Pengalaman karir Didiet Radityawan sebagai seorang pembuat roti di luar negeri bisa dibilang sangat panjang. Terhitung sejak 2004, ia sudah mencetak karyanya di luar negeri, termasuk total 6 tahun dihabiskan di Uni Emirat Arab (2004-2007 dan 2009-2010) dan satu setengah tahun di Bermuda (2007-2008). Didiet mulai hijrah ke Australia sejak 2010  dan sekarang menetap di Melbourne sebagai Head Baker di STREAT Cafe.

Lulusan universitas STP Bandung tersebut mengungkapkan bahwa ada inspirasi dari kakak kedua paling tua yang belajar di STP (Sekolah Tinggi Pariwisata) Bali di bidang kulinari. “Dulu jaman dia kuliah, saya masih SMP. Pas jaman dia, dua tahun sudah bisa lulus karena tak ada D3 di Bali, hanya sampai Diploma 2. Habis selesai kuliah dia bisa langsung dapat kerja. Setelah ngomong sama dia, dia bilang kalau mau coba saja, dan saya bersyukur bahwa almarhum bokap memberi kebebasan,” ujar pria rendah hati tersebut.

Motivasinya untuk melabuhkan karir ke luar negeri dimulai atas dasar keinginan mencari pengalaman sekaligus menerima ajakan teman. Awalnya ia bekerja di JW Marriott dari 2001, Didiet kemudian pindah ke Grand Hyatt Dubai, dan akhirnya ke Fairmont Southampton Bermuda. Namun pengalamannya di Bermuda menjadi jenuh karena pekerjaan di sana yang berketergantungan dengan turis. “Pulaunya kecil, awalnya keren bisa main ke pantai. Tapi jadi cepat bosan. Restoran di resort yang buka ada 6, tapi kalau winter yang buka cuman 2. Jadi pekerjaannya seasonal, kalau winter sepi banget,” ceritanya.  

Dari nun jauh di sana, Didiet mulai mencari kesempatan bekerja di Australia melalui Seek. Mengapa Negeri Kangguru? Karena tak ingin jauh dari  Indonesia. Selama menunggu balasan, ia sempat kembali ke Indonesia dan menerima tawaran kerja di Abu Dhabi. Sesaat sebelum berangkat ke Abu Dhabi, Didiet mendapat tawaran kerja dari Robe Bakery di South Australia.

Tawaran tersebut langsung ia terima. Beruntung, Didiet langsung mendapat tawaran untuk menjadi Permanent Resident. “Itu ditawarkan dari employer. Namanya Regional Sponsorship Scheme, syaratnya saya harus kerja di regional area selama 2 tahun. Setelah itu, saya bebas bisa kemana saja,” pria asal Surabaya tersebut berujar. Visanya dikabulkan dalam satu tahun.

Tantangan Cuaca

Bekerja di Australia bukan berarti tanpa tantangan. Walaupun sudah mengenyam pengalaman lama di luar negeri, tantangan yang ia alami di tempat kerja pertamanya adalah perbedaan kualitas produk. “Dari pertama kali saya kerja di Indonesia sampai ke Abu Dhabi, saya kerja pasti di perhotelan, belum pernah kerja di bakery. Working area di perhotelan juga ber-AC. Jadi ketika pindah ke Robe, lumayan shock karena kualitas produknya beda,” ujar pengagum penulis buku The Tifoli Road Baker, Michael James.

Berkaitan dengan kualitas produk, tantangan yang masih terus dihadapi bahkan sampai di Melbourne adalah cuaca. Pasalnya, dalam pembuatan roti ada penggunaan sejenis fungi bernama yeast, atau dalam Bahasa Indonesia, ragi. “Yeast itu semacam makhluk hidup, dan sensitif terhadap pergantian temperatur. Jika kepanasan, bakal terlalu aktif. Kalau terlalu dingin, bakal slow. Dulu pas kerja di Robe Bakery, itu country bakery. Tidak ada AC, apalagi kalau cuacanya summer!” tuturnya. Pada akhirnya Didiet menganggap pengalaman berharganya di Robe sebagai sebuah batu loncatan.

