Di edisi Hari Anak Nasional kali ini, tim BUSET membahas topik perkembangan anak Indonesia yang kini tergolong sebagai generasi Z dan Alpha, khususnya model pendidikan yang cocok untuk karakteristik mereka. Untuk itu, BUSET mewawancarai Pingkan Margaretha, M.Psi, seorang Psikolog, Trainer, Konsultan dan Dosen di salah satu kampus ternama di Jakarta. Selain mengajar sebagai dosen, Pingkan juga kerap menjadi pembicara di berbagai webinar terkait dengan tumbuh kembang anak secara mental, serta bagaimana memahami remaja dalam masa-masa pubernya.
Teori Generasi Serta Karakteristik Generasi Z & Alpha
Dosen di UKRIDA-Jakarta itu meminjam hasil riset dari McCrindle Research Centre di Australia untuk menjelaskan bahwa teori generasi telah membedakan generasi manusia berdasarkan perkembangan industri yang berkembang. Generasi yang lahir sebelum 1946 disebut sebagai generasi Builders, disusul oleh generasi baby boomers kelahiran 1946-1964.
Orang-orang kelahiran 1965-1979 disebut generasi X. Kelahiran 1980-1994 popular dikenal sebgai generasi Y/Millenial. Sedangkan remaja dan anak muda kelahiran 1995-2009 adalah generasi Z dan yang baru saja lahir di tahun 2010-2024 disebut generasi Alpha.
Saat ini yang terklasifikasi dalam usia anak, remaja dan pemuda yang kebanyakan masih duduk di bangku sekolah dan perguruan tinggi adalah generasi Z dan Alpha. Karakter anak atau generasi Z & Alpha di Indonesia tidaklah jauh berbeda dengan anak-anak lainnya di seluruh dunia dengan karakternya sebagai berikut:
- Tertarik dan cepat berinteraksi dengan stimulasi-stimulasi visual (gambar dan video)
- Generasi yang mobilitas hidupnya sangat tinggi (sejak kecil secara fisik telah sering melakukan perjalan bersama orang dan secara online mereka sama sekali tidak terbatasi oleh ruang dan waktu)
- Fleksibel dan multitasker dengan segala perubahan dan kemajuan teknologi (internet, artivisual inteligen, teknologi robot, coding dan gaming adalah hal yang mereka sukai)
- Bukan lagi generasi yang menghafal tetapi generasi pencipta (dari yang sudah ada mereka menciptakan sesuatu ‘ide, pekerjaan, hobi dan sebagainya’)
- Generasi yang selalu ingin belajar sesuai minatnya (mereka cendrung akan mogok belajar jika dipaksakan kepada hal yang tidak disukai)
- Generasi yang merupakan penghuni asli dunia digital/digital native (terutama generasi Alpha yang sebelum dilahirkanpun foto-foto USG mereka telah beredar di dunia maya)
Model Pendidikan yang menyentuh kebutuhan

“Pendidikan yang menyentuh 2 generasi ini secara makro telah dilakukan oleh pemerintah. Jelas bahwa pemerintah telah menyadari kebutuhan dua generasi ini berbeda dengan generasi sebelumnya. Karena itu akhir-akhir ini terbukti ada banyaknya kebijakan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan dua generasi ini misalnya saja; kebijakan menghilangkan Ujian Akhir Sekolah, kebijakan ‘kampus merdeka’ yang diluncurkan pada awal 2020 lalu yaitu pembebasan kepada mahasiswa semester 5 ke atas untuk berbelanja matakuliah di luar prodi/fakultasnya, sedangkan di level sekolah ada yang namanya student center/ kegiatan belajar yang berfokus pada siswa serta sistem pembelajaran yang berbasis teknologi komunikasi sehingga bersesuaian dengan revolusi industri 4.0”, jelas Pingkan.
Tetapi dirinya juga mengakui bahwa “penerapannya dilapangan tidaklah mudah, selain karena masih baru dan butuh waktu dalam menyesuaikannya tetapi memang dari berbagai segi tidak dapat segera disamakan penerapannya. Ini sangat ditentukan oleh dua hal yaitu SDM pendidik baik guru maupun dosen dan pemerataan pembangunan infrastruktur”.
Percepatan pada Penerapan Pendidikan 4.0
Pingkan mengatakan bahwa ada hal positif yang didapatkan dari Covid-19 di Indonesia yaitu percepatan penerapan model kurikulum berbasis teknologi-informasi.
Menurut mantan dosen di UKSW-Salatiga itu, “sebenarnya sudah sekitar 3 atau 4 tahun lalu DIKTI menghimbau insan-insan pendidikan untuk segera melaksanakan kurikulum yang inofatif terkait dengan era kemajuan industri digital. Lalu dengan segala keterbatasannya, dunia pendidikan Indonesia mulai bergerak menuju perubahan meski sangat tertatih.
Namun tanpa di sangka-sangka, keberadaan Covid-19 ini yang kemudian seperti menekan tombol ‘fast foward’ yang seolah secara cepat dan serentak pemanfaatan teknologi-komunikasi dapat lebih cepat diterapkan dalam kurikulum pendidikan di Indonesia”.
