Baru-baru ini anggota Komisi I DPR RI, Fraksi Golkar, Dapil DKI Jakarta II, Christina Aryani, menyapa konstituennya di Australia dalam sesi diskusi town hall via zoom. Berikut adalah aspirasi-aspirasi diaspora Indonesia bagi Pemerintah.
1. Dwi Kewarganegaraan
Isu dwi kewarganegaraan bukanlah hal yang baru bagi para diaspora. Sudah lama para diaspora di seluruh dunia mengharapkan adanya perubahan undang-undang yang mengizinkan para WNI di luar negeri untuk memegang kewarganegaraan ganda.
Diloloskannya UU 12 Tahun 2006 pasal 4 perihal undang-undang Dwi Kewarganegaraan Terbatas yang mengizinkan seseorang untuk memegang kewarganegaraan ganda hingga berumur 18 sempat menjadi harapan bahwa pemerintah kedepannya akan merevisi hukum ini dan menghapus batas waktu umur.
Namun, rencana undang-undang (RUU) itu hanya mampir di Prolegnas tahun 2014-2019 dan 2019-2024 dan hingga kini belum pernah dibahas oleh DPR. Kemungkinan diloloskannya undang-undang dwi kewarganegaran ini juga tidak dapat dipastikan, pasalnya ada anggapan bahwa kewarganegaraan ganda tidak nasionalis dan dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan seperti national security dan kejahatan internasional. Berbeda dengan UU 12 Tahun 2006 yang dilatarbelakangi keinginan untuk melindungi anak-anak hasil perkawinan campuran yang kedua orangtuanya memiliki kewarganegaraan berbeda dan rentan dirugikan oleh hukum berkait dengan kewarganegaraan.
Menanggapi aspirasi ini, Christina berencana untuk menginisiasi focus group discussion (FGD) dengan mengundang ahli hukum tata negara, Profesor Satya Arinanto dan perwakilan-perwakilan dari Kementrian Hukum dan HAM, Badan Intelijen Negara, Kementrian Luar Negeri (Kemenlu), dan anggota diaspora sendiri.
Christina juga berencana melakukan studi komparatif dengan Filipina dan India, dimana kedua negara tersebut berhasil memfasilitasi diasporanya berkontribusi kepada negara mereka secara finansial dari luar negeri dengan mengimplementasikan sistim kewarganegaraan ganda.
2. Database Diaspora
Saat ini ada sekitar 6-8 juta diaspora Indonesia di seluruh dunia, namun data dan informasi mengenai mereka masih sangat minim. Beberapa upaya sudah dilakukan untuk mendata penduduk Indonesia di luar negeri, contohnya melalui Kartu Diaspora. Namun, respon diaspora terhadap program ini masih jauh dari harapan.
Tujuan dari pengumpulan data sendiri adalah agar Pemerintah dapat membuat program, kebijakan, dan regulasi yang tepat bagi warga mereka di luar negeri. Oleh karena itu, diaspora Australia mengusulkan agar Pemerintah membangun database diaspora dan melibatkan langsung komunitas diaspora untuk bekerjasama dalam membangun database tersebut.
3. Indonesian Cultural Center
Beberapa tahun yang lalu, pihak Kemendikbud sempat mensosialisasikan dengan komunitas diaspora di Sydney perihal rencana untuk membangun Indonesian Cultural Center. Dimana fasilitas gedung ini akan menjadi tempat dimana para diaspora Indonesia berkumpul untuk melakukan berbagai kegiatan masyarakat. Tetapi hingga kini, masih belum ada tindak lanjut dari Pemerintah.
Christina menanggapi bahwa konsekuensi keterbatasan anggaran dan birokrasi antar instansi Pemerintah, kaum diaspora diharapkan untuk memaklumi hal ini dan menyesuaikan target dengan realita. Dirinya menegaskan bahwa cultural center yang ia gagaskan lebih mendekati pusat edukasi budaya bertempat di KBRI/KJRI dimana diaspora Indonesia generasi kedua dan ketiga dapat belajar mengenai budaya Indonesia dan mempertahankan benang merah mereka dengan Indonesia.
4. Upaya Pemerintah Menjangkau Diaspora Muda Berpotensi
Menanggapi fenomena brain drain, dimana anak-anak muda berpotensi dari Indonesia yang berkuliah di luar negeri dan kemudian memutuskan untuk tidak kembali ke tanah air dan membangun negeri, Christina merujuk ke program Returning Experts dan Diaspora Experts dari Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. Menurutnya, GIZ telah berhasil membuat platform bagi mahasiswa Indonesia di Jerman yang berpotensi tinggi untuk berkontribusi dan bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dalam bidang policy making dan roadmap planning. Oleh karena itu, ia berharap program ini dapat diduplikasikan.

Profil Singkat Christina Aryani
- Lahir: DKI Jakarta
- Pendidikan:
- – Sarjana Ekonomi dari STIE IPWIJA (2009)
- – Sarjana Hukum dari Unika Atma Jaya (2010)
- – Magister Hukum dari Universitas Indonesia (2012)
- Riwayat karir:
- – Senior Associate di Lasut, Lay & Partners (2010)
- – Legal Counsel di Ortus Holdings Ltd (2011-2014)
- – Dosen Honorer Fakultas Hukum Unika Atma Jaya (2012-2016)
- – Chief Administrative Officer di PT Jakarta Monorail (2014 – 2016)
- – Chief Administrative Officer di PT China Communication Construction Indonesia (2016 – 2019)
- – Wakil Direktur Hukum dan Advokasi, Tim Kampanye Nasional Paslon Jokowi – Amin (2018-2019)
- – Tim Kuasa Hukum Jokowi-Amin, Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (2019)
- Peran di Komisi I:
- – Membahas Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dari Mitra Komisi I
- – Melakukan Kunjungan Kerja dan Rapat Kerja di Kantor Mitra
- – Membahas Rancangan Undang-Undang (RUU Pengesahan Persetujuan Kerja Sama Bidang Pertahanan antara RI-Ukraina dan RI-Swedia; RUU Pelindungan Data Pribadi)- Membahas isu-isu di Rapat Komisi I seperti:
- 1. Perlindungan WNI dan Kinerja Perwakilan di Luar Negeri terkait Pandemi Global Covid-19
2. Bantuan Personel TNI untuk Penanganan Kebakaran Hutan di Australia - 3. Konflik Laut Natuna Utara
4. Fit and Proper Test Calon Dubes untuk 32 Kantor Perwakilan RI
- Rincian Program: Diaspora Indonesia
- 1. Menginisiasi FGD dan kajian komprehensif tentang kemungkinan penerapan dwi kewarganegaraan bagi diaspora Indonesia
2. Menginisiasi FGD dan kajian komprehensif tentang kemungkinan pemisahan dapil luar negeri dari Dapil DKI Jakarta II
3. Melakukan kunjunga-kunjungan dan/atau video conference untuk mendengar dan menyerap aspirasi diaspora di berbagai negara
4. Mengunjungi negara-negara dan melakukan dialog dengan KBRI/KJRI tentang kemungkinan pembentukan cultural centre untuk diaspora
5. Bersuara untuk kepentingan diaspora Indonesia