Fashion designer asal Indonesia, Restu Anggraini, baru saja membawa modest fashion line-nya, ETU untuk pertama kalinya di atas runway Virgin Australia Melbourne Fashion Festival (VAMFF) pada 7 –13 Maret 2016. Kesempatan ini diraihnya setelah ETU berhasil menjadi brand modest wear pertama yang memenangkan penghargaan bergengsi The ANZ Australia – Indonesia Young Fashion Designer Award. Penghargaan ini diberikan pada acara Jakarta Fashion Week (JFW) oleh Australia Indonesia Centre (AIC) bersama dengan pihak Melbourne Fashion Week dan JFW.

Restu
Restu

Restu, yang awalnya berkarir di bidang komunikasi, mulai serius berkarir di dunia fesyen sejak tahun 2009 saat dirinya membuat label fesyen bersama 2 orang temannya. “Pada tahun 2009, sangat susah mencari baju kerja untuk hijab. Akhirnya, kita memutuskan untuk membuat sendiri dan saat dijual, langsung sold out!” ujar wanita lulusan ESMOD Jakarta ini dengan semangat, “aku melihat ini sebagai tanda bahwa ada peluang besar untuk market ini.”

Perjalanan brand ETU bermula pada tahun 2014, saat sang desainer, Restu, masih tergabung dalam Indonesia Fashion Forward di bawah FEMINA Group. “Kita semua dididik selama 3 tahun oleh mentor-mentor dari London mengenai cara mendorong brand kita masuk ke pasar internasional,” jelas Restu, “pada awalnya aku sudah membuat modest fashion wear dengan nama RA by Restu Anggraini. Setelah masuk Indonesia Fashion Forward, aku membentuk brand yang lebih high end dengan DNA yang sama, bernama ETU.”

ETU menampilkan high-end modest wear yang cocok dikenakan sebagai baju kantor ataupun acara semi-formal. Restu tidak hanya berambisi untuk mendesain baju modest wear yang modern, tetapi juga mendorong ethical fashion melalui pemilihan bahan ramah lingkungan. Berkat keikutsertaan ETU dalam Mercedes Benz Fashion Week Tokyo 2015, Restu mendapatkan support luar biasa dari berbagai pihak di Jepang, termasuk perusahaan tekstil Toray Industry. “Melalui dukungan dari perusahaan tersebut, aku bisa memakai bahan Ultrasuede untuk koleksi yang kubawa ke Australia ini,” jelas wanita yang biasa dipanggil Etu sewaktu kecil.

NGELIPUT - ETU FASHIONUltrasuede berasal dari bahan daur ulang polyester yang mampu memberikan kehangatan namun tetap nyaman dipakai saat cuaca panas – membuatnya cocok untuk iklim Australia yang sering berganti. Sebelumnya untuk koleksi di Indonesia, Restu memakai bahan biodegradable yang 30% lebih sejuk dibanding kain katun. “Semua orang memang bisa mendesain baju, tetapi tidak semuanya peduli dengan isu ramah lingkungan,” tegas Restu.

Melalui binaan Indonesia Fashion Forward, Restu pun mendaftarkan dirinya ke ajang The ANZ Australia – Indonesia Young Fashion Designer Award dengan mengirimkan sample baju serta business plan ETU untuk 30 tahun ke depan. Restu pun mengaku senang karena desainnya mampu diterima dengan baik di pasar Australia sehingga mampu memenangkan piala bergengsi tersebut. “Berdasarkan business plan dan survey yang aku bawa, peluang bisnis modest wear akan naik terus. Ini menandakan bahwa memang ada peluang besar di Australia,” jelasnya.

VAMFF dan Engagement Event

Restu masih tidak percaya akan respon positif yang diterimanya selepas acara runway yang ia lakukan pada 11 Maret 2016. Tidak hanya dukungan dari pihak Australia, ETU pun mendapat dukungan penuh dari Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) Indonesia. Dalam press release ETU di VAMFF, Joshua M. Simandjuntak dari BEKRAF menyatakan bahwa keberadaan kurang lebih 500.000 penduduk Muslim di Australia membuat negara tersebut sebagai pangsa pasar yang berpotensi tinggi bagi desainer modest fashion wear Indonesia. BEKRAF pun berkomitmen untuk mendukung ETU sepenuhnya dalam mempromosikan modest fashion wear Indonesia di dunia internasional.

NGELIPUT - ETU FASHIONMelihat tingginya reaksi positif pihak Australia, Restu semakin terdorong untuk benar-benar masuk dalam market Australia dengan membuat acara ‘Succeeding Together: An Australia-Indonesia Collaboration’ bersama dengan Wardah. “Acara ini aku buat untuk memupuk kerja sama antara desainer Indonesia dan Australia. Dengan adanya kerja sama, maka akan lebih mudah untuk mengerti dan masuk ke dalam masing-masing market,” jelas Restu.

