecamuk dalam hidupnya, Gerard tetap berusaha tegar dan melihat semua dari sisi positifnya. Ia bahkan tidak segan untuk menggunakan kisah hidupnya itu untuk menyemangati dan mendorong orang lain dalam menghadapi segala rintangan. “Sebagai pemuda yang merantau jangan lah manja dan mengeluh pada orang tua. Pernah kah kamu membayangkan bila orang tuamu berpisah dan ada orang lain yang baru kenal dengan dirimu sudah harus kamu panggil Ibu? Jadi jangan pernah mengeluh pada orang tua kamu, karena kamu masih benar-benar beruntung. Menangis dan lelah karena letihnya belajar dan bekerja bukanlah pengalaman buruk, tetapi itu semua adalah hal yang akan membuat kamu semakin kuat, bertumbuh dan menjadi seseorang,” lanjut Gerard.

Di penghujung pertemuan, Gerard tak lupa memberikan saran kepada generasi muda. Menurutnya, bekerja bukan semata-mata bertujuan untuk mencari uang, tetapi juga untuk mendapatkan pengalaman berharga yang dapat berguna untuk masa depan. “Mengeluh dan tidak bersyukur adalah tantangan yang besar yang sering dialami setiap orang. Tetapi mulailah untuk melihat ke bawah dibandingkan ke atas, mulai lah belajar untuk bersyukur, karena yang kita butuhkan hanyalah tekad dan totalitas dari setiap kita. Bermimpi setinggi-tingginya dan percayalah kalau kamu bisa mencapainya karena semua keberhasilan bermula dari sebuah mimpi.”

 

 

Nys