Dengan model pendidikan jarak jauh seperti ini, nampak dengan jelas bahwa SDM pendidik dan pemerataan infrastruktulah yang tidak siap sementara anak-anak generasi Z & Alpha sangat siap dan tidaklah kaget dengan penggunaan berbagai platform media sosial sejauh mereka dapat mengakses internet.
Orang Tua dan Anak-anak Generasi Z &Alfa
Tentu ada generation gap di antara orang tua dan anak-anaknya. Karena itu orang tua perlu memperhatikan hal-hal penting berikut ini:
- Bersedia/membuka diri untuk belajar atau bahkan hidup di dunia maya, hindari kata “nggak bisa”. Hal ini memudahkan orang tua untuk mengawasi anak tidak hanya di dunia nyata tetapi juga aktifitas anak di dunia maya.
- Bersedia membantu generasi Z & Alpha untuk memahami dunia maya sebagaimana memahami dunia nyata. Anak-anak harus dibuat paham bahwa hidup di dunia maya juga memiliki resiko dan tanggung jawab tertentu sebagaimana hidup di duia nyata. Sebagaimana dunia nyata ada baik-buruknya demikian juga dunia maya. Hal ini sangatlah penting sebab anak-anak adalah generasi penghuni tetap dunia maya, melarang mereka menjauhi dunia maya adalah kemustahilan.
- Di dunia digital ini selain pendidik, orang tua juga harusnya mengambil peran penting untuk menanamkan nilai-nilai/prinsip hidup kepada anak. Nilai-nilai identitas diri seperti agama, kebudayaan, moral dan adat istiadat hanya dapat dilekatkan kepada anak melalui orang tua atau keluarga.
- Jangan pesimis dan tetap percaya bahwa interaksi di dunia nyata tidak akan pernah tergantikan oleh interaksi dunia maya. Karena itu sesulit apapun membatasi anak dari dunia maya, akan ada masanya anak akan kembali mencari keluarga dan sahabat di dunia nyata. Nature-nya manusia adalah bersosial dalam skop yang besar (fisik dan psikis dan semuanya ini tidak dapat dipenuhi oleh media sosial/ ‘we still need to touch each other’.
- Orang tua perlu menghindari atau mengontrol digital culture shock: yaitu suatu kecanduan terhadap barang-barang digital karena baru mengetahui manfaatnya. Akhir-akhir ini memang banyak orang tua yang terkaget-kaget dengan kseruan dan keasyikan dunia maya lalu kemudian malah melupakan tanggung jawabnya terhadap anak.
Menutup perbincangan dengan tim BUSET, psikolog yang memiliki spesialis di bidang emosi dan perilaku anak itu menyampaikan beberapa pesan berikut: “kepada para orang tua untuk menyadari bahwa anak-anak kita yang adalah generasi Z & Alpha, di masa depan akan menjadi generasi yang dikenal karena penguasaan mereka akan kehidupan digital dan dunia maya tetapi sekaligus juga dunia nyata jika sebagai orang tua kita tetap memanusiakan mereka dengan terus mewariskan nilai-nilai kemanusian yang nyaris musnah dari generai Z & Alpha karena kesibukannya membangun kehidupan di dunia maya.”
Kemudian Pingkan juga berpesan bagi para pendidik yang saat ini mendidik generasi Z & Alpha untuk “belajar menerima kenyataan bahwa generasi Z & Alpha bukanlah generasi yang dapat menerima pendidikan dengan sistem teacher center (sumber ilmu adalah guru dan mentransferkannya kepada para murid).
Generasi Z & Alpha hanya dapat optimal dalam pendidikan dengan sistem student center (berpuat pada kebutuhan murid/anak). Jadi dengan kata lain, anak bukanlah gelas kosong yang harus diisi penuh oleh pengetahuan dari para pendidik tetapi anak merupakan benih yang harus disirami dan dipupuk oleh pendidik sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhannya”.
Selamat merayakan Hari Anak Nasional 23 Juli!
***
ABOUT Pingkan Margaretha, M.Psi (Psikolog)
Lecturer;
UKSW-Salatiga, September 2006-March 2011 (Educating University Student in Psychology Major). Specialized in Educational Psychology. Facilitating personal growth through experiential learning for the students.
UKRIDA-Jakarta, April,2011-Now (Educating University Student in Psychology Major).
Specialized in Educational Psychology and Family Psychology. Facilitating personal growth through experiential learning for the students.
Facilitating teachers and parents through seminar and workshop about child psychology and parenting issues.
Psychologist, 2016-Now :
Helping and facilitating clients (children, teenager, and parents) to explore and understand their potential, finding their unique ‘voice’, and creating a pathway to actualize their inner strength optimally. Areas of specialty: Family Counseling, Career Counseling, Children Emotional and Behavioral problems.
Trainer/Fasilitator, 2006-Now:
Facilitating trainings for adults (university students, organizational leaders and staff, NGO activists) for these topics: Leadership, Team Work, Conflict Management, Effective Communication, Motivation and Achievement, Growth Mindset, and other topics that related with work productivity.
Leny |