Engagement event yang diadakan pada 12 Market 2016 ini membawa 6 fashion designer, make-up artist dan fashion stylist dari Indonesia maupun Australia yang befokus pada modest fashion wear. Dari Indonesia, Wardah mengajak Ria Miranda, salah satu modest fashion designer tersukses di Indonesia; Sarah Sofyan X IKYK serta Schotistic shoes karya Andita Widy. Sedangkan dari Australia turut dihadirkan fashion stylist Zulfiye Tufa yang sering dikenal sebagai The Hijabstylist, desainer Amalina Aman serta Baraka Women. Restu sendiri turut ambil bagian dalam pemilihan desainer-desainer yang ditampilkan pada acara tersebut. “Aku memilih desainer-desainer yang berkarya secara continuous dan lagi happening. Pemilihan desainer ini juga ingin menampilkan dua kultur negara yang berbeda,” jelasnya.

Acara yang dipimpin oleh MC Nasya Bahfen tersebut terisi penuh oleh sekitar 100 orang pengunjung. Antusiasme pengunjung sangatlah luar biasa hingga saat registrasi online dibuka, ke-100 tempat duduk langsung habis dalam waktu 30 menit.

Seluruh pengunjung yang hadir dapat menikmati Trunk Show serta Pop Up Store dari seluruh desainer yang hadir. Selain itu, Wardah selaku sponsor acara, turut menampilkan make up demo dari atas panggung. Tak lupa, acara pada siang itu juga dilengkapi dengan fashion entrepreneurship talkshow yang lebih berfokus pada sisi bisnis dari dunia fesyen. Restu, mewakili pihak panitia acara, menyatakan bahwa workshop tersebut diadakan karena tujuan acara tersebut bukan hanya sekadar tempat ‘membeli baju’. “Kami juga ingin menginformasikan tentang seberapa besar industri baru ini – baik kepada warga Indonesia maupun Australia. Tujuannya agar lebih menginspirasi banyak orang tentang potensi industri ini,” ujar Restu. Dengan adanya diskusi tersebut, Restu juga berharap semakin terjalin hubungan antara industri fesyen Australia dan Indonesia.

Harapan

Selain berpegang pada business plan ETU untuk 30 tahun ke depan, Restu juga berharap mampu mengikuti lebih banyak fashion show maupun kompetisi lainnya pada tahun – tahun berikutnya. “Untuk selanjutnya aku ingin mengikuti International Woolmark Prize – itu bisa dibilang sebagai Piala Dunia-nya fesyen,” ujar Restu dengan penuh semangat.

ETU juga memiliki goal yang ambisius untuk beberapa tahun ke depan – yaitu untuk menjadi global player di modest fashion wear di tahun 2020. Dengan revenue sebesar $1.2 trilliun secara global per tahunnya, industri fesyen dapat dikatakan sebagai salah satu industri yang paling maju dan memiliki potensi besar untuk berkembang – termasuk dalam segmen modest fashion wear. Banyak brand-brand besar seperti DKNY, Dolce Gabanna serta Uniqlo pun telah menyadari potensi ini dan mengeluarkan beberapa koleksi modest fashion wear terbaru. Hal inilah yang menetapkan keyakinan Restu untuk terus memajukan ETU, sambil terus memanfaatkan support eksternal serta kekuatan research dari ETU sendiri. “Sekarang kita masih bangun logistik sambil terus koordinasi dengan company Jepang untuk bahannya. Kami berharap semoga rencana tersebut tercapai!” ujar Restu sambil menutup perbincangan.

Selamat kepada Restu Anggraini melalui ETU yang mampu membawa nama modest fashion wear Indonesia ke atas panggung fashion Australia!

 

 

**APA KATA MEREKA**

Nany Noor dan Panca Saleh
Nany Noor dan Panca Saleh

Acaranya sangat bagus tetapi ada yang mengganjal karena ukuran baju-bajunya hanya untuk yang ramping-ramping dan lebih ke anak muda semua. Mungkin kedepannya bisa lebih bervariatif untuk kalangan anak muda hingga orang dewasa yang ukuran bajunya lebih bervariasi juga.

 

Farah Az-Zahra
Farah Az-Zahra

Baru pertama kali melihat acara seperti ini di Melbourne. Yang aku dapat dari acara ini sih bisa dress up memakai busana Muslim tetapi tetap stylish dan banyak banget inspirasi-inspirasi yang saya dapatkan dari acara ini.