Suara lagu dari Yogyakarta berkumandang di bawah langit biru kota Melbourne, tepatnya di kawasan Yarra Promenade dekat Crown Towers di hari Minggu tanggal 24 November 2019.

Di tengah para pejalan kaki yang sedang sibuk berjalan atau sekadar duduk santai menikmati matahari dan udara sejuk, seorang pria berbusana daerah Yogyakarta mulai menari mengikuti melodi lagu. Selang beberapa detik kemudian, satu per satu orang berpakaian kerja ataupun biasa yang semula tengah berjalan mulai melompat masuk ke dalam formasi tari.

Lebih dari 20 orang ikut menari di penghujung lagu yang berdurasi 4 menit 49 detik tersebut. Bukan tidak sengaja, proyek ini adalah hasil diskusi dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Melbourne, Sanggar Lestari dan tiga mahasiswa Yogyakarta yang sedang menempuh program magang mereka bersama Melbourne Symphony Orchestra (MSO).

Flash Mob Tarian Yogyakarta” merupakan buah pikir dari Putra Jalu Pamungkas, mahasiswa S2 Manajemen Seni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang mengatakan sudah menari sejak umur lima tahun walau sempat berhenti sebentar ketika duduk di bangku SMP.

Pria yang disapa Jalu tersebut merasa senang dengan penampilan flash mob yang idenya muncul dua minggu sebelum itu. Ia mengatakan bahwa apresiasi dari warga Indonesia serta penonton yang mayoritas adalah pejalan kaki membuatnya merasa bersyukur.

“Alhamdulillah ternyata apresiasi dari teman-teman, terutama teman-teman Indonesia yang di luar negeri di sini sangat bagus. Ketika mencoba ngobrol dan mengajak untuk ikut flash mob, banyak sekali yang ingin terlibat,” kata Jalu.

“Dan beberapa pengunjung juga Alhamdulillah banyak yang mengapresiasi budaya dari Indonesia. Dengan sekadar mengambil foto atau bertepuk tangan menjadi salah satu wujud apresiasi [bagi] kita.”

IDE DARI YOGYAKARTA

Flash mob ini sendiri juga awalnya adalah ide dari Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro yang di Keraton,” kata Jalu ketika menjelaskan tentang tari Beksan Wanara sebagai elemen kebudayaan Yogyakarta yang ditampilkan di Melbourne itu.

“Beliau memiliki ide untuk mencoba menyebarkan kultur budaya Jawa dengan masa kini, masa kita-kita seperti ini yang bisa dikatakan anak-anak muda milenial. Jadi kita mencoba untuk mencampur budaya Jawa dengan budaya yang ada sekarang ini. Salah satu opsinya adalah mengadakan flash mob.”

Tentang durasi tarian yang hanya 4 menit, Jalu mengatakan bahwa keputusan tersebut merupakan kesepakatan bersamanya dengan pihak Keraton. 

“Tujuan kita mencoba memperkenalkan untuk memberikan rasa penasaran kepada para penonton. Seperti ketika kita diberi suatu permulaan karena [tarian] ini adalah satu ragam sebenarnya, diulang 10 kali,” kata dia.

“Supaya ketika [penonton] melihat dan merasa ‘Kok cepat sekali?’ harapan kita bersama mereka akan merasa penasaran sehingga mencari tahu karya apa sebenarnya ini.”

Salah satu penyelenggara dan pendiri Sanggar Lestari, Ningsih Millane, mengatakan bahwa gerakan tari yang ditampilkan hari itu merupakan gerakan yang disederhanakan agar mudah diikuti oleh siapa saja yang mau bergabung.

“Sebenarnya kalau istilah ‘pakem’ atau gerak dasarnya ada di situ. Kalau Mas Jalu yang mengajar kami memang penari dari Keraton, jadi semua ada di situ,” kata perempuan yang lahir dan besar di Sulawesi itu.

“Supaya mempermudah memang tariannya agak diulang beberapa kali.”

SENTUHAN MASA KINI

Ningsih mengatakan senang dengan ide flash mob yang menampilkan tarian Yogyakarta dengan sentuhan ide masa kini tersebut. 

“Saya sangat senang karena flash mob ini memang memperkenalkan budaya Indonesia di mancanegara. Senang juga karena tarian klasik Yogyakarta tapi dibuat sedemikian rupa sehingga cocok untuk zaman milenial sekarang ini,” kata pendiri sanggar yang sudah beroperasi 29 tahun itu.

“Dan anggota-anggotanya juga berusia antara 20-30 tahun. Sangat bagus dan saya sangat bangga bisa memperkenalkan budaya mancanegara melalui flash mob.”

Ia berharap agar ke depannya, komunitas Indonesia lainnya di Melbourne dapat melakukan hal serupa demi memperkenalkan kebudayaan Indonesia di kota multikultural itu.

Putra Jalu Pamungkas

“Mudah-mudahan flash mob ini akan muncul dimana-mana dan bukan dari Sanggar Lestari saja, tentunya dari komunitas lain, anak-anak mahasiswa yang di sini bisa membuat seperti itu,” katanya.

“Dengan cara begitu kita secara tidak langsung mengembangkan budaya kita dan mempertahankannya. Jadi flash mob yang selama ini kita tahu hanya dari negara barat, musiknya pun barat. Saya pikir ini ide yang bagus dan unik.”

Harapan yang sama juga disampaikan oleh Jalu. Ia berharap agar budaya Indonesia tanpa lelah dapat diperkenalkan di luar negeri, termasuk Melbourne, oleh KJRI Melbourne. “Ini merupakan permulaan di KJRI Melbourne. Karena KJRI juga merupakan salah satu jembatan untuk memperkenalkan warga Australia dengan kebudayaan yang ada di Indonesia,” ujarnya.

APA KATA MEREKA

DEENA VERAWATI
Desainer grafis freelance dan penyelenggara flash mob

 It was a pretty good turnout especially because it was a nice day. There were a lot of people out, so I think it went well. We only had a week to organise this really, so it was quite rough. If we had more time next time and have more people have a little bit more time to rehearse maybe it would be better.

I think it’s amazing spreading the Indonesian culture especially everytime you come out and see performances from Indonesia usually it’s is Balinese, so it’s nice to see something different, something from Java. 

Putra Jalu PamungkasALSAKINA MUHAMMADUN & DHIYA KHAIRANA
Mahasiswi Civil Engineering di Swinburne University & Mahasiswi Fashion Merchandising di RMIT University

Kami tahu flash mob ini dari mutual friends yang sudah biasa nari di Sanggar Lestari juga. Karena kita kan kebetulan tidak nari di Sanggar Lestari. Kita biasa di Saman Melbourne. Namun ada teman kita yang di Saman Melbourne dan Sanggar Lestari. Jadi dia ngajak kita.

DHIYA: Seru sih flashmob nya dilihat orang-orang, meski agak sedikit malu juga.

ALSA: Ini pertama kali aku nari yang tidak Saman begitu kan, jadi biasa aku tarinya Saman. Ini Yogya, menurutku lebih susah sedikit, deg-degan juga, tapi akhirnya santai juga.

Nasa