Fat Duck Melbourne

Setelah menyelesaikan masa kerjanya di Robe selama 2 tahun, Didiet sempat berpikir untuk pindah ke Adelaide. Akan tetapi pada akhirnya ia memilih untuk berlabuh ke Melbourne karena, menurutnya, prospek untuk melanjutkan karir lebih besar di Melbourne menilai dari banyaknya bakery yang berkualitas.

Ia pun meninggalkan jejak di restoran fine dining Vue De Monde dan Brasserie bread bakery sebelum berlabuh di Cobb Lane Bakery pada 2014. Di tempat inilah Didiet mendapatkan pengalaman bekerjasama dengan Fat Duck, tepatnya di awal 2015. Sekedar informasi, restoran berbintang 3 Michelin yang sekarang bernama Dinner by Heston tersebut pindah ke Melbourne pada Februari 2015 dan menetap selama 6 bulan karena renovasi cabang aslinya di Inggris.

Sekitar 3 minggu sebelum pembukaan Fat Duck di Melbourne, Didiet mengajar personel dari Fat Duck cara pembuatan sourdough bread, dan sejak itu mereka membuat sourdough bread in-house sampai sekarang. Kesempatan berharga tersebut didapat melalui koneksi dari bosnya di Cobb Lane. “Dia orang Yorkshire, Inggris. Dan somehow dia kenal dengan salah satu chef di Fat Duck. Ketika Fat Duck mau buka di Melbourne, mereka contact bos lamaku karena mereka sedang mencari produce yang lebih specialize dan lokal. Dua sous chef dari test kitchen Fat Duck dikirim ke Cobb Lane untuk bekerjasama dengan aku. Mereka sebelumnya belum pernah buat sourdough bread in-house, jadi mereka datang dan lihat bagaimana saya membuatnya,” sang penggemar kopi tersebut bercerita.

Australia Butuh Baker

Menurut Didiet, pekerjaan sebagai seorang baker di Australia terbuka untuk orang asing. “Bedanya dengan Indonesia itu, di Australia mereka lebih lihat pengalaman kerja ketika mempekerjakan seorang baker. Di sini kebanyakan setelah kelar SMA orang pada ikut program apprenticeship, kerja seminggu lets say, 5 hari di kitchen, 1 hari sekolah,” tutur sang penggemar sepatu sneaker. Namun kebanyakan orang Australia memilih apprentice di bidang lain seperti electrician, plumber dan lain-lain, karena pekerjaan sebagai baker sangat intens. Termasuk harus bangun sangat pagi, jam kerja panjang dan gaji apperentice yang setengah dari aslinya.

Dengan adanya kekurangan chef/baker lokal, Didiet berharap lebih banyak baker muda dari Indonesia pergi mencari pengalaman di Australia melalui working holiday visa. Umumnya, tantangan yang harus dihadapi adalah urusan biaya. Misalnya, berdasarkan situs pemerintah, saldo minimum yang harus ada di dalam akun bank adalah $5,000. Untuk memenuhi persyaratan tersebut dengan pendapatan seorang baker di Indonesia itu susah menurut Didiet. “Lapangan kerja sebagai baker atau chef di Indonesia itu gajinya kecil, dan juga living cost misal di Jakarta sekarang mahal. Jadi struggle,” ungkapnya.

Kendati demikian, Didiet tetap optimis. “Kalau baker, chef dari Indonesia berpengalaman mau nyari kerja di Melbourne, bisa cepat dapat karena cafe, bakery, restoran ada banyak dan banyak dari mereka juga perlu orang,” ujar sang baker.

Didiet pula menekankan beberapa hal yang penting untuk mereka yang tertarik menekuni bidang ini, termasuk kerja keras, siap mental, dan passion. “Work hard, kadang harus mulai dari bawah. Harus siap mental, karena kadang bisa kerja 12 jam. Jangan lihat duitnya dari awal karena jika mindsetnya itu dari pertama, kalau mulai kerja dari bawah, gaji rendah bisa putus asa. Harus bisa appreciate and love food,” pesannya.

Denis